Melawan Nasib dan Mengalahkan Ketakutan

Indra Harsaputra
Mojokerto

Jangan pernah takut dan kuatir menjalani kehidupan ini. Sugeng Siswoyudono (46), penyandang cacat asal Mojosari Kabupaten Mojokerto mencoba melawan ketakutan dengan terus berkarya bagi orang banyak.

Semua orang pasti punya rasa takut, dan ketakutan itu lumrah adanya. Tetapi rasa takut itu haruslah dilawan karena takut menghalangi orang untuk sukses.



Demikian menurut Tung Desem Waringin, seorang motivator yang juga salah satu tokoh The Most Powerful People and Ideas in Bussiness 2005 versi Majalah SWA dalam sebuah seminar di Surabaya beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, menurut Tung, agar mencapai kesuksesan, seseorang harus mampu merevolusi cara pikirnya misalnya rasa takut harus dilawan dengan mendekatkan diri pada ketakutan itu sendiri.

"Buntung yo buntung, lek nyerah yo goblok" (Kaki buntung ya buntung, kalau menyerah itu bodoh), kata Sugeng Siswoyudono kepada penyandang cacat dalam sebuah produk minuman energi yang ditayangkan di beberapa televisi swasta di Indonesia.

Sugeng memang menjadi bintang iklan di salah satu produk minuman suplemen itu bersama dengan Vega Darmawanti, pemeran pembantu di acara Empat Mata Tukul Arwana yang akrab di panggil Ngatini.

Sebelumnya, Mbah Maridjan juru kunci Gunung Merapi menjadi peran utama dalam iklan minuman suplemen itu.

Sugeng bukanlah seorang artis kenamaan atau tokoh masyarakat. Namun popularitasnya terdongkrak setelah ia menjadi bintang tamu dalam acara Kick Andy pada 14 April 2008 lalu di Metro TV, salah satu televisi swasta di Indonesia.



Menurut situs www.kickandy.com, sebuah situs yang dikelola oleh tim kreatif acara tersebut, setelah acara dengan episode ”Berbagi Dalam Keterbatasan” tersebut ditayangkan, banyak respon dari pemirsa melalui website itu.

Harry Priyanto, misalnya, pria asal Pamulang, Jakarta Selatan, mengaku sangat terinspirasi oleh kehadiran Sugeng Siswoyudhono di acara Kick Andy. Harry adalah korban kecelakaan lalu lintas di tahun 2005. Selama 2,5 tahun kaki kanannya yang remuk dipertahankan dengan bantuan sejumlah pen. Ia bertahan untuk tidak menjalankan amputasi, walau harus sering menahan sakit, akibat kondisi kakinya yang tak juga membaik.

Keputusannya berubah setelah melihat tayangan Sugeng di Metro TV. ”Saya melihat dia itu pakai kaki palsu tapi terlihat gembira dan menikmati hidupnya betul-betul,” ujar Harry dalam website itu.

Sugeng benar-benar telah menginspirasinya, sehingga Harry pun akhirnya mengambil keputusan untuk mengamputasi kaki kanannya. ”Kini saya menjadi penuh semangat dan rasanya seperti lahir kembali,” katanya.

Pengakuan yang sama disampaikan oleh Ahmad Kosasih, seorang guru SMP di Pandeglang, Banten. Ia merupakan seorang guru yang kehilangan satu kakinya akibat kecelakaan lalulintas di tahun 2005. Ia melanjutkan kehidupan dan aktivitas sehari-hari sebagai seorang guru dengan bantuan sepasang kruk. Kosasih yang mengaku sempat patah semangat, juga sangat terinspirasi dengan kisah Sugeng Siswoyudhono di Kick Andy.

”Saya berterimakasih sekali pada tayangan berbagi dalam keterbatasan. Kini saya semakin optimis dan akan berbuat lebih banyak lagi bagi masyarakat,” kata Kosasih

Banyaknya tanggapan dari pemirsa membuat Metro TV pun menayangkan kembali Sugeng dalam Kick Andy pada 8 Mei 2008. Kemudian diteruskan dengan program siaran Empat Mata di Trans TV, televisi swasta lainnya pada awal Juni lalu.

"Meskipun hidup saya tidak seperti dulu, tetapi saya tidak pernah takut menghadapi apapun. Saya selalu berpikir bahwa hidup akan bahagia bila kita mau bekerja keras, " kata Sugeng kepada The Jakarta Post.

Akibat kecelakaan sepeda motor tahun 1981 silam, membuat kaki kanan Sugeng remuk dan harus diamputasi hingga di bawah lutut. Saat itu Sugeng duduk di kelas II Sekolah Menengah Atas. Tentu saja, musibah sangat memukul kehidupanya sebagai seorang remaja yang masih dalam masa pubertas. Ia pun menggunakan kaki palsu pemberian ayahnya Alm. Letda (Purn) Gunadi.

Cita-citanya sejak kecil menjadi prajurit TNI seperti ayahnya pun kandas.



"Saat itu saya harus melawan perasaan malu dan kurang percaya diri. Saya terus belajar untuk melakukan aktifitas normal seperti sebelum terjadi kecelakaan itu, " katanya.

Selepas lulus dari SMA, Sugeng berjualan susu sapi keliling. Setiap hari, dengan sepeda motornya, ia harus membawa susu sapi seberat kurang lebih 40 kilogram yang diambil dari sebuah peternakan sapi di Pacet Kabupaten Mojokerto yang berjarak 30 kilometer dari rumahnya.

Sepeda motor yang ditumpanginya untuk mengantar susu sapi ke sejumlah pelanggannya tidak dirancang khusus bagi penyandang cacat. Ia tidak mengaku kesulitan untuk mengemudikan sepeda motor tersebut karena ia memiliki kaki palsu buatannya sendiri yang mampu melakukan pekerjaan seperti orang normal lainnya.

Meskipun sempat dianggap bermasalah dalam mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM), Sugeng juga mampu mengemudikan mobil pick-up pinjaman tetangga bila harus mengantarkan susu dalam jumlah yang banyak. Setiap bulannya, penghasilan yang diterima dari menjual susu sapi itu tidak lebih dari Rp 240 ribu per bulan.

Ketika menikahi istrinya Masmira Puspitorini (41) dan dikaruniai empat orang anak, Makhfyah Ryza Kurniawati (24), Wina Tilamtana (alm), Endwien Harisetiawati (20) dan Nitha Oktavierani (16), untuk menambah penghasilan, ia pun bekerja sampingan sebagai tukang bangunan ataupun kuli batu.

Oleh karena pekerjaan yang berat itulah, kaki palsu berbahan fiber pemberian orang tuanya itu rusak. Sugeng pun berusaha membuat kaki palsu sendiri karena ia tidak mempunyai cukup banyak uang untuk membeli kaki palsu yang harganya saat ini sekitar Rp 10 juta.

Setiap hari, dibantu oleh istrinya, ia memulai membuat kaki palsu. Awalnya terbuat dari kayu, kemudian besi yang di las sendiri. Namun, buatannya itu tidak ada satupun yang nyaman dipakai oleh Sugeng. Setiap dipakainya kerja, Sugeng malah mengeluh kesakitan.

Sugeng tidak pantang menyerah. Ia terus mencoba membuat kaki palsu yang nyaman dipakai. Hingga akhirnya ia menemukan bentuk dengan bahan fiber yang cocok dipakai olehnya. Kaki palsu buatannya itu lebih ringan dibandingkan dengan kaki palsu buatan pabrik, dan bagian kaki lebih mudah bergerak. Ia pun membuka rumah produksi kaki palsu yang diberinya nama Than Must Soegenk (baca: Den Mas Sugeng, Red).

"Dengan kaki palsu itu saya sering bersepeda dan berlari-lari kecil, " katanya.

Keberhasilan Sugeng membuat kaki palsu yang nyaman dipakai oleh penyandang cacat serta dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga kaki pabrikan membuat banyak penyandang cacat memesan kaki palsu tersebut.

"Sebenarnya saya tidak membisniskan kaki palsu tersebut. Saya tidak mematok harga, tetapi saya hanya meminta pembeli menyediakan bahan-bahan untuk membuat kaki palsu, " katanya.

Untuk satu kaki palsu menghabiskan biaya Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan harga kaki palsu pabrikan. Dalam sebulan ia menerima pesanan 20 kaki palsu dari pembeli yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Saat ini, Sugeng telah kebanjiran order setelah Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) meluncurkan program "Gerakan 1.000 Kaki Palsu" yang bertujuan membantu para penyandang cacat yang kurang mampu untuk mendapatkan kaki palsu sehingga bisa beraktifitas normal. Program yang didukung oleh sejumlah perusahaan dan Yayasan berhasil mengumpulkan dana kurang lebih Rp 2 miliar.

Kementerian Ristek juga memberikan bantuan berupa menghibahkan mesin pengontrol untuk mengukur kenyamanan kaki palsu.

Dengan adanya program itu, produksi kaki palsunya dari yang semula 20 buah per bulan meningkat menjadi di atas 100 per bulan. Untuk memproduksinya, Sugeng dibantu oleh lima pekerja yang diambil dari masyarakat sekitar.

Mengetahui program itu, banyak penyandang cacat yang meminta agar Sugeng membuatkan kaki palsu untuknya. Salah satunya, Ainur Rofik (35), penyandang cacat asal desa Gedong Kabupaten Gresik. Ditemani salah satu rekan di desanya, Tiknan, Ainur lantas mengunjungi kediaman Sugeng.

Ainur yang tertimpa musibah saat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia sepuluh tahun silam hingga menyebabkan kaki kirinya harus diamputasi. Saat ini, ia mengaku sudah tidak lagi bekerja. Seluruh hidupnya bergantung pada penghasilan istrinya yang bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan rokok.

"Saya sangat jengkel, karena banyak penyandang cacat yang datang kesini dengan bermodalkan pasrah. Mereka minta dibuatkan gratis tanpa membaca syarat program tersebut dimana untuk mendapatkan kaki palsu harus menyertakan surat keterangan tidak mampu dan dikirim ke Metro TV, " katanya.

Sugeng pun mencoba memberikan motivasi kepada setiap penyandang cacat yang datang ke rumahnya itu. "Jangan pernah menyerah, anda harus berusaha mendapatkannnya sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Lebih baik anda pulang dahulu, dan coba membuka internet kemudian meminta surat dimana anda tinggal, " katanya.

Sugeng tidak ingin agar penyandang cacat itu hidup dalam kepasrahan menjalani hidup ini.

Seperti sebuah lagu rohani berjudul Hati yang Gembira," ...hati yang gembira adalah obat...,tapi semangat yang patah keringkan tulang..."

0 comments: