10 Perbedaan

Rekans, cobalah mencari 10 perbedaan dari dua foto dibawah ini. Setelah itu, anda tebak siapakah nama tokoh berikut ?




Kalau ini foto siapa hayo ?
a. Mas Indra
b. Bradd Pitt
c. Nicholas Cage




Kalau ini apanya Mas Indra ?
a. pacarnya
b. temannya
c. saudaranya

segera kirimkan jawabanmu ke alamat emel yang tersedia. Ada hadiah seru yang nggak bakal kamu lupakan sepanjang hidupmu. Ketik spasi fans_masindra

Read More......

Di Balik Eksotisme Alam Kawah Ijen

Indra Harsaputra
Bondowoso

Di balik keindahan panorama Gunung Ijen, gunung berbentuk danau kawah terbesar di dunia yang terletak di Bondowoso Jawa Timur ternyata menyimpan bahaya bagi masyarakat sekitar. Sedikitnya 50 ribu jiwa terancam kesehatannya akibat air asam dari danau kawah merembes ke sumur-sumur penduduk.



Seperti biasanya, sebelum memikul puluhan ton belerang, Badawi (45), salah satu pencari belerang di Kawah Ijen sedang duduk menikmati secangkir kopi arabika di sebuah warung di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso.

Di sebelah cangkir kopi terhidangkan sebotol air putih sebagai bekal berjalan kaki sejauh 4 kilometer mengambil belerang di Kawah Ijen. Air minum itu bukanlah air minum yang dikemas dalam botol kemasan melainkan diambil dari sumur milik warga sekitar.

"Kata orang disini, air sumur disini beracun karena resapan dari air danau kawah. Tetapi, saya dan bersama dengan warga lain tidak peduli dengan pengaruh air ini karena sampai saat ini kami masih sehat-sehat saja, " katanya kepada The Jakarta Post.

Badawi yang warga desa Bulusan Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi sudah lima tahun tinggal di rumah penampungan bersama dengan ratusan pekerja pencari belerang di desa Paltuding Kabupaten Bondowoso. Selain minum air sumur, ia juga menggunakan air sumur untuk mandi.



Berdasarkan penelitian Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah tahun 2007 air asam di danau kawah itu itu telah merembes dan mencemari sungai dan sumur warga sekitar. Akibat pencemaran tersebut, warga terancam mengalami kerusakan gigi dan tulang . Selain itu juga menurunkan produksi pertanian.

Air yang tercemar itu saat ini bahkan telah digunakan untuk pengairan lahan sawah seluas 3.564 hektar dan sangat berpengaruhi terhadap kehidupan warga sekitar 50.000 jiwa di tiga kabupaten.

Dalam laporannya Unika Soegijapranata Semarang menyatakan sebagian besar penduduk di sekitar sungai Banyupahit dan Banyuputih yang mengkonsumsi air asam Kawah Ijen, telah mengetahui bahaya dari mengkonsumsi air yang tercemar namun, kesadaran mereka saat ini masih sangat rendah.

Penelitian itu didukung oleh Universiteit Untrech, Open Universiteit Nedherland, dan Vrije Universiteit Amsterdam yang menyebutkan air asam di kawah Ijen juga mengakibatkan keanekaragaman akan hayati menjadi rendah, serta banyaknya penduduk yang mengalami florosis gigi karena terlalu banyak kandungan fluoride pada air minum.

Dalam sebuah diskusi di Institut Tehnologi 10 November Surabaya (ITS), Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi ESDM Surono menyatakan akibat konsumsi air kawah yang meresap di sumur itu menyebabkan pertumbuhan manusia menjadi tidak normal dan akhirnya mempengaruhi umur masyarakat menjadi pendek.



Surono mengatakan pihaknya merekomendasikan kepada Gubernur Jatim dan kepala daerah setempat untuk membuat terowongan untuk mengalirkan air kawah yang bocor ke laut. Jarak kawah dengan laut sekitar 42 km.

Akan tetapi hingga saat ini rekomendasi tersebut belumlah terealisasi.

Bagi masyarakat yang tinggal di lereng Kawah Ijen, alam bukanlah ancaman tetapi menjadi sahabat sejati, tempat mereka menggantungkan hidup dan mencari penghidupan. Mereka tetap mengkonsumsi air yang tercemar itu karena yakin bahwa alam tidak akan menyakiti mereka.

"Paham ini juga berlaku di masyarakat yang tinggal di pegunungan lain. Di Gunung Merapi dan Gunung Kelud misalnya mereka tetap beraktifitas meskipun kondisi alam sedang bergejolak, " kata Bagong Suyanto, pengamat masyarakat pedesaan Universitas Airlangga Surabaya.

