Di Balik Eksotisme Alam Kawah Ijen

Indra Harsaputra
Bondowoso

Di balik keindahan panorama Gunung Ijen, gunung berbentuk danau kawah terbesar di dunia yang terletak di Bondowoso Jawa Timur ternyata menyimpan bahaya bagi masyarakat sekitar. Sedikitnya 50 ribu jiwa terancam kesehatannya akibat air asam dari danau kawah merembes ke sumur-sumur penduduk.



Seperti biasanya, sebelum memikul puluhan ton belerang, Badawi (45), salah satu pencari belerang di Kawah Ijen sedang duduk menikmati secangkir kopi arabika di sebuah warung di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso.

Di sebelah cangkir kopi terhidangkan sebotol air putih sebagai bekal berjalan kaki sejauh 4 kilometer mengambil belerang di Kawah Ijen. Air minum itu bukanlah air minum yang dikemas dalam botol kemasan melainkan diambil dari sumur milik warga sekitar.

"Kata orang disini, air sumur disini beracun karena resapan dari air danau kawah. Tetapi, saya dan bersama dengan warga lain tidak peduli dengan pengaruh air ini karena sampai saat ini kami masih sehat-sehat saja, " katanya kepada The Jakarta Post.

Badawi yang warga desa Bulusan Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi sudah lima tahun tinggal di rumah penampungan bersama dengan ratusan pekerja pencari belerang di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso. Selain minum air sumur, ia juga menggunakan air sumur untuk mandi.



Berdasarkan penelitian Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah tahun 2007 air asam di danau kawah itu itu telah merembes dan mencemari sungai dan sumur warga sekitar. Akibat pencemaran tersebut, warga terancam mengalami kerusakan gigi dan tulang . Selain itu juga menurunkan produksi pertanian.

Air yang tercemar itu saat ini bahkan telah digunakan untuk pengairan lahan sawah seluas 3.564 hektar dan sangat berpengaruhi terhadap kehidupan warga sekitar 50.000 jiwa di tiga kabupaten.

Dalam laporannya Unika Soegijapranata Semarang menyatakan sebagian besar penduduk di sekitar sungai Banyupahit dan Banyuputih yang mengkonsumsi air asam Kawah Ijen, telah mengetahui bahaya dari mengkonsumsi air yang tercemar namun, kesadaran mereka saat ini masih sangat rendah.

Penelitian itu didukung oleh Universiteit Untrech, Open Universiteit Nedherland, dan Vrije Universiteit Amsterdam yang menyebutkan air asam di kawah Ijen juga mengakibatkan keanekaragaman akan hayati menjadi rendah, serta banyaknya penduduk yang mengalami florosis gigi karena terlalu banyak kandungan fluoride pada air minum.

Dalam sebuah diskusi di Institut Tehnologi 10 November Surabaya (ITS), Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM Surono menyatakan akibat konsumsi air kawah yang meresap di sumur itu menyebabkan pertumbuhan manusia menjadi tidak normal dan akhirnya mempengaruhi umur masyarakat menjadi pendek.



Surono mengatakan pihaknya merekomendasikan kepada Gubernur Jatim dan kepala daerah setempat untuk membuat terowongan untuk mengalirkan air kawah yang bocor ke laut. Jarak kawah dengan laut sekitar 42 km.

Akan tetapi hingga saat ini rekomendasi tersebut belumlah terealisasi.

Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Kawah Ijen, alam bukanlah ancaman tetapi menjadi sahabat sejati, tempat mereka menggantungkan hidup dan mencari penghidupan. Mereka tetap mengkonsumsi air yang tercemar itu karena yakin bahwa alam tidak akan menyakiti mereka.

"Paham ini juga berlaku di masyarakat yang tinggal di pegunungan lain. Di Gunung Merapi dan Gunung Kelud misalnya mereka tetap beraktifitas meskipun kondisi alam sedang bergejolak, " kata Bagong Suyanto, pengamat masyarakat pedesaan Universitas Airlangga Surabaya.

"Kehidupan masyarakat sangatlah bergantung pada alam, dan alam dianggap sebagai rumah yang aman bagi mereka. Orang yang tinggal di pegunungan justru akan merasa terancam jiwanya ketika harus berjalan kaki menyeberang jalan di kota, " katanya.

Bagi wisatawan, baik lokal dan asing, Gunung Ijen atau yang lebih dikenal disebut Kawah Ijen tetap mempunyai daya tarik tersendiri. Kawah Ijen merupakan satu diantara gunung berdanau kawah di Indonesia. Dari sekitar 700 gunung di Indonesia, hanya 12 persen saja yang berdanau kawah, seperti Gunung Kelud Kediri Jatim, Gunung Rinjani (3.726 meter diatas permukaan laut/mdpl) di Lombok Nusa Tenggara Barat, serta kompleks Kelimutu di Flores.



