Liver Noordin Trouble, Kastari Diduga Tak Jauh

by :Indra Harsaputra/The Jakarta Post/Surabaya

Kondisi kesehatan Noordin M Top buronan polisi atas kasus serangkaian terorisme di Indonesia yang terakhir berhasil terlacak di Tuban Jawa Timur menurun dan diketahui terkena gangguan liver.

Beberapa narasumber di kepolisian yang aktif melakukan pengejaran menyebutkan lokasi pelarian Noordin saat terdeteksi dengan bantuan alat pelacak alat komunikasi awal Maret 2008 lalu di sebuah klinik kesehatan di Tuban Jawa Timur. Namun Noordin berhasil lolos dari kejaran polisi.

"Dokter yang memeriksa membenarkan bahwa Noordin mengalami gangguan liver, " kata sumber tersebut.

Pasca terdeteksinya Noordin M Top di Tuban Jawa Timur, yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Surabaya, polisi mulai memperketat pengamanan di Jawa Timur. Apalagi muncul dugaan bahwa Mas Selamat Kastari, tokoh sentral Jamaah Islamiyah Singapura yang kabur dari penjara Whitley Road Detention Center Singapura dan menjadi buron polisi Singapura berada dalam pelariannya di Jawa Timur.

"Kami menduga Mas Selamat Kastari juga tidak akan jauh dari Noordin M Top. Tetapi kami lebih memprioritaskan Noordin dibandingkan dengan Kastari karena ia memang buron polisi Singapura, " lanjut sumber itu.

The Post berhasil mendapatkan dokumen di kepolisian yang menyebutkan hubungan Noordin M Top dengan Kastari.

Demikian bunyinya, sebelum Kastari melarikan diri ke Indonesia setelah rencana peledakan Bandara Changi dengan cara menabrakkan pesawat yang dibajak dari Thiland dan rencana ini direstui oleh Hambali gagal, setelah wajah Kastari bersama dengan empat rekannya banyak terpampang di bandara Thailand, ia pernah bertemu dua kali dengan Noordin M Top di Pondok Pesatren Lukman Nul Hakim Malaysia.

Bahkan, Kastari pernah menjadi santri di pesantren yang dipimpin langsung oleh Noordin M Top tersebut. Di pesantren itulah Kastari pun bertemu dengan Amrozi, tersangka peledakam Bom Bali II dan Hosnia alias Alwi yang mertua Al Ghozi.

Selain kedekatannya dengan Noordin M Top, Kastari juga dekat dengan beberapa tokoh Jamaah Islamiyah di Indonesia dan tersangka serangkaian teror bom di Indonesia, diantaranya; Yazid anggota JI Indonesia yang alumnus Akmil Mujahiddin Afganistan angkatan ke-6, Said Sungkar anggota JI Indonesia, Mukhlas alias Ali Ghufron dan Abu Dujana.


Muklas dan Abu Dujana, misalnya, pernah membantu Kastari mengurus segala keperluan Mashadi (16), anak pertama dari lima Kastari di Pondok Pesantren Al Mutaqqin di desa Sowan Kidul Kabupaten Kedung Jepara Jawa Tengah.




Sebuah sumber menyatakan hingga kini anak Kastari masih menempuh pendidikan di pondok pesantren yang pernah meluluskan Dzulkarnain alias Uztad Daud Abu Rusdan, Ketua Askari (chief of army) JI.

Namun, juru bicara pesantren, Hj Hasyim As'ari membantah hal itu.


"Siswa saya yang berjumlah 900 santri ini memang mayoritas berasal dari keluarga miskin dan yatim piatu di luar Jawa itu tidak mempunyai masalah apapun dengan identitasnya, " katanya.









Jejak Kastari di Indonesia
Bambang Haryono (43), ahli modifikasi motor besar di Jl Pattimura gang 12 nomor 35 Malang yang disebutkan dalam dokumen polisi pernah menerima kerja Kastari di bengkelnya. Namun ia bersumpah, tidak mempunyai hubungan khusus dengan Kastari yang waktu itu mengaku bernama Salim itu.

"Sumpah, saya tidak tahu kalau ia menjadi buronan polisi Singapura. Waktu itu saya hanya menolongnya mencari pekerjaan dan selama bekerja di bengkel saya, ia hanya menerima upah makan, " katanya kepada The Jakarta Post.

Di mata para tetangga dekatnya, sejak mengenal Kastari Bambang yang sebelumnya dikenal nakal, berambut panjang, dan bertato itu menjadi alim dan taat beribadah. Rambut panjangnya selalu dipotong rapi namun tatto bergambar seorang perempuan di tangan kanannya tidak bisa ia sembunyikan.

Bambang mengaku mengenal Kastari di mesjid Sudirman, Jl R.T Soeryo nomor 5 Malang. Setelah bebas dari masa hukuman 9 bulan di LP Medaeng, Kastari memang tinggal di mesjid itu kurang lebih dua bulan lamanya atas rekomendasi Jauhari Ibrahim, salah satu anggota Wakalah Umar Singapura yang juga menemani Kastari dalam pelatihan militer di Afganistan selama 20 hari tahun 1993.

"Kastari orangnya tidak banyak bicara apapun tentang asal-usulnya. Dengan logat melayu ia sering bercerita seputar dunia otomotif yang menjadi kesukaannya karena di Singapura ia pernah bekerja di bengkel, " katanya.

Selain bergaul dengan Bambang, Kastari juga dekat dengan Edi Suhan, pengurus mesjid Sudirman yang juga pernah bekerja di bengkel mobil Volks Wagen di Malang. Saat ini, Edi membuka praktik bekam, salah satu pengobatan alternatif di rumah saudaranya Darkan yang hanya 3 kilometer dari mesjid Sudirman Malang.



Dibandingkan dengan Bambang, Edi lebih tertutup. Darkan enggan menyebutkan alamat rumah Edi yang telah berumah tangga itu. Jika ada pasien yang mau berobat diwajibkan menghubungi terlebih dahulu. Oleh karena itu, tempat praktiknya selalu terkunci rapat dengan pintu rolling door yang terbuka sedikit. Darkan dan Edi selalu mengunci pintu itu setiap ada tamu yang keluar masuk. Sebuah buku tentang jihat dan poster terpampang di salah satu meja komputer di ruang praktiknya.

Darkan dan Edi tidak berkomentar banyak tentang buku dan poster itu. Saat ditanya soal Kastari, Edi mengelak, "Saya tidak tahu orang ini, " katanya.

Kastari ditangkap oleh Detasemen 88 Anti Teror Mabes Polri di sekitar mesjid Baitul Ghaffar yang terletak di komplek perumahan Bumi Asri Sengkaling Malang Jawa Timur 19 Januari 2006 atau dua bulan setelah penyergapan Azahari,--hingga tewas--, Batu Malang tanggal 9 November 2005. Jarak lokasi penyergapan Azahari yang menjadi tempat tinggal Azahari di Malang hanya berjarak 10 kilometer dari tempat Kastari ditangkap.

Setelah ditangkap di Malang, Kastari kemudian dibawa di Singapura dan ditahan di penjara Whitley Road Detention Center Singapura.

Seperti diketahui, penangkapan Kastari di Malang bukanlah yang pertama. Berdasarkan data di kepolisian, Kastari pernah ditangkap tiga kali di Indonesia atas kasus pemalsuan Kartu Tanda Penduduk dan paspor.

Perjalanan Kastari di Indonesia dimulai pada 8 Januari 2002 Kastari melarikan diri ke Indonesia setelah rencana peledakan bandara Changi Singapura gagal. Kastari bersama dengan empat rekannya yang juga tersangka rencana peledakan, yaitu Ishak Nuhu, Husaini, Hasan dan Rosyid berangkat dengan menggunakan kapal laut "Satoon" berangkat dari pelabuhan di pantai Barat Thailand menuju pelabuhan Belawan Medan, kemudian menginap di Bali selama selama 3 hari, kemudian ke Jakarta dan akhirnya naik bus menuju Surabaya.

Selama di Surabaya, kebutuhan Kastari termasuk mengurus identitas baru diurus oleh Yazid, seorang alumnus Akmil Mujahiddin Afganistan angkatan ke-6. Dalam melakukan tugasnya, Yazid dibantu oleh Ayub.

Kastari sendiri hanya membayar Rp 500.000,- kepada Ayub untuk menguruskan Kartu Tanda Penduduk dan juga paspor baru. Dengan identitas baru itu, Kastari merubah namanya menjadi Edi Hariyanto dengan alamat palsu di desa Mondo, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Ayub juga menyiapkan rumah kontrakan bagi Kastari di desa Gelam Kecamatan Candi Sidoarjo.

"Ayub sendiri masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi atas kepemilikan senpi dan pemalsuan KTP beserta pasport, " kata Kepala Unit II Satuan Pidana Umum Dit Reskrim Polda Jatim, Ajun Komisaris Polisi Wahyu Wim Hardjanto kepada The Jakarta Post.

Setelah mendapatkan identitas baru, Kastari menyusul kelima anaknya dan istrinya Nurlela di desa Urung Kecamatan Kendur Utara dan desa Pamak Kecamatan Tebing Kepulauan Riau. Di kedua desa ini, Kastari sempat menjadi petani dan berjualan roti sambil mengurus identitas baru bagi istri dan kelima anaknya. Ia pun sempat tinggal dengan Hosnia.

Selama di Kepulauan Riau, Kastari masih melakukan kontak fisik dan telepon dengan keempat rekannya Ishak Nuhu yang menurut sumber di kepolisian terakhir berdomisili di Kudus Jawa Tengah, Husaini yang tinggal di Surabaya, Hasan di Jawa Tengah dan Rosyid di Semarang Jawa Tengah.

Pada tanggal 22 Desember 2002, polisi melakukan penggerebekan di tempat tinggal Kastari. Upaya penangkapan terhadap Kastari itu atas permintaan penangkapan dari Interpol . Namun, Kastari beserta keluarganya berhasil kabur. Polisi hanya menangkap Hosnia.

"Kastari sendiri tertangkap di Tanjung Pinang Kepulauan Riau setelah lari dari Batam. Waktu tertangkap ia bersama dengan anak dan istrinya dan tidak mengaku soal identitasnya, " kata Ajun Komisaris Besar Polisi Susanto, Kanit I Pidana Umum Dit Reskrim Polda Jatim yang saat itu menjabat sebagai Kasatserse Polres Tanjung Pinang.

2 Februari 2003 Kastari ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Pekan Baru, sedangkan anak dan istrinya telah dideportasi ke Singapura. Ia ditahan atas pemalsuan identitas. Tidak lama kemudian, ia kembali di tahan di LP Medaeng dan Rutan Pasuruan atas dakwaan pemalsuan identitas sewaktu ia berada di Sidoarjo.

"Di pengadilan Indonesia, Kastari tidak terbukti terlibat terorisme namun ia didakwa atas kasus pemalsuan identitas, " kata Fahmi Bachmit,pengacara Kastari.

1 comments:

Anonymous said...

see http://BlueNorway.org