"Kehidupan masyarakat sangatlah bergantung pada alam, dan alam dianggap sebagai rumah yang aman bagi mereka. Orang yang tinggal di pegunungan justru akan merasa terancam jiwanya ketika harus berjalan kaki menyeberang jalan di kota, " katanya.

Bagi wisatawan, baik lokal dan asing, Gunung Ijen atau yang lebih dikenal disebut Kawah Ijen tetap mempunyai daya tarik tersendiri. Kawah Ijen merupakan satu diantara gunung berdanau kawah di Indonesia. Dari sekitar 700 gunung di Indonesia, hanya 12 persen saja yang berdanau kawah, seperti Gunung Kelud Kediri Jatim, Gunung Rinjani (3.726 meter diatas permukaan laut/mdpl) di Lombok Nusa Tenggara Barat, serta kompleks Kelimutu di Flores.



Bersama dengan 12 rekannya, Nichole Anderson (34) wisatawan asal Perancis berkunjung ke Kawah Ijen setelah melihat foto-foto Kawah Ijen di salah satu situs internet. Sebelum berkunjung ke Kawah Ijen, Nichole sempat berkunjung ke Gunung Kelud yang terletak di daerah perbatasan Kediri dan Blitar Jawa Timur.

Saat ini Gunung Kelud dinyatakan berstatus siaga setelah akhir tahun lalu dinyatakan awas karena menunjukkan peningkatan aktifitas gunung tersebut. Meskipun statusnya diturunkan, namun wisatawan dilarang untuk mendekat di areal kawah Gunung Kelud yang saat ini berdiri kubah lava atau yang disebut sebagai anak Gunung Kelud setinggi 700.000 meter persegi dengan diameter 130 meter.

Kubah lava yang terbentuk itu menutupi eksotisme danau kawah gunung Kelud yang berwarna hijau cerah mirip seperti di kawah Ijen. Menurut beberapa ahli vulkanologi, kubah lava yang ada di Gunung Kelud merupakan fenomena yang unik dalam sejarah kegunungapian di Indonesia dan masih tetap berpotensi untuk pecah sehingga menimbulkan letusan gunung yang dasyat.

"Pemandangan di kawah Ijen sangat indah dan menarik. Saya telah menghabiskan waktu untuk memotret di atas sana (kawah), " katanya.



Untuk mencapai kawah Ijen saat ini tidaklah terlalu sulit ditempuh dengan kendaraan bermotor. Akan tetapi lebih baik jikalau melalui rute kota Bondowoso ke timur melalui Wonosari ke desa Sempol dan kemudian ke desa Paltuding sejauh 70 km. Rute ini lebih mudah karena melewati jalan aspal mulus ketimbang melalui kota Banyuwangi sejauh 38 km ke barat melalui desa Licin, Jambu, Paltuding yang melalui jalan makadam dengan tanjakan yang cukup curam.

Dalam perjalanan dari kota Bondowoso, wisatawan akan menikmati areal perkebunan kopi arabika dan hutan pinus milik Perhutani. Wisatawan juga dapat menikmati secangkir kopi arabika dengan harga yang murah, sekitar Rp 1500,- per gelasnya.

Setelah sampai ke Paltuding (1,600 mdpl), sebuah pos Perhutani di kaki gunung Merapi- Ijen, wisatawan harus berjalan kaki sejauh 4 meter dengan waktu tempuh sekitar 2 jam menuju Kawah Ijen. Saat perjalanan disarankan membawa bekal seperti makanan dan minuman karena medan yang harus didaki sangat berat dan melelahkan.

Namun, demi alasan keamanan, pendakian ke kawah ijen dari Paltuding ditutup selepas pukul 14.00 WIB ,karena pekatnya asap dan kemungkinan arah angin yang mengarah ke jalur pendakian.

Untuk mengejar perjalanan di pagi hari, wisatawan dapat bermalam di Guest House Perkebunan Kopi PTP Nusantara XII di Kalisat, Jampit. Guest house ini terletak didalam kompleks perumahan perkebunan pada ketinggian sekitar 1,200 mdpl. Selain itu juga tersedia Pondok Wisata di Paltuding yang cukup bersih, atau membuka tenda di bumi perkemahan Paltuding.



Wisatawan juga perlu membawa bekal masker, kacamata atau saputangan basah untuk menangkal asap beracun yang keluar dari kawah. Tetapi wisatawan tidak perlu kuatir untuk kesasar asalkan mengikuti jalan setapak yang dilalui oleh penambang belerang.

Sesampainya di puncak, kita dapat melihat langsung kawah berwarna hijau tosca yang berda di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah seluas 5.466 hektar itu itu berdinding kaldera setinggi 300-500 meter. Air kawah danau Ijen yang volumenya 200 juta meter kubik itu panasnya mencapai 200 derajat celcius dan memiliki derajat keasaman nol. Keasamannya danau kawah yang dalamnya 200 meter itu cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.

Wisatawan memang dilarang mengambil bahkan membeli belerang yang dipikul oleh penambang belerang. Meskipun demikian, wisatawan dapat membawa pulang cinderamata berbentuk aneka satwa berbahan belerang cair yang dibuat oleh penambang belerang. Harganya cukup murah, hanya Rp 2000,- sampai Rp 10 ribu per buahnya.

Read More......

The Art of War by Sun Tzu (part 1)



I. LAYING PLANS

1. Sun Tzu said: The art of war is of vital importance to the State.
2. It is a matter of life and death, a road either to safety or to ruin. Hence it is a subject of inquiry which can on no account be neglected.
3. The art of war, then, is governed by five constant factors, to be taken into account in one's deliberations, when seeking to determine the conditions obtaining in
the field.
4. These are: (1) The Moral Law; (2) Heaven; (3) Earth; (4) The Commander; (5) Method and discipline.
5,6. The Moral Law causes the people to be in complete accord with their ruler, so that they will follow him regardless of their lives, undismayed by any danger.
7. Heaven signifies night and day, cold and heat, times and seasons.
8. Earth comprises distances, great and small; danger and security; open ground and narrow passes; the chances of life and death.
9. The Commander stands for the virtues of wisdom, sincerely, benevolence, courage and strictness.
10. By method and discipline are to be understood the marshaling of the army in its proper subdivisions, the graduations of rank among the officers, the maintenance of roads by which supplies may reach the army, and the control of military expenditure.
11. These five heads should be familiar to every general: he who knows them will be victorious; he who knows them not will fail.
12. Therefore, in your deliberations, when seeking to determine the military conditions, let them be made the basis of a comparison, in this wise:--
13. (1) Which of the two sovereigns is imbued with the Moral law? (2) Which of the two generals has most ability? (3) With whom lie the advantages derived from Heaven
and Earth? (4) On which side is discipline most rigorously
enforced? (5) Which army is stronger? (6) On which side are officers and men more highly trained? (7) In which army is there the greater constancy
both in reward and punishment?
14. By means of these seven considerations I can forecast victory or defeat.
15. The general that hearkens to my counsel and acts upon it, will conquer: let such a one be retained in command! The general that hearkens not to my counsel nor acts
upon it, will suffer defeat:--let such a one be dismissed!
16. While heading the profit of my counsel, avail yourself also of any helpful circumstances

Read More......

"Manusia Belerang" dari Kawah Ijen

Indra Harsaputra
The Jakarta Post/Bondowoso

Keunikan Gunung Ijen tidaklah terlepas dari kisah para "manusia belerang", penambang tradisional belerang yang bekerja keras menggali kemudian mengangkat puluhan kilogram belerang padat demi melepaskan diri dari jerat kemiskinan.



Penambangan tradisional ini hanya terdapat di Indonesia, selain di Gunung Ijen juga di Gunung Welirang yang semuanya berada di Jawa Timur. Belerang yang diambil oleh penambang itu dihasilkan dari hasil sublimasi gas-gas belerang yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar 200 derajat Celsius. Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton per hari.

Segelas ramuan jamu plus telor ayam kampung setengah matang menjadi santapan rutin Ahmad (38), salah satu dari 200 penambang belerang di Kawah Ijen Bondowoso Jawa Timur setiap paginya sebelum ia bertugas mengangkat puluhan kilogram belerang.



Jamu itu dikonsumsi guna menambah tenaga untuk berjalan kaki sambil membawa puluhan kilogram belerang dari dari bibir kawah dengan kecuraman 50 derajat sejauh 800 meter, kemudian berjalan menuruni gunung dengan kemiringan 40 derajat hingga 60 derajat sejauh 3 kilometer menuju tempat pengumpulan belerang.

Tidak semua rekan Ahmad meminum jamu tradisional tersebut. Mereka lebih menyimpan penghasilannya untuk keperluan keluarganya di rumah. Beberapa diantaranya hanya meminum jamu ketika mendapatkan penghasilan tambahan dari penjualan souvenir berbentuk satwa berbahan belerang yang dibuat penambang seharga Rp 2 ribu hingga Rp 10 ribu per buahnya.

Setelah menghabiskan jamu itu, Ahmad bergegas mengambil keranjang tempat belerang menuju lokasi penambangan belerang Kawah Ijen bersama dengan ratusan penambang lainnya. Rata-rata penambang belerang itu berumur 29 sampai 55 tahun dan berasal dari sekitar Situbondo dan Banyuwangi.


Bagi penambang yang berasal dari Banyuwangi yang berjarak 33 kilometer dari Situbondo, mereka tinggal di penampungan yang disediakan oleh koordinator kelompok penambang yang membawahi 20-30 penambang belerang. Selain menyediakan tempat penampungan, koordinator ini juga bertanggung jawab atas penjualan belerang kepada pengepul sebelum dijual di perusahaan kosmetik dan kimia di Surabaya.



Namun, koordinator kelompok ini tidak bertanggung jawab atas biaya konsumsi juga biaya atas resiko kerja dari pekerja tambang belerang. Sebagai imbal jasanya, setiap penambang akan dikenai retribusi sebesar 4 kilogram dari jumlah beban yang dibawa penambang untuk sekali pengambilan belerang.

Lokasi penambangan belerang terdapat di dasar kawah seluas 5.466 hektar yang berisi air membentuk danau berwarna hijau tosca yang berda di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah itu berdinding kaldera setinggi 300-500m, sedangkan danau Ijen memiliki derajat keasaman nol, memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.



Nicolai Hulot, host salah satu televisi Perancis dalam acara Ushuwaia Adventure pernah duduk diatas perahu karet bercerita ttg asal-usul danau tersebut.

Untuk mendapatkan belerang, penambang membuat pipa besi yang dihubungkan ke sumber belerang yang mengeluarkan gas sulfatara. Untuk menghindari pecahnya pipa, para penambang akan menyiram pipa dengan air. Dari sinilah lelehan fumarol bersuhu 600 derajat Celsius berwarna merah menyala meleleh keluar dan langsung membeku terkena udara dingin, membentuk padatan belerang berwarna kuning terang. Batu-batuan belerang inilah yang akan diambil. Dipotong dengan bantuan linggis dan kemudian langsung diangkut dalm keranjang.

Konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas sulfatara yang kadang menyengat yang membuat sesak nafas dan mata perih itu tidak membuat Ahmad menyerah untuk memotong belerang padat di bibir kawah. Mereka tanpa dibekali masker ataupun kacamata. Untuk menyelamatkan diri dari resiko tersebut, penambang hanya berbekal kain dan air.



Apabila nafas terasa sesak, mereka menuangkan air ke dalam kain, kemudian kain basah tersebut digigit. Beberapa penambang memiliki masker anti debu pemberian pengunjung. Tetapi masker tersebut tidak cukup untuk menahan racun dari gas tersebut.

Tidak mudah pula bagi mereka untuk berjalan kaki sambil membwa puluhan kilogram belerang menaiki kaldera diatas ketinggian lebih dari 2000 meter. Meskipun sudah bertahun lamanya bekerja, penambang belerang butuh waktu 2 menit untuk beristirahat sebelum sampai ke atas kawah.

"Saya bisa minta rokok anda, " kata Ahmad kepada The Jakarta Post sambil mengusap keringat yang besarnya sebiji jagung sesampainya berada di atas kawah.

"Lega rasanya bisa sampai sini. Bila anda turun kebawah, saya sarankan mengikuti jalan yang dilalui penambang. Bila tidak anda akan terperosok jatuh diantara bebatuan. Jadi berhati-hatilah, " katanya.

Setelah menghabiskan rokok, Ahmad bergegas turun menuju tempat penimbangan belerang di bekas bangunan kuno peninggalan Belanda bertuliskan “Pengairan Kawah Ijen”, yang sekarang disebut sebagai Pos Bundar. Disinilah petugas memberikan secarik kertas tentang beban dan besaran upah yang dibawa penambang. Kertas tersebut akan diganti dengan uang bila sampai di pusat pengepulan belerang.



Dalam sehari, Ahmad yang berasal dari desa Taman Sari Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi tersebut mampu mengangkat 180 kilogram belerang. Beban itu diangkat dalam dua kali perjalanan naik dan turun. Untuk per satu kilogramnya, Ahmad dibayar Rp 500,- dan ia pun dikenai distribusi per hari 8 kilogram yang disetorkan kepada ketua kelompok. Sehingga pendapatan Ahmad per harinya sebesar Rp 86.000,-

"Pekerjaan saya jauh lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya. Tetapi penghasilan yang didapatkan jauh lebih besar, " katanya Ahmad yang sebelumnya menjadi buruh tani di Banyuwangi dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulannya.

Dari penghasilan ini, ia mampu membeli dan membangun rumah di tempat asalnya Banyuwangi.

Meskipun mendapatkan penghasilan yang cukup besar, tetapi Ahmad dan penambang lainnya tidak menyadari bahaya akan kesehatan mereka.



"Bagi saya, kesehatan nomor sepuluh Mas, yang penting dapat uang dan bisa kerja, " kata Ahmad.

Pukul 17.00 WIB, ia pun bergegas pulang ke penampungan untuk beristirahat mempersiapkan hari esok dengan belerang-belerangnya.

Read More......

Melawan Nasib dan Mengalahkan Ketakutan

Indra Harsaputra
Mojokerto

Jangan pernah takut dan kuatir menjalani kehidupan ini. Sugeng Siswoyudono (46), penyandang cacat asal Mojosari Kabupaten Mojokerto mencoba melawan ketakutan dengan terus berkarya bagi orang banyak.

Semua orang pasti punya rasa takut, dan ketakutan itu lumrah adanya. Tetapi rasa takut itu haruslah dilawan karena takut menghalangi orang untuk sukses.



Demikian menurut Tung Desem Waringin, seorang motivator yang juga salah satu tokoh The Most Powerful People and Ideas in Bussiness 2005 versi Majalah SWA dalam sebuah seminar di Surabaya beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, menurut Tung, agar mencapai kesuksesan, seseorang harus mampu merevolusi cara pikirnya misalnya rasa takut harus dilawan dengan mendekatkan diri pada ketakutan itu sendiri.

"Buntung yo buntung, lek nyerah yo goblok" (Kaki buntung ya buntung, kalau menyerah itu bodoh), kata Sugeng Siswoyudono kepada penyandang cacat dalam sebuah produk minuman energi yang ditayangkan di beberapa televisi swasta di Indonesia.

Sugeng memang menjadi bintang iklan di salah satu produk minuman suplemen itu bersama dengan Vega Darmawanti, pemeran pembantu di acara Empat Mata Tukul Arwana yang akrab di panggil Ngatini.

Sebelumnya, Mbah Maridjan juru kunci Gunung Merapi menjadi peran utama dalam iklan minuman suplemen itu.

Sugeng bukanlah seorang artis kenamaan atau tokoh masyarakat. Namun popularitasnya terdongkrak setelah ia menjadi bintang tamu dalam acara Kick Andy pada 14 April 2008 lalu di Metro TV, salah satu televisi swasta di Indonesia.



Menurut situs www.kickandy.com, sebuah situs yang dikelola oleh tim kreatif acara tersebut, setelah acara dengan episode ”Berbagi Dalam Keterbatasan” tersebut ditayangkan, banyak respon dari pemirsa melalui website itu.

Harry Priyanto, misalnya, pria asal Pamulang, Jakarta Selatan, mengaku sangat terinspirasi oleh kehadiran Sugeng Siswoyudhono di acara Kick Andy. Harry adalah korban kecelakaan lalu lintas di tahun 2005. Selama 2,5 tahun kaki kanannya yang remuk dipertahankan dengan bantuan sejumlah pen. Ia bertahan untuk tidak menjalankan amputasi, walau harus sering menahan sakit, akibat kondisi kakinya yang tak juga membaik.

Keputusannya berubah setelah melihat tayangan Sugeng di Metro TV. ”Saya melihat dia itu pakai kaki palsu tapi terlihat gembira dan menikmati hidupnya betul-betul,” ujar Harry dalam website itu.

Sugeng benar-benar telah menginspirasinya, sehingga Harry pun akhirnya mengambil keputusan untuk mengamputasi kaki kanannya. ”Kini saya menjadi penuh semangat dan rasanya seperti lahir kembali,” katanya.

Pengakuan yang sama disampaikan oleh Ahmad Kosasih, seorang guru SMP di Pandeglang, Banten. Ia merupakan seorang guru yang kehilangan satu kakinya akibat kecelakaan lalulintas di tahun 2005. Ia melanjutkan kehidupan dan aktivitas sehari-hari sebagai seorang guru dengan bantuan sepasang kruk. Kosasih yang mengaku sempat patah semangat, juga sangat terinspirasi dengan kisah Sugeng Siswoyudhono di Kick Andy.

”Saya berterimakasih sekali pada tayangan berbagi dalam keterbatasan. Kini saya semakin optimis dan akan berbuat lebih banyak lagi bagi masyarakat,” kata Kosasih

Banyaknya tanggapan dari pemirsa membuat Metro TV pun menayangkan kembali Sugeng dalam Kick Andy pada 8 Mei 2008. Kemudian diteruskan dengan program siaran Empat Mata di Trans TV, televisi swasta lainnya pada awal Juni lalu.

"Meskipun hidup saya tidak seperti dulu, tetapi saya tidak pernah takut menghadapi apapun. Saya selalu berpikir bahwa hidup akan bahagia bila kita mau bekerja keras, " kata Sugeng kepada The Jakarta Post.

Akibat kecelakaan sepeda motor tahun 1981 silam, membuat kaki kanan Sugeng remuk dan harus diamputasi hingga di bawah lutut. Saat itu Sugeng duduk di kelas II Sekolah Menengah Atas. Tentu saja, musibah sangat memukul kehidupanya sebagai seorang remaja yang masih dalam masa pubertas. Ia pun menggunakan kaki palsu pemberian ayahnya Alm. Letda (Purn) Gunadi.

Cita-citanya sejak kecil menjadi prajurit TNI seperti ayahnya pun kandas.



"Saat itu saya harus melawan perasaan malu dan kurang percaya diri. Saya terus belajar untuk melakukan aktifitas normal seperti sebelum terjadi kecelakaan itu, " katanya.

Selepas lulus dari SMA, Sugeng berjualan susu sapi keliling. Setiap hari, dengan sepeda motornya, ia harus membawa susu sapi seberat kurang lebih 40 kilogram yang diambil dari sebuah peternakan sapi di Pacet Kabupaten Mojokerto yang berjarak 30 kilometer dari rumahnya.

Sepeda motor yang ditumpanginya untuk mengantar susu sapi ke sejumlah pelanggannya tidak dirancang khusus bagi penyandang cacat. Ia tidak mengaku kesulitan untuk mengemudikan sepeda motor tersebut karena ia memiliki kaki palsu buatannya sendiri yang mampu melakukan pekerjaan seperti orang normal lainnya.

Meskipun sempat dianggap bermasalah dalam mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM), Sugeng juga mampu mengemudikan mobil pick-up pinjaman tetangga bila harus mengantarkan susu dalam jumlah yang banyak. Setiap bulannya, penghasilan yang diterima dari menjual susu sapi itu tidak lebih dari Rp 240 ribu per bulan.

Ketika menikahi istrinya Masmira Puspitorini (41) dan dikaruniai empat orang anak, Makhfyah Ryza Kurniawati (24), Wina Tilamtana (alm), Endwien Harisetiawati (20) dan Nitha Oktavierani (16), untuk menambah penghasilan, ia pun bekerja sampingan sebagai tukang bangunan ataupun kuli batu.

Oleh karena pekerjaan yang berat itulah, kaki palsu berbahan fiber pemberian orang tuanya itu rusak. Sugeng pun berusaha membuat kaki palsu sendiri karena ia tidak mempunyai cukup banyak uang untuk membeli kaki palsu yang harganya saat ini sekitar Rp 10 juta.

Setiap hari, dibantu oleh istrinya, ia memulai membuat kaki palsu. Awalnya terbuat dari kayu, kemudian besi yang di las sendiri. Namun, buatannya itu tidak ada satupun yang nyaman dipakai oleh Sugeng. Setiap dipakainya kerja, Sugeng malah mengeluh kesakitan.

Sugeng tidak pantang menyerah. Ia terus mencoba membuat kaki palsu yang nyaman dipakai. Hingga akhirnya ia menemukan bentuk dengan bahan fiber yang cocok dipakai olehnya. Kaki palsu buatannya itu lebih ringan dibandingkan dengan kaki palsu buatan pabrik, dan bagian kaki lebih mudah bergerak. Ia pun membuka rumah produksi kaki palsu yang diberinya nama Than Must Soegenk (baca: Den Mas Sugeng, Red).

"Dengan kaki palsu itu saya sering bersepeda dan berlari-lari kecil, " katanya.

Keberhasilan Sugeng membuat kaki palsu yang nyaman dipakai oleh penyandang cacat serta dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga kaki pabrikan membuat banyak penyandang cacat memesan kaki palsu tersebut.

"Sebenarnya saya tidak membisniskan kaki palsu tersebut. Saya tidak mematok harga, tetapi saya hanya meminta pembeli menyediakan bahan-bahan untuk membuat kaki palsu, " katanya.

Untuk satu kaki palsu menghabiskan biaya Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta. Harga ini jauh lebih murah dibandingkan harga kaki palsu pabrikan. Dalam sebulan ia menerima pesanan 20 kaki palsu dari pembeli yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Saat ini, Sugeng telah kebanjiran order setelah Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) meluncurkan program "Gerakan 1.000 Kaki Palsu" yang bertujuan membantu para penyandang cacat yang kurang mampu untuk mendapatkan kaki palsu sehingga bisa beraktifitas normal. Program yang didukung oleh sejumlah perusahaan dan Yayasan berhasil mengumpulkan dana kurang lebih Rp 2 miliar.

Kementerian Ristek juga memberikan bantuan berupa menghibahkan mesin pengontrol untuk mengukur kenyamanan kaki palsu.

Dengan adanya program itu, produksi kaki palsunya dari yang semula 20 buah per bulan meningkat menjadi di atas 100 per bulan. Untuk memproduksinya, Sugeng dibantu oleh lima pekerja yang diambil dari masyarakat sekitar.

Mengetahui program itu, banyak penyandang cacat yang meminta agar Sugeng membuatkan kaki palsu untuknya. Salah satunya, Ainur Rofik (35), penyandang cacat asal desa Gedong Kabupaten Gresik. Ditemani salah satu rekan di desanya, Tiknan, Ainur lantas mengunjungi kediaman Sugeng.

Ainur yang tertimpa musibah saat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia sepuluh tahun silam hingga menyebabkan kaki kirinya harus diamputasi. Saat ini, ia mengaku sudah tidak lagi bekerja. Seluruh hidupnya bergantung pada penghasilan istrinya yang bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan rokok.

"Saya sangat jengkel, karena banyak penyandang cacat yang datang kesini dengan bermodalkan pasrah. Mereka minta dibuatkan gratis tanpa membaca syarat program tersebut dimana untuk mendapatkan kaki palsu harus menyertakan surat keterangan tidak mampu dan dikirim ke Metro TV, " katanya.

Sugeng pun mencoba memberikan motivasi kepada setiap penyandang cacat yang datang ke rumahnya itu. "Jangan pernah menyerah, anda harus berusaha mendapatkannnya sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Lebih baik anda pulang dahulu, dan coba membuka internet kemudian meminta surat dimana anda tinggal, " katanya.

Sugeng tidak ingin agar penyandang cacat itu hidup dalam kepasrahan menjalani hidup ini.

Seperti sebuah lagu rohani berjudul Hati yang Gembira," ...hati yang gembira adalah obat...,tapi semangat yang patah keringkan tulang..."

Read More......

Coca Cola dalam renungan

Ada 3 kaleng coca cola, ketiga kaleng tersebut diproduksi di pabrik yang sama. Ketika tiba harinya, sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng coca cola dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian.



Pemberhentian pertama adalah supermaket lokal. Kaleng coca cola pertama di turunkan disini. Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng coca cola lainnya dan diberi harga Rp. 4.000.

Pemberhentian kedua adalah pusat perbelanjaan besar. Di sana , kaleng kedua diturunkan. Kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500.

Pemberhentian terakhir adalah hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng coca cola ketiga diturunkan di sana .

Kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas. Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan.

Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan besama dengan gelas kristal berisi batu es. Semua disajikan di atas baki dan pelayan hotel akan membuka kaleng coca cola itu, menuangkannya ke dalam gelas dan dengan sopan menyajikannya ke pelanggan. Harganya Rp. 60.000.

Sekarang, pertanyaannya adalah :

Mengapa ketiga kaleng coca cola tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka
memiliki rasa yang sama?

Lingkungan Anda mencerminkan harga Anda.

Lingkungan berbicara tentang RELATIONSHIP.

Apabila Anda berada dilingkungan yang bisa mengeluarkan terbaik dari
diri Anda, maka Anda akan menjadi cemerlang. Tapi bila Anda berada dilingkungan yang meng-kerdil- kan diri Anda, maka Anda akan menjadi kerdil.

(Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama) + lingkungan yang berbeda = NILAI YANG BERBEDA

Read More......

SUKSES BERSAMA PENYANDANG CACAT

Indra Harsaputra
Surabaya

Penyandang cacat yang selama ini sering diabaikan kemampuannya oleh dunia usaha, justru telah menghantarkan keberhasilan Tatik Winarti (38), pengusaha handicraft di Surabaya mengekspor produknya ke mancanegara dan menerima penghargaan dari dunia internasional.

Pudjiono (22), penyandang cacat asal Kecamatan Sukolilo Pati Jawa Tengah tengah sibuk menjahit tas dari kain perca di rumah produksi Tiara Handicraft milik Tatik Winarti di Jl Sidosermo Indah II No.5, Surabaya.



Meskipun kedua kaki dan kedua tangan Pudjiono lumpuh sejak kecil, namun hasil karya pria yang lulusan Rehabilitation Center Solo dan bergabung bersama 45 penyandang cacat lainnya di Tiara Handicratf sejak tiga bulan lalu tidak kalah dengan orang normal lainnya. Padahal ketika pertama kali bekerja, ia tidak mempunyai keahlian yang memadai.

Selepas dari rehabilitasi Pudjiono mencoba melamar pekerjaan di tempat lain, namun semua lamarannya ditolak. Namun ia tidak putus asa. Setelah menghubungi Tatik via telepon, ia pergi ke Surabaya naik bus dari Solo tanpa seorang pengantar yang menemaninya.

Tatik pun memberikan training khusus cara menjahit dengan mesin jahit dan memberinya tempat tinggal di rumahnya. Tatik pun menyisihkan uang dari pendapatannya untuk diberikan kepada Pudjiono sebagai upah meskipun ia belum mampu berproduksi seperti karyawan lainnya.

Bagi usahawan cara Tatik mungkin dianggap konyol. Memperkerjakan penyandang cacat yang sulit diukur tingkat produktifitasnya justru akan menambah beban produksi.

"Saya tidak ingin agar orang yang membeli produk saya itu kasihan dengan pekerja yang semuanya penyandang cacat, " katanya kepada The Jakarta Post.