Bersama dengan 12 rekannya, Nichole Anderson (34) wisatawan asal Perancis berkunjung ke Kawah Ijen setelah melihat foto-foto Kawah Ijen di salah satu situs internet. Sebelum berkunjung ke Kawah Ijen, Nichole sempat berkunjung ke Gunung Kelud yang terletak di daerah perbatasan Kediri dan Blitar Jawa Timur.

Saat ini Gunung Kelud dinyatakan berstatus siaga setelah akhir tahun lalu dinyatakan awas karena menunjukkan peningkatan aktifitas gunung tersebut. Meskipun statusnya diturunkan, namun wisatawan dilarang untuk mendekat di areal kawah Gunung Kelud yang saat ini berdiri kubah lava atau yang disebut sebagai anak Gunung Kelud setinggi 700.000 meter persegi dengan diameter 130 meter.

Kubah lava yang terbentuk itu menutupi eksotisme danau kawah gunung Kelud yang berwarna hijau cerah mirip seperti di kawah Ijen. Menurut beberapa ahli vulkanologi, kubah lava yang ada di Gunung Kelud merupakan fenomena yang unik dalam sejarah kegunungapian di Indonesia dan masih tetap berpotensi untuk pecah sehingga menimbulkan letusan gunung yang dasyat.

"Pemandangan di kawah Ijen sangat indah dan menarik. Saya telah menghabiskan waktu untuk memotret di atas sana (kawah), " katanya.



Untuk mencapai kawah Ijen saat ini tidaklah terlalu sulit ditempuh dengan kendaraan bermotor. Akan tetapi lebih baik jikalau melalui rute kota Bondowoso ke timur melalui Wonosari ke desa Sempol dan kemudian ke desa Paltuding sejauh 70 km. Rute ini lebih mudah karena melewati jalan aspal mulus ketimbang melalui kota Banyuwangi sejauh 38 km ke barat melalui desa Licin, Jambu, Paltuding yang melalui jalan makadam dengan tanjakan yang cukup curam.

Dalam perjalanan dari kota Bondowoso, wisatawan akan menikmati areal perkebunan kopi arabika dan hutan pinus milik Perhutani. Wisatawan juga dapat menikmati secangkir kopi arabika dengan harga yang murah, sekitar Rp 1500,- per gelasnya.

Setelah sampai ke Paltuding (1,600 mdpl), sebuah pos Perhutani di kaki gunung Merapi- Ijen, wisatawan harus berjalan kaki sejauh 4 meter dengan waktu tempuh sekitar 2 jam menuju Kawah Ijen. Saat perjalanan disarankan membawa bekal seperti makanan dan minuman karena medan yang harus didaki sangat berat dan melelahkan.

Namun, demi alasan keamanan, pendakian ke kawah ijen dari Paltuding ditutup selepas pukul 14.00 WIB ,karena pekatnya asap dan kemungkinan arah angin yang mengarah ke jalur pendakian.

Untuk mengejar perjalanan di pagi hari, wisatawan dapat bermalam di Guest House Perkebunan Kopi PTP Nusantara XII di Kalisat, Jampit. Guest house ini terletak didalam kompleks perumahan perkebunan pada ketinggian sekitar 1,200 mdpl. Selain itu juga tersedia Pondok Wisata di Paltuding yang cukup bersih, atau membuka tenda di bumi perkemahan Paltuding.



Wisatawan juga perlu membawa bekal masker, kacamata atau saputangan basah untuk menangkal asap beracun yang keluar dari kawah. Tetapi wisatawan tidak perlu kuatir untuk kesasar asalkan mengikuti jalan setapak yang dilalui oleh penambang belerang.

Sesampainya di puncak, kita dapat melihat langsung kawah berwarna hijau tosca yang berda di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah seluas 5.466 hektar itu itu berdinding kaldera setinggi 300-500 meter. Air kawah danau Ijen yang volumenya 200 juta meter kubik itu panasnya mencapai 200 derajat celcius dan memiliki derajat keasaman nol. Keasamannya danau kawah yang dalamnya 200 meter itu cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.

Wisatawan memang dilarang mengambil bahkan membeli belerang yang dipikul oleh penambang belerang. Meskipun demikian, wisatawan dapat membawa pulang cinderamata berbentuk aneka satwa berbahan belerang cair yang dibuat oleh penambang belerang. Harganya cukup murah, hanya Rp 2000,- sampai Rp 10 ribu per buahnya.

0 comments: