Benarkan tersangka teroris yang tertangkap di Palembang Orang Jatim ?
TSK Teroris Pelembang Asal Bojonegoro ?
Tuesday, July 8, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 4:20 AM 0 comments
Labels: Indonesian Version
Program Baru Pembiayaan Modal bagi UKM
By : Indra Harsaputra
Bank Mayapada International Tbk telah mengucurkan program pembiayaan tanpa agunan kepada para pelaku usaha kecil menengah, yang sampai saat ini banyak dari mereka mengalami masalah dalam mengembangkan usahanya lantaran terhambat aturan main permintaan perbankan. Dengan dikucurkannya kredit tanpa agunan kepada UKM tersebut diharapkan bisa menekan laju kemiskinan seperti yang ada di India melalui program yang sama oleh Greemen Bank.
Dalam pemaparan visi dan misi di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur , semua pasangan calon gubenur, antara lain; Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (PPP), Achmadi-Suhartono (PKB), Soekarwo-Saifulah Yusuf (PAN), Soetjipto-Ridwan Hisjam (PDIP) dan Soenaryo-Ali Maschan Moesa (Golkar) sama-sama berjanji akan mengembangkan sektor usaha kecil menengah, khususnya dalam bidang pertanian dan perikanan yang menjadi andalan pemerintah Jawa Timur ke depan melalui program pembiayaan tanpa agunan. Mereka melihat adanya potensi yang besar bagi pengembangan usaha kecil dalam mendongkrak perekonomian di Jatim.
Selama ini, menurut masing-masing calon gubenur Jatim tersebut, banyak dari usaha kecil menengah tidak bisa berkembang karena terhambat karena ketidakmampuan dalam mengakses permodalan. Besarannya nilai agunan berupa aset yang dimiliki oleh usaha kecil menengah itu tidaklah cukup sebagai penjamin pinjaman modal sehingga akhirnya mereka kesulitan mendapatkan kredit usaha oleh perbankan.
Dengan keterbatasan modal yang ada beberapa pengusaha kecil tetaplah bertahan dengan sumber daya yang ada.
Tatik Winarti (38), misalnya, pengusaha handicraft yang mempekerjakan penyandang cacat di Surabaya yang juga peraih penghargaan The Global Microintrepreneur Award dalam pencanangan International Year Of Microcredit 2004 dari United Nation mengaku sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Hingga saat ini, sejak ia merintis usahanya tahun 1997, ia belum berhasil mendapatkan pinjaman permodalan dari pihak bank untuk pengembangan usahanya. Hingga kini, baru bantuan modal dari BUMN (PLN) sebesar Rp 4 juta yang dia dapatkan.
Padahal Tatik namanya sudah melambung sebagai pengusaha yang diakui dunia dengan omset dari penjualan handicraft, baik itu di pasar lokal maupun ke beberapa pasar internasional lebih dari Rp 20 juta per bulan dan memiliki aset 70 orang tenaga kerja dan 60 mesin jahit.
Tatik membutuhkan suntikan modal untuk pengembangan usahanya, termasuk merekrut tenaga kerja yang berasal dari lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun panti-panti penyandang cacat. Apabila Tatik mendapatkan bantuan modal dari perbankan dan mampu mengembangkan usahanya, maka akan banyak kaum penyandang cacat yang saat ini kesulitan mendapatkan akses pekerjaan dapat tertampung di usaha handicraft milik Tatik yang terletak di JL. Sidosermo Indah II No.5, Surabaya.
"Saya telah mengajukan kredit di perbankan dan selalu ditolak karena agunan rumah yang saya jaminkan ke perbankan belum menjadi hak milik saya. Namun sertifikat rumah dan tanah masih milik keluarga saya, " katanya kepada The Jakarta Post.
Hal serupa juga dirasakan oleh Sugeng Siswoyudono (46), penyandang cacat yang membuka usaha pembuatan kaki palsu asal Mojosari Kabupaten Mojokerto.
Saat ini, Sugeng mendapatkan sponsor dari Kuku Bima, salah satu produk minuman suplemen dan Kementrian Riset dan Teknologi (Ristek) untuk mengerjakan program "Gerakan 1.000 Kaki Palsu". Selain dana, Kementerian Ristek juga memberikan bantuan berupa menghibahkan mesin pengontrol untuk mengukur kenyamanan kaki palsu. Dalam membuat kaki palsu itu, Sugeng dibantu oleh 7-8 orang pekerja yang diambil dari masyarakat sekitar. Program 1000 Kaki Palsu itu bertujuan membantu para penyandang cacat yang kurang mampu untuk mendapatkan kaki palsu sehingga bisa beraktifitas normal. Program yang didukung oleh sejumlah perusahaan dan Yayasan berhasil mengumpulkan dana kurang lebih Rp 2 miliar.
"Sebelum mendapatkan bantuan dari kedua sponsor itu, saya mengerjakan pembuatan kaki palsu dengan cara manual (tanpa mesin) dengan jumlah tenaga kerja 2-3 orang karena sulitnya mendapatkan kredit usaha dari perbankan. Padahal saat itu, saya telah mengajukan syarat-syarat yang diminta oleh bank tetapi selalu gagal, " katanya.
Mengapa UKM ini sulit mendapatkan kredit pinjaman dari bank ?
Program bantuan permodalan kepada UKM melalui kredit bersubsidi (bisa berupa kredit lunak tanpa agunan) kepada pengusaha kecil sebenarnya telah diluncurkan oleh pemerintah secara nasional pada tahun 1973 . Dana kredit ini disediakan melalui Bank Indonesia yang bekerjasama dengan lima bank BUMN, diantaranya Bapindo, BPD dan 14 bank swasta sebagai pihak penyalur kredit tanpa agunan atau bersubsidi itu.
Akan tetapi, tahun 1980-an, program ini menuai masalah karena memunculkan kredit macet bermasalah yang mencapai 27 persen dari jumlah kredit yang disalurkan kepada pengusaha kecil, sehingga sejak tahun 1990 program ini dihentikan. Hingga saat ini, pihak perbankan sangat berhati-hati mengucurkan kredit kepada usaha kecil untuk mengurangi rasio kredit bermasalah. Apalagi di era tahun 1998, banyak kredit bermasalah yang ada di Indonesia, menyusul kemudian kredit bermasalah saat terjadi booming kartu kredit di tahun 2000-an.
Mengingat pentingnya peran usaha kecil menengah dalam mendongkrak perekonomian di Indonesia sekaligus mengurangi kemiskinan karena mampu menyerap tenaga kerja, Bank Mayapada Internasional Tbk, memberikan kredit tanpa agunan kepada pengusaha kecil. Hingga kuartal pertama tahun 2008, Bank Mayapada telah mengucurkan kredit sebesar Rp 600 miliar atau meningkat 18 persen dibandingkan dengan jumlah penyaluran kredit tahun 2007 lalu.
"Saya telah menemukan formulanya agar penyaluran kredit kepada UKM tidak sampai menimbulkan masalah dan buktinya Rasio kredit bermasalah (Non performing loan/ NPL) hanya 0,58 persen atau dalam katagori sehat, " kata Presiden Komisaris Bank Mayapada International Tbk, Tahir kepada The Jakarta Post saat dikukuhkan oleh Universitas 17 Agustus 1945 sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi beberapa pekan lalu.
Pengukuhan Tahir sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi itu terkait dengan model baru pembiayaan kepada unit usaha kecil menengah yang dilakukan oleh Bank Mayapada yang dapat diadobsi oleh perbankan lainnya di Indonesia. Secara umum, penyaluran kredit Bank Mayapada kepada usaha kecil menengah itu, pertimbangan atas jaminan kredit bukanlah faktor utama dalam penilaian atas kelayakan kredit. Melainkan pada kepercayaan serta program binaan yang dilakukan oleh Bank Mayapada kepada nasabahnya.
"Kami telah memberikan pelatihan tentang bagaimana mereka mengelola uang dan usaha, termasuk membantu mengembangkan usaha yang mereka jalani agar usahanya tidak merugi dan mereka tidak bisa membayar pinjaman. Selain itu, kami juga mendidik karyawan Bank Mayapada untuk menjadi bussiness advisory bagi UKM, " katanya.
Seorang bussiness advisory, kata Tahir, inilah yang akan memantau penggunaan dana yang mereka pinjam dan memberikan bimbingan usaha dan manajemen kepada UKM. Bussiness advisory ini akan diberikan insentif untuk mendorong agar mereka bersungguh-sungguh dan bekerja keras agar usaha kecil yang menjadi binaannya berhasil.
Model yang diterapkan oleh Bank Mayapada ini hampir sama dengan penerapan keberhasilan Greemen Bank di Bangladesh yang membalikkan praktik konvensional bank dengan menghilangkan perlunya jaminan bank dengan menciptakan sistem perbankan berdasarkan saling percaya, akuntabilitas, partisipasi dan kreatifitas. Terobosan Greemen Bank melalui program Grameen Bank kredit tanpa syarat kepada 2 juta penduduk miskin dengan total pinjaman sebesar lebih dari US$ 2 milyar. tersebut membuat Muhammad Yunus, seorang ekonom lulusan Vanderbilt University dan dosen di Chittagong University Bangladesh meraih peraih Nobel Perdamaian tahun 2006. Sampai Maret 2008, Greemen Bank telah memiliki 7,46 juta debitur dan memberikan pelayanan di 81.574 desa di Bangladesh.
Denikian juga dengan Bank Mayapada yang berusaha memperluas jaringan bantuan kredit tanpa syarat dengan suku bunga yang berlaku di pasar kepada usaha kecil dengan mentargetkan mengembangkan 100 unit Mayapada Mitra Usaha (MMU) di tahun 2009 dan berusaha mencapai 200 unit MMU di tahun 2010. Jumlah MMU Mayapada saat ini adalah 45 unit dan di akhir tahun 2008 ditargetkan dapat dikembangkan sampai sekitar 72 unit. Untuk di Jawa Timur, Mayapada berencana untuk mengembangkan MMU di Gresik, Babad – Lamongan, Batu – Malang, Waru dan Rungkut Surabaya.
Posted by David Indra Harsaputra at 3:48 AM 0 comments
Labels: Indonesian Version
Di Balik Eksotisme Alam Kawah Ijen
Indra Harsaputra
Bondowoso
Di balik keindahan panorama Gunung Ijen, gunung berbentuk danau kawah terbesar di dunia yang terletak di Bondowoso Jawa Timur ternyata menyimpan bahaya bagi masyarakat sekitar. Sedikitnya 50 ribu jiwa terancam kesehatannya akibat air asam dari danau kawah merembes ke sumur-sumur penduduk.
Seperti biasanya, sebelum memikul puluhan ton belerang, Badawi (45), salah satu pencari belerang di Kawah Ijen sedang duduk menikmati secangkir kopi arabika di sebuah warung di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso.
Di sebelah cangkir kopi terhidangkan sebotol air putih sebagai bekal berjalan kaki sejauh 4 kilometer mengambil belerang di Kawah Ijen. Air minum itu bukanlah air minum yang dikemas dalam botol kemasan melainkan diambil dari sumur milik warga sekitar.
"Kata orang disini, air sumur disini beracun karena resapan dari air danau kawah. Tetapi, saya dan bersama dengan warga lain tidak peduli dengan pengaruh air ini karena sampai saat ini kami masih sehat-sehat saja, " katanya kepada The Jakarta Post.
Badawi yang warga desa Bulusan Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi sudah lima tahun tinggal di rumah penampungan bersama dengan ratusan pekerja pencari belerang di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso. Selain minum air sumur, ia juga menggunakan air sumur untuk mandi.
Berdasarkan penelitian Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah tahun 2007 air asam di danau kawah itu itu telah merembes dan mencemari sungai dan sumur warga sekitar. Akibat pencemaran tersebut, warga terancam mengalami kerusakan gigi dan tulang . Selain itu juga menurunkan produksi pertanian.
Air yang tercemar itu saat ini bahkan telah digunakan untuk pengairan lahan sawah seluas 3.564 hektar dan sangat berpengaruhi terhadap kehidupan warga sekitar 50.000 jiwa di tiga kabupaten.
Dalam laporannya Unika Soegijapranata Semarang menyatakan sebagian besar penduduk di sekitar sungai Banyupahit dan Banyuputih yang mengkonsumsi air asam Kawah Ijen, telah mengetahui bahaya dari mengkonsumsi air yang tercemar namun, kesadaran mereka saat ini masih sangat rendah.
Penelitian itu didukung oleh Universiteit Untrech, Open Universiteit Nedherland, dan Vrije Universiteit Amsterdam yang menyebutkan air asam di kawah Ijen juga mengakibatkan keanekaragaman akan hayati menjadi rendah, serta banyaknya penduduk yang mengalami florosis gigi karena terlalu banyak kandungan fluoride pada air minum.
Dalam sebuah diskusi di Institut Tehnologi 10 November Surabaya (ITS), Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM Surono menyatakan akibat konsumsi air kawah yang meresap di sumur itu menyebabkan pertumbuhan manusia menjadi tidak normal dan akhirnya mempengaruhi umur masyarakat menjadi pendek.
Surono mengatakan pihaknya merekomendasikan kepada Gubernur Jatim dan kepala daerah setempat untuk membuat terowongan untuk mengalirkan air kawah yang bocor ke laut. Jarak kawah dengan laut sekitar 42 km.
Akan tetapi hingga saat ini rekomendasi tersebut belumlah terealisasi.
Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Kawah Ijen, alam bukanlah ancaman tetapi menjadi sahabat sejati, tempat mereka menggantungkan hidup dan mencari penghidupan. Mereka tetap mengkonsumsi air yang tercemar itu karena yakin bahwa alam tidak akan menyakiti mereka.
"Paham ini juga berlaku di masyarakat yang tinggal di pegunungan lain. Di Gunung Merapi dan Gunung Kelud misalnya mereka tetap beraktifitas meskipun kondisi alam sedang bergejolak, " kata Bagong Suyanto, pengamat masyarakat pedesaan Universitas Airlangga Surabaya.
"Kehidupan masyarakat sangatlah bergantung pada alam, dan alam dianggap sebagai rumah yang aman bagi mereka. Orang yang tinggal di pegunungan justru akan merasa terancam jiwanya ketika harus berjalan kaki menyeberang jalan di kota, " katanya.
Bagi wisatawan, baik lokal dan asing, Gunung Ijen atau yang lebih dikenal disebut Kawah Ijen tetap mempunyai daya tarik tersendiri. Kawah Ijen merupakan satu diantara gunung berdanau kawah di Indonesia. Dari sekitar 700 gunung di Indonesia, hanya 12 persen saja yang berdanau kawah, seperti Gunung Kelud Kediri Jatim, Gunung Rinjani (3.726 meter diatas permukaan laut/mdpl) di Lombok Nusa Tenggara Barat, serta kompleks Kelimutu di Flores.
Bersama dengan 12 rekannya, Nichole Anderson (34) wisatawan asal Perancis berkunjung ke Kawah Ijen setelah melihat foto-foto Kawah Ijen di salah satu situs internet. Sebelum berkunjung ke Kawah Ijen, Nichole sempat berkunjung ke Gunung Kelud yang terletak di daerah perbatasan Kediri dan Blitar Jawa Timur.
Saat ini Gunung Kelud dinyatakan berstatus siaga setelah akhir tahun lalu dinyatakan awas karena menunjukkan peningkatan aktifitas gunung tersebut. Meskipun statusnya diturunkan, namun wisatawan dilarang untuk mendekat di areal kawah Gunung Kelud yang saat ini berdiri kubah lava atau yang disebut sebagai anak Gunung Kelud setinggi 700.000 meter persegi dengan diameter 130 meter.
Kubah lava yang terbentuk itu menutupi eksotisme danau kawah gunung Kelud yang berwarna hijau cerah mirip seperti di kawah Ijen. Menurut beberapa ahli vulkanologi, kubah lava yang ada di Gunung Kelud merupakan fenomena yang unik dalam sejarah kegunungapian di Indonesia dan masih tetap berpotensi untuk pecah sehingga menimbulkan letusan gunung yang dasyat.
"Pemandangan di kawah Ijen sangat indah dan menarik. Saya telah menghabiskan waktu untuk memotret di atas sana (kawah), " katanya.
Untuk mencapai kawah Ijen saat ini tidaklah terlalu sulit ditempuh dengan kendaraan bermotor. Akan tetapi lebih baik jikalau melalui rute kota Bondowoso ke timur melalui Wonosari ke desa Sempol dan kemudian ke desa Paltuding sejauh 70 km. Rute ini lebih mudah karena melewati jalan aspal mulus ketimbang melalui kota Banyuwangi sejauh 38 km ke barat melalui desa Licin, Jambu, Paltuding yang melalui jalan makadam dengan tanjakan yang cukup curam.
Dalam perjalanan dari kota Bondowoso, wisatawan akan menikmati areal perkebunan kopi arabika dan hutan pinus milik Perhutani. Wisatawan juga dapat menikmati secangkir kopi arabika dengan harga yang murah, sekitar Rp 1500,- per gelasnya.
Setelah sampai ke Paltuding (1,600 mdpl), sebuah pos Perhutani di kaki gunung Merapi- Ijen, wisatawan harus berjalan kaki sejauh 4 meter dengan waktu tempuh sekitar 2 jam menuju Kawah Ijen. Saat perjalanan disarankan membawa bekal seperti makanan dan minuman karena medan yang harus didaki sangat berat dan melelahkan.
Namun, demi alasan keamanan, pendakian ke kawah ijen dari Paltuding ditutup selepas pukul 14.00 WIB ,karena pekatnya asap dan kemungkinan arah angin yang mengarah ke jalur pendakian.
Untuk mengejar perjalanan di pagi hari, wisatawan dapat bermalam di Guest House Perkebunan Kopi PTP Nusantara XII di Kalisat, Jampit. Guest house ini terletak didalam kompleks perumahan perkebunan pada ketinggian sekitar 1,200 mdpl. Selain itu juga tersedia Pondok Wisata di Paltuding yang cukup bersih, atau membuka tenda di bumi perkemahan Paltuding.
Wisatawan juga perlu membawa bekal masker, kacamata atau saputangan basah untuk menangkal asap beracun yang keluar dari kawah. Tetapi wisatawan tidak perlu kuatir untuk kesasar asalkan mengikuti jalan setapak yang dilalui oleh penambang belerang.
Sesampainya di puncak, kita dapat melihat langsung kawah berwarna hijau tosca yang berda di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah seluas 5.466 hektar itu itu berdinding kaldera setinggi 300-500 meter. Air kawah danau Ijen yang volumenya 200 juta meter kubik itu panasnya mencapai 200 derajat celcius dan memiliki derajat keasaman nol. Keasamannya danau kawah yang dalamnya 200 meter itu cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.
Wisatawan memang dilarang mengambil bahkan membeli belerang yang dipikul oleh penambang belerang. Meskipun demikian, wisatawan dapat membawa pulang cinderamata berbentuk aneka satwa berbahan belerang cair yang dibuat oleh penambang belerang. Harganya cukup murah, hanya Rp 2000,- sampai Rp 10 ribu per buahnya.
Monday, June 30, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 12:53 AM 0 comments
Labels: Indonesian Version
"Manusia Belerang" dari Kawah Ijen
Indra Harsaputra
The Jakarta Post/Bondowoso
Keunikan Gunung Ijen tidaklah terlepas dari kisah para "manusia belerang", penambang tradisional belerang yang bekerja keras menggali kemudian mengangkat puluhan kilogram belerang padat demi melepaskan diri dari jerat kemiskinan.
Penambangan tradisional ini hanya terdapat di Indonesia, selain di Gunung Ijen juga di Gunung Welirang yang semuanya berada di Jawa Timur. Belerang yang diambil oleh penambang itu dihasilkan dari hasil sublimasi gas-gas belerang yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar 200 derajat Celsius. Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton per hari.
Segelas ramuan jamu plus telor ayam kampung setengah matang menjadi santapan rutin Ahmad (38), salah satu dari 200 penambang belerang di Kawah Ijen Bondowoso Jawa Timur setiap paginya sebelum ia bertugas mengangkat puluhan kilogram belerang.
Jamu itu dikonsumsi guna menambah tenaga untuk berjalan kaki sambil membawa puluhan kilogram belerang dari dari bibir kawah dengan kecuraman 50 derajat sejauh 800 meter, kemudian berjalan menuruni gunung dengan kemiringan 40 derajat hingga 60 derajat sejauh 3 kilometer menuju tempat pengumpulan belerang.
Tidak semua rekan Ahmad meminum jamu tradisional tersebut. Mereka lebih menyimpan penghasilannya untuk keperluan keluarganya di rumah. Beberapa diantaranya hanya meminum jamu ketika mendapatkan penghasilan tambahan dari penjualan souvenir berbentuk satwa berbahan belerang yang dibuat penambang seharga Rp 2 ribu hingga Rp 10 ribu per buahnya.
Setelah menghabiskan jamu itu, Ahmad bergegas mengambil keranjang tempat belerang menuju lokasi penambangan belerang Kawah Ijen bersama dengan ratusan penambang lainnya. Rata-rata penambang belerang itu berumur 29 sampai 55 tahun dan berasal dari sekitar Situbondo dan Banyuwangi.
Bagi penambang yang berasal dari Banyuwangi yang berjarak 33 kilometer dari Situbondo, mereka tinggal di penampungan yang disediakan oleh koordinator kelompok penambang yang membawahi 20-30 penambang belerang. Selain menyediakan tempat penampungan, koordinator ini juga bertanggung jawab atas penjualan belerang kepada pengepul sebelum dijual di perusahaan kosmetik dan kimia di Surabaya.
Namun, koordinator kelompok ini tidak bertanggung jawab atas biaya konsumsi juga biaya atas resiko kerja dari pekerja tambang belerang. Sebagai imbal jasanya, setiap penambang akan dikenai retribusi sebesar 4 kilogram dari jumlah beban yang dibawa penambang untuk sekali pengambilan belerang.
Lokasi penambangan belerang terdapat di dasar kawah seluas 5.466 hektar yang berisi air membentuk danau berwarna hijau tosca yang berda di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah itu berdinding kaldera setinggi 300-500m, sedangkan danau Ijen memiliki derajat keasaman nol, memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.
Nicolai Hulot, host salah satu televisi Perancis dalam acara Ushuwaia Adventure pernah duduk diatas perahu karet bercerita ttg asal-usul danau tersebut.
Untuk mendapatkan belerang, penambang membuat pipa besi yang dihubungkan ke sumber belerang yang mengeluarkan gas sulfatara. Untuk menghindari pecahnya pipa, para penambang akan menyiram pipa dengan air. Dari sinilah lelehan fumarol bersuhu 600 derajat Celsius berwarna merah menyala meleleh keluar dan langsung membeku terkena udara dingin, membentuk padatan belerang berwarna kuning terang. Batu-batuan belerang inilah yang akan diambil. Dipotong dengan bantuan linggis dan kemudian langsung diangkut dalm keranjang.
Konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas sulfatara yang kadang menyengat yang membuat sesak nafas dan mata perih itu tidak membuat Ahmad menyerah untuk memotong belerang padat di bibir kawah. Mereka tanpa dibekali masker ataupun kacamata. Untuk menyelamatkan diri dari resiko tersebut, penambang hanya berbekal kain dan air.
Apabila nafas terasa sesak, mereka menuangkan air ke dalam kain, kemudian kain basah tersebut digigit. Beberapa penambang memiliki masker anti debu pemberian pengunjung. Tetapi masker tersebut tidak cukup untuk menahan racun dari gas tersebut.
Tidak mudah pula bagi mereka untuk berjalan kaki sambil membwa puluhan kilogram belerang menaiki kaldera diatas ketinggian lebih dari 2000 meter. Meskipun sudah bertahun lamanya bekerja, penambang belerang butuh waktu 2 menit untuk beristirahat sebelum sampai ke atas kawah.
"Saya bisa minta rokok anda, " kata Ahmad kepada The Jakarta Post sambil mengusap keringat yang besarnya sebiji jagung sesampainya berada di atas kawah.
"Lega rasanya bisa sampai sini. Bila anda turun kebawah, saya sarankan mengikuti jalan yang dilalui penambang. Bila tidak anda akan terperosok jatuh diantara bebatuan. Jadi berhati-hatilah, " katanya.
Setelah menghabiskan rokok, Ahmad bergegas turun menuju tempat penimbangan belerang di bekas bangunan kuno peninggalan Belanda bertuliskan “Pengairan Kawah Ijen”, yang sekarang disebut sebagai Pos Bundar. Disinilah petugas memberikan secarik kertas tentang beban dan besaran upah yang dibawa penambang. Kertas tersebut akan diganti dengan uang bila sampai di pusat pengepulan belerang.
Dalam sehari, Ahmad yang berasal dari desa Taman Sari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi tersebut mampu mengangkat 180 kilogram belerang. Beban itu diangkat dalam dua kali perjalanan naik dan turun. Untuk per satu kilogramnya, Ahmad dibayar Rp 500,- dan ia pun dikenai distribusi per hari 8 kilogram yang disetorkan kepada ketua kelompok. Sehingga pendapatan Ahmad per harinya sebesar Rp 86.000,-
"Pekerjaan saya jauh lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya. Tetapi penghasilan yang didapatkan jauh lebih besar, " katanya Ahmad yang sebelumnya menjadi buruh tani di Banyuwangi dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulannya.
Dari penghasilan ini, ia mampu membeli dan membangun rumah di tempat asalnya Banyuwangi.
Meskipun mendapatkan penghasilan yang cukup besar, tetapi Ahmad dan penambang lainnya tidak menyadari bahaya akan kesehatan mereka.
"Bagi saya, kesehatan nomor sepuluh Mas, yang penting dapat uang dan bisa kerja, " kata Ahmad.
Pukul 17.00 WIB, ia pun bergegas pulang ke penampungan untuk beristirahat mempersiapkan hari esok dengan belerang-belerangnya.
Monday, June 23, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 1:47 AM 2 comments
Labels: Indonesian Version
SUKSES BERSAMA PENYANDANG CACAT
Indra Harsaputra
Surabaya
Penyandang cacat yang selama ini sering diabaikan kemampuannya oleh dunia usaha, justru telah menghantarkan keberhasilan Tatik Winarti (38), pengusaha handicraft di Surabaya mengekspor produknya ke mancanegara dan menerima penghargaan dari dunia internasional.
Pudjiono (22), penyandang cacat asal Kecamatan Sukolilo Pati Jawa Tengah tengah sibuk menjahit tas dari kain perca di rumah produksi Tiara Handicraft milik Tatik Winarti di Jl Sidosermo Indah II No.5, Surabaya.
Meskipun kedua kaki dan kedua tangan Pudjiono lumpuh sejak kecil, namun hasil karya pria yang lulusan Rehabilitation Center Solo dan bergabung bersama 45 penyandang cacat lainnya di Tiara Handicratf sejak tiga bulan lalu tidak kalah dengan orang normal lainnya. Padahal ketika pertama kali bekerja, ia tidak mempunyai keahlian yang memadai.
Selepas dari rehabilitasi Pudjiono mencoba melamar pekerjaan di tempat lain, namun semua lamarannya ditolak. Namun ia tidak putus asa. Setelah menghubungi Tatik via telepon, ia pergi ke Surabaya naik bus dari Solo tanpa seorang pengantar yang menemaninya.
Tatik pun memberikan training khusus cara menjahit dengan mesin jahit dan memberinya tempat tinggal di rumahnya. Tatik pun menyisihkan uang dari pendapatannya untuk diberikan kepada Pudjiono sebagai upah meskipun ia belum mampu berproduksi seperti karyawan lainnya.
Bagi usahawan cara Tatik mungkin dianggap konyol. Memperkerjakan penyandang cacat yang sulit diukur tingkat produktifitasnya justru akan menambah beban produksi.
"Saya tidak ingin agar orang yang membeli produk saya itu kasihan dengan pekerja yang semuanya penyandang cacat, " katanya kepada The Jakarta Post.
"Siapa yang bilang kalau mereka tidak produktif ? Mereka mampu asalkan diberikan kesempatan yang sama seperti orang normal lainnya. Dengan kesabaran dan ketelatenan pengusaha, mereka bisa menghasilkan karya yang luar biasa, " lanjutnya.
Apa yang dikerjakan Tatik membina Pudjiono bersama dengan puluhan penyandang cacat itu membuatnya mendapatkan penghargaan The Global Microintrepreneur Award dalam pencanangan International Year Of Microcredit 2004 itu diterimanya di Markas PBB, New York, pada 18 November 2004 lalu.
Penghargaan itu diberikan atas usahanya menjalankan Social Bussiness Entrepreneurship (SBE) yang dipandang memberikan terobosan bagi pengentasan kemiskinan bagi penyandang cacat yang selama ini sulit mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Para penyandang cacat diberikan pelatihan kemudian penyandang cacat itu diberikan kesempatan untuk berkarya di bidang usaha yang digelutinya. Penyandang cacat yang dianggap mampu berkarya sendiri secara mandiri diberikan kesempatan untuk membuka usaha sejenis di tempat lain. Sampai saat ini ia berhasil melahirkan puluhan usaha mandiri dari penyandang cacat.
"Selama berada di markas PBB saya benar-benar mendapat perlakuan istimewa. Saya duduk sejajar dengan Nane Annan, istri Sekjen PBB Koffi Annan, Putri Belgia Mathilda serta para pejabat UNDP," katanya Tatik.
SBE sendiri pernah dipopulerkan oleh Muhammad Yunus, seorang ekonom lulusan Vanderbilt University dan dosen di Chittagong University Bangladesh peraih Nobel Perdamaian tahun 2006 melalui program Grameen Bank kredit tanpa syarat kepada 2 juta penduduk miskin dengan total pinjaman sebesar lebih dari US$ 2 milyar.
Nama Tatik pun semakin melambung setelah berbagai penghargaan diraihnya antara lain Penghargaan sebagai Prestasi Terbaik bagi Wiraswasta Kecil dan Menengah oleh State Power Co 2004, Model Teladan Masyarakat Sosial 2005, Wanita Paling Terkemuka 2005 versi Plaza Semanggi, Woman of The Year ANTV Televisi Nasional 2005, penghargaan dari Presiden Republik Indonesia 2005, penghargaan Desain Tekstil oleh Menteri Perdagangan 2005, Prestasi Membela Kaum Tuna Daksa oleh Menteri Sosial dan Konfrensi TunaDaksa 2005 dan beberapa penghargaan lainnya.
Selain penghargaan, ia pun diundang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Negara Amerika Serikat( Bureau of Educational and Cultural Affairs) untuk program International Visitor Leadership—tepatnya Women And Entrepreneurship a Project for Indonesia pada tahun 2007.
Melalui program tesebut, Titik banyak belajar sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia dapatkan. Disana ia banyak belajar tentang bisnis manajemen, strategi marketing dan distribusi, market global dan kompetisi internasional, praktek bisnis dan aktivitas lokal AS, hukum ekonomi dan ekspor dan impor internasional, dan tanggung jawab sosial bagi pengusaha.
Kesuksesan tidaklah datang dengan tiba-tiba.
Lima belas tahun yang lalu, Tatik Winarti yang hanya lulusan SMA Yayasan Pengembangan Pendidikan Indonesia Surabaya tahun 1988 hanyalah seorang ibu rumah tangga yang menggantungkan nasibnya dari penghasilan suaminya, Yudha Dharmawan (41) yang bekerja di perusahaan perkayuan CV Sekar Jati Surabaya dengan penghasilan Rp 600 ribu per bulannya.
Saat itu kehidupannya sangat minim. Satu-satunya aset yang ia miliki hanyalah sebuah mesin jahit seharga Rp 250 ribu. Saat ini mesin pertamanya tidak bisa digunakan lagi dan ditawar pedagang barang bekas seharga Rp 10 ribu.
Rumah tinggal sekaligus rumah produksi yang ia tempati hingga saat ini masih berstatus rumah milik keluarga. Tatik juga tidak memiliki tabungan, passive income dan asuransi padahal ia harus membayar pajak, biaya sekolah ketiga anaknya (sekarang jadi empat, satu baru berusia 16 bulan), dan pengeluaran kebutuhan lainnya.
Untuk mengisi waktu luangnya, Tatik membuat kerajinan tangan, seperti vas bunga, tempat lilin, sarung bantal, penutup kursi, tempat tisu, taplak, penutup Aqua, seprai, gorden, baju, hingga tas perempuan dengan dengan bahan-bahan sisa rumah tangga, seperti kain perca atau kain sisa, botol bekas kecap, tempat selai, kaleng, dan beberapa barang sisa lainnya.
Tanpa ia sadari, banyak kerabat dan tetangga sekitar rumahnya mengagumi hasil karyanya dari barang sisa tersebut. Ia pun berinisiatif membuka usaha kerajinan tangan di rumahnya.
Suaminya tidak terlalu berharap banyak atas usahanya yang dijalankan oleh Tatik yang belum banyak "makan garam" berbisnis kerajinan tangan. Apalagi sulit bagi Tatik untuk mendapatkan modal dari pihak perbankan karena ia tidak mempunyai aset yang dapat dijaminkan kepada pihak bank.
"Saya harus mencoba optimis karena ada cara lain untuk menambah penghasilan keluarga dan membuat keluarga bahagia kalau tidak dengan berbuat hal-hal yang kecil yang bisa dikerjakan terlebih dahulu, " katanya.
Selang dua tahun kemudian, usahanya pun menuai hasil. Pembeli bahkan pemesan produknya pun melimpah. Dengan modal yang kecil, ia mendapatkan hasil yang maksimal. Tahun 1997, ia mendapatkan omset Rp 5 juta per bulan dari hasil penjualan kerajinan tangannya.
Untuk mensiasati seretnya pinjaman dari bank, omset yang didapatkannya itu dibelanjakan untuk membeli beberapa mesin jahit. Ia pun mulai merekrut tenaga kerja bukan penyandang cacat dengan sistem borongan. Karyawan hanya diberikan upah sesuai dengan jumlah barang yang diselesaikan.
Akan tetapi jalan menuju kesuksesan yang harus dilaluinya tidak selalu mulus.
Ketika Indonesia didera krisis moneter tahun 1998 yang membuat harga bahan pokok pun melambung tinggi, daya beli masyarakat menurun drastis, dan banyak usaha yang kolaps justru tidak mempengaruhi usaha Tatik. Ia pun lalu menampung korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk bekerja di rumah produksinya.
Namun pertengahan tahun 1999, ia didera masalah. Sebagian besar karyawannya hengkang dari rumah produksnya karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain dengan harapan mendapatkan pendapatan yang lebih baik ketimbang bertahan sebagai pengrajin kain perca.
Insyiah salah satu penyandang cacat di Surabaya bersama dengan beberapa penyandang cacat lainnya datang bertemu Tatik untuk memberikan semangat untuk meneruskan usaha handicraft. Mereka yang minta agar Tatik menurunkan ilmunya kepada penyandang cacat pun mulai bekerja bersama dengan Tatik meneruskan usahanya.
Hingga akhirnya, sampai saat ini, usaha Tatik tetap eksis dengan omset 20-25 juta per bulannya. 30 persen omsetnya itu didapatkannya dari kontribusi penjualan produknya di Malaysia, Singapura, negara-negara Arab, Brasil hingga Eropa.
"Mereka (penyandang cacat) itulah yang memberikan saya semangat untuk keluar dari krisis, " katanya.
Saat ini, Tatik memiliki 45 karyawan yang seluruhnya penyandang caat. Tatik pun juga memiliki 60 mesin jahit, 10 diantaranya merupakan sumbangan individu maupun organisasi atau perusahaan. Jumlah seluruh aset yang ia miliki bernilai Rp 150 juta, termasuk mobil pick-up dan peralatan industri lainnya.
Kehidupan Tatik pun jauh lebih baik dibandingkan lima belas tahun lalu. Ia kini telah memiliki tabungan keluarga dan jaminan asuransi kesehatan dan jiwa. Untuk mengembangkan usahanya, Tatik berniat mengurus sertifikat kepemilikan rumah yang saat ini berstatus milik keluarga ke milik pribadi dengan cara pengalihan kredit rumah. Jika proses alih kredit itu berhasil, rumah tersebut akan ia jaminkan sebagai kredit usaha.
Sunday, June 15, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 11:53 PM 2 comments
Labels: Indonesian Version
Usaha Sampoerna Memberdayakan Masyarakat
Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna tidak hanya mendidik serta mendorong semangat usaha secara mandiri, tetapi juga mampu mengubah perilaku positif usahawan yang menjadi binaannya.
PPK Sampoerna yang didirikan diatas lahan seluas kurang lebih 10 Hektar di desa Gunting Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan Jawa Timur tersebut merupakan salah satu program Corporate Social Responbility (CSR) dari PT HM Sampoerna Tbk.
Empat tahun lalu, Kaiman (48) salah satu warga desa Bulukandang Kecamatan Prigen Pasuruan hanyalah seorang sopir angkutan umum dengan penghasilan tidak kurang dari Rp 600 ribu per bulannya. Namun kini, nasibnya telah berubah. Penghasilannya saat ini lebih dari Rp 10 juta per bulannya.
"Saya telah memiliki rumah dan mobil pribadi untuk usaha. Keluarga saya kini jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan sebelumnya, " katanya kepada The Jakarta Post.
Kaiman mengaku kunci suksesnya tidak lain karena kuatnya keinginan untuk merubah nasib hidupnya.
Sekitar akhir tahun 2004 lalu, Kaiman mengikuti sebuah training kewirausahaan yang diadakan oleh Sampoerna di lokasi PPK yang hanya berjarak tidak kurang dari 10 kilometer dari desanya. Ia ikut kegiatan itu karena Sampoerna tidak memungut biaya kepada pesertanya.
Program yang diadakan selama dua hari itu, Kaiman banyak berdiskusi dengan trainer Sampoerna tentang cara memulai usaha baru. Ia pun mengusulkan puluhan ide rencana usaha yang akan dikerjakanya, tetapi hanya satu ide saja yang menurut trainer itu possible untuk dikerjakan di desa tempat Kaiman tinggal.
Di desa tempat tinggal Kaiman yang berpenduduk 3.983 jiwa itu banyak dijumpai unit industri pemotongan kayu gergajian. Sisa kayu gergajian tersebut ternyata bisa diolah kembali menjadi salah satu media perkembangbiakan budidaya jamur tiram (Pleurotus ostreatus).
Kaiman pun mengikuti program tambahan budidaya jamur Tiram di Sampoerna. Ia mulai belajar membuat media tanam hingga proses pengembangbiakan jamur tersebut.
Akhirnya, awal tahun 2005, ia menyatakan berhenti dari pekerjaan lamanya dan memilih berkonsentrasi sebagai petani jamur tiram. Sampoerna pun membantu dalam segi permodalan, namun bukanlah berbentuk cash money melainkan berupa penyediaan bibit serta ratusan media tanam bagi jamur tiram.
"Saat itu saya hanya berpikir bahwa usaha jamur tiram harus berhasil karena tidak ada lagi pekerjaan lain yang saya punya. Siang dan malam saya mencoba dan terus mencoba, " katanya.
Selain membantu segi permodalan, Sampoerna juga menyediakan seorang pendamping yang membantu Kaiman menjalankan usahanya.
Usaha yang digeluti Kaiman benar-benar fantastis karena hanya berselang waktu enam bulan saja budidaya jamurnya telah berkembang. Kegemilangan usaha Kaiman pun akhirnya diadopsi oleh tetangga sekelilingnya.
Saat ini telah ada 30 orang yang berusaha di bidang yang sama. Seluruh usahawan itu pun kemudian dikumpulkan dalam satu kelompok usaha budidaya dan Kaiman didapuk menjadi koordinator kelompok itu.
Dalam kelompok jamur itu, seluruh usahawan secara rutin mengadakan pertemuan. Sampoerna terus melakukan pendampingan di kelompok itu. Selain pendampingan strategi marketing, seorang pendamping pun juga banyak memberikan konsultasi tentang masalah-masalah non bisnis.
"Selain usaha maju, saya juga telah berhenti dari kegemaran berjudi. Dulu memang desa ini terkenal dengan sebutan desa narapidana karena banyak penduduk desa yang tertanggap polisi karena tindakan kriminal dan perjudian, " katanya.
Kaiman mengatakan dari 12 karyawan yang bekerja di tempatnya, mayoritas merupakan bekas narapidana yang baru keluar dari penjara. Ketika ia kembali di desanya, Kaiman memperkerjakan mereka agar bisa mendapatkan penghasilan dan tidak lagi mencuri kendaraan bermotor hanya karena tidak bisa membeli makanan.
Kaiman berharap karyawan yang bekerja di tempatnya itu bisa membuka usaha serupa di lain tempat setelah mendapatkan pengetahuan tentang budidaya jamur darinya.
Boediono (43) juga merupakan petani jamur tiram binaan Sampoerna. Sebelum bertani, lelaki yang tinggal di desa Pendem Kota Batu Malang dulunya merupakan pengangguran.
Sama halnya dengan Kaiman, saat ini Boediono bersama dengan sembilan orang pengangguran lainnya di desanya juga berhasil membudidayakan jamur tiram setelah mengikuti training di PPK Sampoerna. Usaha Boediono dan rekan-rekannya itu bernama kelompok petani Maligus,--singkatan dari Makarti Amrih Lilaning Gusti yang artinya bekerja dengan senantiasa berdoa kepada Allah.
Usaha Boediono ini dikelola secara kelompok yang memulai usahanya sejak bulan November 2007. Mulai saat dibentuk hingga saat ini, dari penjualan media tanam, jamur mentah hingga jamur olahan, kelompok usaha ini telah memperoleh keuntungan Rp 40 juta.
"Keuntungan itu belum termasuk keuntungan yang telah dibagikan kepada sembilan anggota kelompok yang per bulannya mendapatkan Rp 1 juta per bulannya, " katanya.
Manager Community Development PT HM Sampoerna Tbk, Yustinus Harisetiawan mengatakan dari 700 kelompok usaha binaan Sampoerna yang tersebar di Jawa Timur memang tidak semua berhasil seperti yang dilakukan oleh kelompok Kaiman dan Boediono.
"Kami hanyalah berperan sebagai fasilitator dan keberhasilan terletak dari usaha masing-masing individu. Namun dalam program Comdev ini, perubahan perilaku masyarakat yang menjadi ukuran dari keberhasilan sebuah program, " katanya.
Saat ini Sampoerna, kata Yustinus, juga mencoba mengubah perilaku petani padi dengan System of Rice Intensification (SRI), sebuah tehnik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi hingga 100 persen dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, air, tanah dan unsur hara.
Metode SRI yang pertama kalinya ditemukan tahun 1983 di Madagascar oleh biarawan Yesuit asal Perancis FR Henri de Laulani tersebut terbukti mampu menghemat air untuk kepeluan irigasi dan ramah lingkungan karena menggunakan pupuk organik.
"Saat ini telah membina puluhan petani di Pasuruan untuk menerapkan metode itu. Kami melakukan training di PPK secara rutin, seperti dengan cara budidaya padi hingga pembuatan pupuk organik ramah lingkungan, " katanya.
Beberapa fasilitas yang ada di PPK Sampoerna itu meliputi Areal Pertanian Terpadu yang terdiri dari unit kandang sapi berkapasitas 12 ekor, unit kandang kambing berkapasitas 20 ekor, unit pembuatan pupuk organik dengan mesin pembuat kompos hingga bokasi dan silase, enam petak kolam ikan, lahan hortikultura seluas 4 hektar dari jenis tanaman sayur hingga tanaman hias, unit rumah kaca, dan unit pengolahan pangan dan hasil pertanian.
Selain itu, di PPK juga terdapat bengkel otomotif, dua ruang pelatihan berkapasitas 40 orang, Unit bisnis kecil dan pengembangan pasar, perpustakaan, asrama, pendopo dan fasilitas pendukung lainnya. (INDRA HARSAPUTRA)
Saturday, May 17, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 8:38 PM 0 comments
Labels: Indonesian Version
Goresan Hitam dan Putih Tato (ist)
Tato melambangkan sebuah kehidupan baik dan buruk. Di salah satu sisi kalangan profesional mencoba merubah image tato yang lekat dengan dunia kriminalitas, prostitusi dan narkoba. Namun di sisi lain, kaum preman dan pelaku prostitusi mempertahankan kekuasaannya melalui simbol tato.
Awal Mei lalu, tepatnya di Tunjungan Plaza Surabaya digelar Festival Tato. Meskipun 'pesta' yang diadakan oleh komunitas tato untuk para penggemar tato ini bukanlah yang pertama diselenggarakan, namun acara kali ini jauh lebih banyak menyedot animo masyarakat. Selain menyuguhkan adegan atraktif penuh tantangan, dimana tubuh kekar Libhed Ronald Kayado (33), owner The Big Bodyguard ditato oleh 15 seniman tato dalam waktu yang bersamaan. Pihak penyelenggara juga memberikan potongan hingga 50 persen harga tato yang biasanya dipatok seharga Rp 250 ribu sampai Rp 3 juta.
"Selain penggemar tato lama, juga banyak penggemar tato baru yang ingin tubuhnya di tato secara permanen, " kata Ketua Komunitas Tato di Surabaya, Yoshua Jimmy kepada The Jakarta Post.
Ia mengatakan dalam festival kali ini, jumlah pemesan tato rata-rata berjumlah 20 orang dalam sehari. Ini jauh berbeda dengan festival tahun lalu, paling banyak 10 orang per harinya.
"Tato semakin banyak digemari. Bahkan ternyata hampir 70 persen pemesan tato itu berasal dari kaum perempuan, " kata Ketua Komunitas Tato di Surabaya, Yoshua Jimmy kepada The Jakarta Post.
Siskalia (19), salah satu perempuan yang bekerja sebagai frontliner dealer Telkomsel, misalnya, ia bukanlah penggemar baru seni tato. Ia ikut larut dalam antrian pemesan.
"Anda boleh memotret tato di bagian dada saya, tetapi tolong jangan perlihatkan muka saya, " katanya.
Siska,--demikian panggilan akrabnya--, mengaku tato bisa menambah keindahan bagi tubuhnya. Ia merasa lebih seksi dengan tato bergambar motif bunga.
Selain di bagian dada, Siska yang mengaku menggemari tato sejak berusia 16 tahun itu, juga mempunyai tato di bagian lengan tangan kanan, punggung dan bagian pangkal paha.
"Anda boleh memotret tato di bagian dada saya, tetapi tolong jangan perlihatkan muka saya, " katanya.
Siska,--demikian panggilan akrabnya--, mengaku tato bisa menambah keindahan bagi tubuhnya. Ia merasa lebih seksi dengan tato bergambar motif bunga.
Selain di bagian dada, Siska yang mengaku menggemari tato sejak berusia 16 tahun itu, juga mempunyai tato di bagian lengan tangan kanan, punggung dan bagian pangkal paha.
Tidaklah mudah bagi Siska untuk menyakinkan keluarganya untuk menerima tato sebagai bagian dari gaya hidup. Orang tuanya sempat protes keras terhadapnya, namun dengan pendekatan yang intens saat ini kedua orang tuanya menyetujui tato-tato Siska dengan catatan tidak diperlihatkan di depan umum.
"Anda tahu kan, image perempuan bertato itu lekat dengan dunia prostitusi dan narkoba, " katanya.
Diakui atau tidak, demikian pandangan sebagian orang Indonesia terhadap tato. Padahal image tersebut tidaklah benar seratus persen, sebab tidak semua Pekerja Seks Komersial (PSK) di Surabaya itu bertato.
Juga tidak dapat dipungkiri beberapa diantara mereka memang bertato.
"Bagi saya, tato merupakan alat memunculkan gairah seksual. Banyak pelanggan saya yang suka dengan tato ini, " kata Erni, salah satu PSK yang sering mangkal di salah satu hotel berbintang di Surabaya.
Erni yang masih tercatat berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya itu mengaku mempunyai dua tato di bagian payudaranya dan pangkal paha.
Untuk menghindari miss image itu, banyak perempuan serta orang tua yang memilih menghindari tato. Antok (44), misalnya, wartawan senior sebuah harian di Jakarta yang tangan kanannya bertato sejak remaja tegas melarang putrinya untuk ditato.
"Indonesia berbeda dengan di Eropa atau Amerika. Di sini nilai dan norma masih dipegang teguh oleh masyarakat. Saya tidak mau justru anak perempuan saya dikucilkan dari masyarakat, " kata Antok.
Sebagian besar artis juga menganggap seni tato menjadi salah satu bagian dari ekspresi diri. Artis perempuan mancanegara seperti Pamela Anderson sering memamerkan tato dalam setiap pose seksinya di media massa. Meskipun saat ini, Pamela berusaha menghilangkan seluruh tato di tubuhnya karena tato di atas kulit keriput tuanya membuat ia tidak lagi percaya diri. Gara-gara tato itu pula Pamela tertular hepatitis C saat membuat tato bersama mantan suaminya Tommy Lee.
Di Indonesia, sebagian artis perempuan juga bertato, namun memilih menghindari gaya Pamela yang gemar berpose dengan tubuh bertato itu. Sebut saja Ayu Azhari, Becky Tumewu, Karenina, Cut Keke yang lebih banyak menutup tato di tubuhnya.
Selain karena pencitraan yang salah di mata masyarakat, tato dipandang sebagian kaum agamis bertentangan dengan nilai-nilai agama. Pandangan ini pun juga berlaku di di negara Saudi Arabia yang saat ini sebagian kaum muda di negara kaya minyak itu gemar akan tato.
Islam dan Nasrani menyatakan tato itu haram hukumnya.
Dalam fatwa Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-'Abbad dalam Pelajaran Sunan Abi Dawud Kitab Az-Zinah, Bab La’nul wasyimah wal mustausyimah, 8/572 menyebutkan Tato itu haram dan bertambah keharamannya ketika seseorang menggambar sesuatu yang haram seperti hewan-hewan.
"Barangsiapa melakukannya lalu tahu hukumnya hendaknya beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jika bisa menghilangkannya tanpa menimbulkan mudarat maka semestinya itu dihilangkan, " demikian bunyi fatwa itu.
Dalam surat An-Nisa 119 juga menyebutkan ".........aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Makna mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menurut seorang tabi’in Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu dalam Tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari, 4/285, Tafsir Ibnu Katsir, 1/569 adalah dengan mentato tubuh.
Sedangkan dalam ajaran Nasrani disebutkan dalam Imamat 19 : 28, "Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah TUHAN”
Selanjutnya disebut pula “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Korintus 10:31).
Pemimpin Vihara Berkah Utama Surabaya, Bhikkhu Teja Punno Thera mengatakan dalam ajaran Buddha, tidak pernah melarang maupun menganjurkan mentato tubuh. Memang, banyak Bhikkhu di Thailand yang bertato, namun mereka mentato tubuh mereka jauh sebelum mereka menjadi bhikkhu.
"Tato bukanlah sebagai fashion di sana. Dalam masyarakat di Thailand memang percaya tato bisa mengusir roh jahat, " katanya kepada The Jakarta Post.
Meskipun tegas diharamkan, toh tetap saja perempuan penggemar tato di Indonesia tetap banyak, tidak sebatas umur dan salah satu profesi aja.
"Tato merupakan keindahan, dan bagi saya hubungan dengan Tuhan merupakan tanggung jawab pribadi saya dengan Sang Pencipta. Sama halnya dengan pertanyaan apakah semua perempuan berjilbab nantinya dapat masuk surga?", kata Merry, salah satu manager keuangan di perusahaan kontraktor di Surabaya yang di beberapa bagian tubuhnya telah ditato.
Pria lebih Terbuka
Dibandingkan dengan perempuan, lelaki lebih leluasa dengan tatonya. Ini karena tubuh lelaki tidak seperti tubuh perempuan yang dipandang kaum agamais memeliki aurat yang tidak boleh diperlihatkan.
Arief Julianto (38), petugas security Sahid Hotel Surabaya mungkin salah satu atau bahkan satu-satunya petugas keamanan di Surabaya yang selalu menampakkan tatonya ketika bertugas.
Dua tato, di bagian kaki dan punggung tertutupi pakaian dinasnya, tetapi tato di bagian tangannya tidak bisa Arief sembunyikan dari penglihatan orang.
"Tato ini bukanlah untuk memamerkan keperkasaan ataupun kegarangan seorang petugas keamanan, melainkan ini menjadi bagian dari aksesori fashion layaknya sebuah perhiasan, " kata Arief sambil memamerkan tindik di bagian lidahnya.
Arief yang mentato bagian punggungnya saat ia duduk di bangku SMA di seniman tato Surabaya tahun sekitar 1990 dan bagian kaki kiri sehari sebelum Bom Bali II tahun 2005 pada seniman tato Bali itu mengaku pimpinan tempat ia bekerja tidak mempermasalahkan jika ia menampakkan tatonya ketika bekerja.
"Memang dulunya pimpinan saya itu gerah dengan tato milik saya dan ia menanyakan alasan tato ini. Tetapi saya berhasil menyakinkannya bahwa kualitas seseorang bukanlah dilihat dari tato melainkan otaknya, " katanya.
Arief teringat peristiwa kelam dunia tato, di tahun 1980-an saat terjadi peristiwa pembunuhan misterius terhadap ribuan orang gali (penjahat kambuhan) di berbagai kota di Indonesia. Mereka yang menjadi korban petrus mayoritas memiliki tato.
Soeharto (mantan presiden) dalam otobiografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (PT. Citra Lamtorogung Persada, Jakarta, 1989), mengatakan bahwa petrus (penembakan misterius) itu memang sengaja dilakukan sebagai treatment, tindakan tegas terhadap orang-orang jahat yang suka mengganggu ketentraman masyarakat.
"Saya tidak dapat memungkiri bahwa sampai saat ini banyak pelaku kriminal yang bertato. Tetapi saya bukanlah pelaku kriminal. Saya hanya ingin orang melihat bahwa tato tidak selamanya milik orang jahat, " katanya.
Beberapa mantan narapidana menuturkan sebagian besar pelaku kriminal kambuhan atau sering keluar masuk penjara itu bertato. Bagi mereka tato merupakan simbol atau tanda dari kelompok mereka. Sebuah kelompok itu bisa saja terbentuk di dalam penjara, dan sebagai tanda 'peresmian' akan kelompok itu, mereka yang menjadi anggota ditato secara bergantian di dalam sel penjara.
Beberapa sumber di kepolisian juga mengatakan tato bisa digunakan polisi untuk mengindentifikasi seseorang yang menjadi pelaku kriminalitas atau korban pembunuhan. Polisi juga mempunyai daftar kelompok tertentu dengan gambar tato yang khusus pula.
Kelompok musik pendatang baru, Blingsatan yang terdiri dari tiga personil laki-laki yang dalam album kedua mereka banyak menonjolkan berbagai ragam bentuk seni tato. Mereka secara terang-terangan mempromosikan tato sebagai gaya hidup anak band yang cinta damai dan jauh dari tindakan kriminalitas.
Begitu pula dengan rocker, vokalis grup musik Boomerang Roy Jeconiah selalu menunjukkan tatonya dalam setiap konser musiknya menunjukkan identitas bahwa tato juga milik penggemar musik rock yang jauh dari dunia narkoba.
Beberapa penelitian psikologi tentang fenomena tato menyebutkan bahwa pengguna tato dengan konsep diri negative mempunyai sikap sangat peka terhadap kritik, mudah tersinggung, mudah marah, cenderung mencela, mengeluh atau meremehkan apapun dan siapapun, hiperkritis, pesimistik, dan sulit bergaul dengan orang lain karena ia menganggap orang lain itu musuh yang tidak bisa menerima dirinya.
Sedangkan pengguna tato dengan konsep diri positif mempunyai sikap mencoba mengatasi masalah dengan tato yang ada di tubuhnya, merasa setara dengan anggota masyarakat yang lain karena tato di tubuhnya bukanlah alasan merasa diri lebih rendah dari anggota masyarakat yang lain, dan mampu menghargai perbedaan. (Naskah dan foto by Indra Harsaputra)
Thursday, May 15, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 7:32 PM 3 comments
Labels: Indonesian Version
Gaji Kecil, Waspada Tumor Otak
Bekerja merupakan hal yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa mendapatkan gaji yang cukup dan sesuai untuk mencukupi kebutuhan hidup. Bagaimana bila tidak cukup?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Michigan, AS, ada kaitan antara sedikitnya uang yang didapat dengan risiko terkena tumor otak. Jadi Anda yang bergaji rendah harus lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan kalau tidak mau terkena tumor otak.
Penelitian yangg dipimpin oleh dr Paula Sherwood ini dilakukan terhadap mereka yang terdiagnosa tumor otak di Michigan pada 1996-1997. Selain itu juga terhadap orang-orang yang berusia antara 25-84 tahun.
Hasilnya, sebanyak 8,1% dari 100.000 orang menderita tumor otak. Penelitian ini dimuat dalam Jurnal Neurologi, baru-baru ini.
Laki-laki yang menerima tunjangan kesehatan rakyat miskin dan berusia di bawah 44, berisiko terkena tumor otak empat kali lebih besar ketimbang mereka yang berusia sama dari kalangan berada.
Sedangkan perempuan penerima tunjangan kesehatan di bawah usia 44 berisiko kanker otak dua kali lebih tinggi dibanding yang tidak menerima tunjangan sama.
"Kemiskinan dapat mempercepat terjangkitnya tumor otak di antara mereka yang berisiko secara biologis," dr Sherwood memaparkan kesimpulannya.
Berbagai studi menunjukkan bahwa risiko kanker otak kemungkinan terkait dengan peningkatan pendapatan pada mereka yang hidupnya berada.
Tumor otak merupakan penyakit yang paling ditakuti manusia, sebab otak merupakan organ yang sangat penting bagi kehidupan. Faktanya, manusia berbeda dari makhluk hidup lain karena fungsi otaknya.
Hingga kini, tumor otak merupakan jenis penyakit yang belum dapat diatasi sepenuhnya oleh ilmu pengetahuan kedokteran, terutama bila jenisnya ganas.
Namun demikian, diagnosis tumor otak tidak selalu berarti vonis kematian bagi penderitanya. Teknik diagnosa dan pengobatan dalam ilmu kedokteran akan terus berkembang serta disempurnakan. Maka harapan para penderitanya pun semakin meningkat. (AP/Beritajatim.com)
Saturday, May 10, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 4:43 AM 0 comments
Labels: Indonesian Version
Semangat Kerja Tunanetra Mengais Rejeki
Meskipun telah beberapa kali menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja, Yadi Hermayadi (35), penyandang cacat tunanetra tidak pernah berputus asa untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Saat ini, Yadi warga Kampung Taraju Kabupaten Tasikmalaya bekerja di Surabaya sebagai penjual aksesori perlengkapan wanita keliling. Ia tinggal di kontrakan rumah petak di kawasan Pasar Turi Surabaya bersama beberapa rekannya, kedua anak dan istrinya yang tidak bekerja ditinggalkannya di kampung halaman.
"Sudah dua bulan saya tidak bertemu dengan keluarga saya. Penjualan lagi sepi sehingga saya belum punya biaya untuk pulang ke kampung halaman, " katanya kepada The Jakarta Post.
Hari itu, 'dewi fortuna' belumlah memihak Yadi. Dari pagi hingga siang hari belum satupun dagangan itu laku terjual. Padahal ia telah berjalan kurang lebih 20 kilometer sambil membawa beban dagangannya sekitar 10 kilogrammenyusuri kota Surabaya yang tengah disengat panasnya terik mentari.
Namun, ia masih saja bersyukur karena siang itu ia bisa membeli nasi bungkus setelah tiga hari lamanya ia tidak makan. Penghasilannya memang telah dikirimkan ke keluarganya melalui jasa pos dan giro.
"Sudah tiga hari saya hanya makan buah nangka yang belum matang yang saya petik dari pekarangan rumah milik salah satu warga di daerah Surabaya, " katanya sambil melahap nasi bungkus di pinggir jalan depan Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur di Jl Ahmad Yadi Surabaya.
Sekitar tahun 1995-an, Yadi pernah bekerja di salah satu perusahaan sepatu nasional di Tangerang sebagai cleaning service dengan upah sebesar Rp 500 ribu per bulan. Namun ia di PHK lantaran krisis keuangan di perusahaan itu. Tahun 1998, ia diterima di industri sepatu di Cibaduyut Bandung Jawa Barat. Di perusahaan ini ia mengalami nasib serupa.
Setelah tidak mempunyai pekerjaan tetap, ia mencoba menjadi pemulung barang bekas sambil mencoba melamar pekerjaan di perusahaan lain. Mata sebelah kanan yang buta akibat kesalahan medis waktu kecil menjadi kendala utama mencari pekerjaan.
"Saya sempat beberapa kali ditolak bekerja di beberapa perusahaan karena kondisi tubuh dan tidak mempunyai ijasah sekolah dasar. Saya pernah berpikir menjadi tenaga kerja Indonesia di negara asing, tetapi saya tidak punya modal, " katanya.
Yadi memang tidak pernah sampai lulus Sekolah Dasar. Kondisi perekonomian keluarga dan juga kondisi fisik tubuhnya menjadi alasan utamanya.
Sampai akhirnya, sekitar tahun 2000-an, ia pun diajak oleh salah satu rekan untuk menjual perlengkapan aksesori wanita seperti jepit rambut, ikat rambut dan lain-lain di Surabaya.
Dalam sebulan, Yadi biasanya mendapatkan penghasilan sebesar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. Uang ini didapatkannya dari komisi dari total penjualan yang diberikan oleh makelar pemilik modal usaha beserta dengan peralatan penjualan.
"Tetapi khusus bulan ini penghasilan saya hanya Rp 200 ribu karena memang penjualannya sepi, " katanya.
Untuk menambah penghasilan, Yadi pun menjadi pemulung barang bekas. Pekerjaan ini dilakukannya sambil berjualan. Pendapatannya sebagai pemulung rata-rata hanya Rp 100 ribu per bulannya.
Setelah menghabiskan makanan bungkus, ia pun bergegas pergi sambil membawa dagangannya.
"Maaf, saya harus bekerja lagi demi anak dan istri saya. Doakan saja nasib ini berubah, " katanya. (INDRA HARSAPUTRA)
Wednesday, April 30, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 11:30 PM 1 comments
Labels: Indonesian Version
Orang Miskin Minum Air Tercemar
Masyarakat miskin di perkotaan terpaksa mengkonsumsi air tercemar karena kesulitan mendapatkan air bersih. Penderitaan mereka itu terus berlanjut sampai tahun 2025 ketika Surabaya diprediksikan akan mengalami defisit air bersih.
Jadi orang miskin di Indonesia benar-benar ngenes !
Mahmud (40), tinggal di rumah semi permanen bantaran sungai Kali Surabaya bersama istri dan dua orang anaknya selama puluhan tahun lamanya. Ia bukanlah penduduk asli Surabaya, melainkan seorang pendatang dari desa yang tinggal tanpa identitas kependudukan resmi.
Pekerjaannya pun tidaklah tetap. Kadangkala ia bekerja sebagai pemulung sampah, bahkan sesekali ia menjadi kuli bangunan. Penghasilannya pun hanya Rp 10.000,- per harinya. Sedangkan istrinya tidak bekerja.
Di Surabaya, ia sangat bergantung pada air sungai Kali Surabaya, yang akhir-akhir ini mendapatkan perhatian dari semua pihak setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa haram mengkonsumsi Kali Surabaya lantaran telah tercemar, baik itu limbah industri, rumah tangga, maupun bangkai sisa satwa peliharaan.
Kali Surabaya merupakan sungai lintas Kota /kabupaten yang melalui wilayah 4 kota/kabupaten Mojokerto, Sidoarjo, Gresik dan Surabaya. Sungai sepanjang kurang lebih 41 Km ini memiliki 3 anak sungai, Kali Marmoyo, Kali Tengah dan Kali Pelayaran. Kali Surabaya memiliki peran penting bagi Surabaya karena 95% bahan baku PDAM Kota Surabaya diambil dari Kali Surabaya
Berdasarkan Kajian Menteri Pekerjaan umum dan Perum Jasa Tirta pada tahun 1999 Surabaya dalam River Pollution Control Action Plan Study menunjukkan Selain limbah industri Kali Surabaya harus menampung beban pencemaran domestik di sepanjang kali Surabaya sebesar 75,5 ton/hari, dengan rincian Mojokerto 14,84 ton/hari, Sidoarjo 26,00 ton/hari, Gresik 0,93 ton/hari dan Surabaya 33,73 ton/hari.
Akibat adanya limbah itu, beberapa riset menyimpulkan bahwa Kali Surabaya sudah tercemar E-Coli. Salah satunya, penelitian Kementrian Lingkungan Hidup tentang pemantauan Terpadu Kualitas Air Sungai di Jawa Timur 2005 menunjukkan bahwa Bakteri E-Coli di dua daerah sepanjang Kali Surabaya (Karang Pilang dan Ngagel/jagir mencapai 64000 sel bakteri/100 ml , sedangkan di intake Kali Pelayaran E-Coli di air mencapai 20000 sel bakteri/100 ml).
Sedangkan peneliti salah satu NGO Lingkungan, Dhani Arnanta menunjukkan bahwa kandungan e coli di badan air Kali Surabaya sebanyak 11. milyar – 1600. milyar sel bakteri/100 ml contoh air.
Padahal sebagai bahan baku air minum jumlah E-Coli dalam air tidak boleh melebihi 1000 sel bakteri/100 ml contoh air menurut PP 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Tingginya tingkat pencemaran di Kali Surabaya memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal di sepanjang Bantaran Kali Mas, Data RSUD Dr Soetomo menyebutkan 2-4% penduduk yang terdiri dari anak-anak (0 – 18 tahun) mengidap kanker, 59% adalah kanker leukimia, Neuroblastoma (Kanker syaraf), Limfoma (Kanker kelenjar getah Bening), dan Tumor Wilms (Kanker ginjal).
Tetapi, Mahmud tidak peduli dengan semua itu. Di sungai inilah, Mahmud tidak hanya mandi, melainkan air sungai juga dipakai untuk memasak dan minum.
"Biarpun tercemar saya tetap akan tinggal disini. Kalau saya beli air bersih seharga Rp 5 ribu per hari saya tidak mampu karena penghasilan yang minim, " katanya.
Mahmud, bukanlah satu-satunya warga miskin di Surabaya yang sulit mendapatkan air bersih karena kondisi ekonomi. Ada ratusan warga miskin lainnya yang belum mendapatkan air bersih juga masalah serupa.
Di Jawa Timur, berdasarkan data Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2006, menyatakan hanya 2,6 persen dari jumlah penduduk sebesar 29,2 juta jiwa yang memperoleh air bersih dari jaringan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Dari jumlah tersebut, air bersih hanya didapatkan oleh mayoritas warga di perkotaan seperti Malang, Surabaya Sidoarjo, Mojokerto dan beberapa lainnya. Meskipun demikian, bukan berarti semua warga yang tinggal di perkotaan mendapatkan air bersih.
Sedangkan khusus di daerah yang tidak terjangkau layanan PDAM itu, seperti di Blitar, Ngawi, Gresik, Kediri, Kabupaten Malang dan beberapa daerah lainnya, masyarakat mendapatkan air bersih dari sumur galian, air sungai dan mata air.
Di daerah tertentu, misalnya di Kecamatan Kedung Kandang Kabupaten Malang, sebelum dibangun sumur air oleh Institut Tehnologi 10 November Surabaya (ITS), warga harus mengeluarkan uang untuk membeli air bersih dengan harga Rp 90 ribu sampai Rp 100 ribu per bulannya.
Warga di Kedung Kandang itu tidak mendapatkan air bersih selama bertahun-tahun karena ketidakmampuan tehnis untuk melakukan pengeboran sumur. Namun setelah dibangun instalasi air sumur oleh ITS tahun 2007, kini warga bisa mendapatkan air bersih dengan harga yang lebih murah, yaitu Rp 20 ribu per bulannya.
Demikian pula di beberapa tempat lainnya, seperti di Kecamatan Nglegok Blitar, ratusan penduduk di beberapa desa areal perkebunan tersebut juga telah menikmati air bersih dengan biaya murah setelah dibangun sarana air sumur. Sebelumnya warga di wilayah tersebut harus berjalan ratusan kilometer untuk mendapatkan air bersih.
Berdasarkan data dari PDAM, pada tahun 2005, dengan jumlah penduduk di Surabaya sebesar lebih dari 2,6 juta jiwa, rasio cakupan pelayanan air bersih mencapai 68 persen. Itu atinya sisa rasio penduduk, hingga saat ini belumlah mendapatkan pelayanan air bersih.
Ada beberapa faktor yang membuat mereka belum terlayani memperoleh air bersih PDAM. Selain karena faktor tidak sebandingnya jumlah pertambahan penduduk, baik itu karena tingginya angka kelahiran dan urbanisasi, dengan jumlah sarana dan prasarana penyaluran air minum, misalnya pipanisasi.
Ketidakmampuan warga miskin untuk membeli air bersih juga menjadi penyebab utama. Faktor lain yang juga dominan adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan lingkungan yang sehat.
Kepala Unit Pengkajian Pengembangan Potensi Daerah ITS Surabaya, Agnes Tuti Rumiati mengatakan berdasarkan survei pihak yang belum terlayani air bersih itu memang mayoritas berasal dari masyarakat miskin yang tidak mampu membayar biaya pemasangan air bersih dan biaya bulanan berlangganan.
Masyarakat miskin di perkotaan, kata Agnes, harus membayar harga yang mahal untuk mendapatkan air bersih dibandingkan dengan warga lainnya.
"Dengan pendapatan yang tidak menentu, mereka memilih mengeluarkan uang Rp 5000,- per hari untuk membeli air, daripada berlangganan air bersih dari PDAM yang tarifnya Rp 100.000,- per bulan, " katanya kepada The Jakarta Post.
Untuk meringankan beban masyarakat miskin memperoleh air bersih, World Bank memberikan bantuan kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan air bersih dengan biaya murah.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Delta Tirta Sidoarjo, Abdul Basit Lao mengatakan untuk tahap awal bantuan itu akan diberikan kepada 200 warga miskin di kelurahan Lemah Putro Sidoarjo.
"Warga miskin di tempat itu akan hanya membayar tarif untuk air bersih sebesar Rp 25 ribu atau lebih murah dibandingkan dengan tarif normal sebesar Rp 100 ribu per bulannya, " katanya.
Tarif baru PDAM bagi masyarakat miskin itu, kata Abdul, merupakan kerjasama antara World Bank dengan PDAM, dimana World Bank menyiapkan jaringan pipa dan segala infrastruktur sedangkan PDAM yang mensuplai air bersih tersebut.
Anggota Badan Pendukung Pengembangan Sistem Air Minum Departemen Pekerjaan Umum Budi Sutjahjo mengatakan untuk di daerah pedesaan, pemerintah pada tahun 2009 mentargetkan akan menambah jaringan pipanisasi air minum, sehingga 27,3 juta jiwa masyarakat di pedesaan di Indonesia dapat memperoleh air bersih. Sampai saat ini, hanya 7 juta jiwa saja masyarakat di desa yang telah menikmati air bersih.
Selain itu, pemerintah juga akan menambah jumlah pemakai di perkotaan yang saat ini mencapai 38,7 juta jiwa menjadi 45,8 juta jiwa pada tahun 2009. Sehingga secara nasional pada tahun 2009, sekitar 73,5 juta jiwa dapat memperoleh layanan air bersih.
Akan tetapi muncul tantangan baru dimana tahun 2025 mendatang, seiring dengan pesatnya laju pertambahan penduduk di Surabaya warga miskin semakin sulit mendapatkan air minum. Mereka akan kembali minum air beracun seperti yang dilakukannya saat ini.
Mengapa ?
Perum Jasa Tirta memprediksi pada tahun 2025, Surabaya akan mengalami defisit air bersih. Itu artinya, beban masyarakat miskin untuk memperoleh air bersih akan semakin mahal.
Pada tahun tersebut, dimana laju pertambahan penduduk di ketiga daerah tersebut akan bertambah menjadi lebih dari 3,04 juta jiwa dari 2,6 juta jiwa, kebutuhan air bersih mencapai 47,05 meter kubik per detik. Padahal ketersediaan air bersih hanya mencapai 39,62 meter kubik per detik.
Dengan demikian di tahun itu akan terjadi defisit air bersih sebesar 7,43 meter kubik per detik. Sampai tahun 2010, dengan ketersediaan air 39,62 meter kubik per detik, kebutuhan air bersih di Surabaya dan sekitarnya mencapai 35,41 meter kubik per detik.
Itu pun belum lagi ditambah deretan panjang kasus pencemaran sungai di Indonesia, yang menurut data dari Departemen Pekerjaan Umum, 76,2 persen dari 52 sungai di Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi telah tercemar. 11 sungai diantaranya tercemar berat.
Direktur Ecoton, salah satu NGO Lingkungan Hidup, Prigi Arisandi mengatakan selain masalah penegakan hukum terhadap kasus pencemaran sungai, juga diperlukan dukungan dari semua pihak, khususnya MUI untuk memberikan fatwa haram terhadap konsumsi air sungai yang tercemar.
"Fatwa itu merupakan bentuk dukungan moral untuk mengubah kebiasaan dan menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya sungai sebagai sumber kehidupan, " katanya.
Sementara itu, pengamat sanitasi dan air bersih ITS Surabaya Eddy Soedjono mengatakan pihak PDAM perlu melakukan perbaikan manajemen, khsususnya soal pengelolaan air bersih kepada masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik maka tingkat kebocoran pipa yang mencapai 40 persen dapat ditekan. Selain itu, masalah pencurian air juga harus menjadi perhatian.
"Seharusnya dengan kapasitas PDAM di Surabaya sebesar 7.820 liter per detik bisa mencukupi 2,6 juta penduduk di Surabaya. Bila dihitung maka rata-rata setiap penduduk bisa menikmati 255 liter per hari, " katanya.
Sebagai perbandingan dengan Amerika Serikat (AS), negara tropis lembab dengan kebiasaan belum tentu mandi dua kali saja konsumsi air bersih penduduknya sekitar 450liter per hari. Sedangkan di Surabaya, dengan konsumsi yang lebih kecil dibandingkan dengan AS harus dipakai mandi terkadang lebih dari 3 kali sehari. (INDRA HARSAPUTRA/The Jakarta Post)
Tuesday, April 22, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 9:13 PM 1 comments
Labels: Indonesian Version