"Siapa yang bilang kalau mereka tidak produktif ? Mereka mampu asalkan diberikan kesempatan yang sama seperti orang normal lainnya. Dengan kesabaran dan ketelatenan pengusaha, mereka bisa menghasilkan karya yang luar biasa, " lanjutnya.



Apa yang dikerjakan Tatik membina Pudjiono bersama dengan puluhan penyandang cacat itu membuatnya mendapatkan penghargaan The Global Microintrepreneur Award dalam pencanangan International Year Of Microcredit 2004 itu diterimanya di Markas PBB, New York, pada 18 November 2004 lalu.

Penghargaan itu diberikan atas usahanya menjalankan Social Bussiness Entrepreneurship (SBE) yang dipandang memberikan terobosan bagi pengentasan kemiskinan bagi penyandang cacat yang selama ini sulit mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Para penyandang cacat diberikan pelatihan kemudian penyandang cacat itu diberikan kesempatan untuk berkarya di bidang usaha yang digelutinya. Penyandang cacat yang dianggap mampu berkarya sendiri secara mandiri diberikan kesempatan untuk membuka usaha sejenis di tempat lain. Sampai saat ini ia berhasil melahirkan puluhan usaha mandiri dari penyandang cacat.

"Selama berada di markas PBB saya benar-benar mendapat perlakuan istimewa. Saya duduk sejajar dengan Nane Annan, istri Sekjen PBB Koffi Annan, Putri Belgia Mathilda serta para pejabat UNDP," katanya Tatik.

SBE sendiri pernah dipopulerkan oleh Muhammad Yunus, seorang ekonom lulusan Vanderbilt University dan dosen di Chittagong University Bangladesh peraih Nobel Perdamaian tahun 2006 melalui program Grameen Bank kredit tanpa syarat kepada 2 juta penduduk miskin dengan total pinjaman sebesar lebih dari US$ 2 milyar.

Nama Tatik pun semakin melambung setelah berbagai penghargaan diraihnya antara lain Penghargaan sebagai Prestasi Terbaik bagi Wiraswasta Kecil dan Menengah oleh State Power Co 2004, Model Teladan Masyarakat Sosial 2005, Wanita Paling Terkemuka 2005 versi Plaza Semanggi, Woman of The Year ANTV Televisi Nasional 2005, penghargaan dari Presiden Republik Indonesia 2005, penghargaan Desain Tekstil oleh Menteri Perdagangan 2005, Prestasi Membela Kaum Tuna Daksa oleh Menteri Sosial dan Konfrensi TunaDaksa 2005 dan beberapa penghargaan lainnya.

Selain penghargaan, ia pun diundang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Negara Amerika Serikat( Bureau of Educational and Cultural Affairs) untuk program International Visitor Leadership—tepatnya Women And Entrepreneurship a Project for Indonesia pada tahun 2007.

Melalui program tesebut, Titik banyak belajar sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia dapatkan. Disana ia banyak belajar tentang bisnis manajemen, strategi marketing dan distribusi, market global dan kompetisi internasional, praktek bisnis dan aktivitas lokal AS, hukum ekonomi dan ekspor dan impor internasional, dan tanggung jawab sosial bagi pengusaha.

Kesuksesan tidaklah datang dengan tiba-tiba.

Lima belas tahun yang lalu, Tatik Winarti yang hanya lulusan SMA Yayasan Pengembangan Pendidikan Indonesia Surabaya tahun 1988 hanyalah seorang ibu rumah tangga yang menggantungkan nasibnya dari penghasilan suaminya, Yudha Dharmawan (41) yang bekerja di perusahaan perkayuan CV Sekar Jati Surabaya dengan penghasilan Rp 600 ribu per bulannya.

Saat itu kehidupannya sangat minim. Satu-satunya aset yang ia miliki hanyalah sebuah mesin jahit seharga Rp 250 ribu. Saat ini mesin pertamanya tidak bisa digunakan lagi dan ditawar pedagang barang bekas seharga Rp 10 ribu.

Rumah tinggal sekaligus rumah produksi yang ia tempati hingga saat ini masih berstatus rumah milik keluarga. Tatik juga tidak memiliki tabungan, passive income dan asuransi padahal ia harus membayar pajak, biaya sekolah ketiga anaknya (sekarang jadi empat, satu baru berusia 16 bulan), dan pengeluaran kebutuhan lainnya.

Untuk mengisi waktu luangnya, Tatik membuat kerajinan tangan, seperti vas bunga, tempat lilin, sarung bantal, penutup kursi, tempat tisu, taplak, penutup Aqua, seprai, gorden, baju, hingga tas perempuan dengan dengan bahan-bahan sisa rumah tangga, seperti kain perca atau kain sisa, botol bekas kecap, tempat selai, kaleng, dan beberapa barang sisa lainnya.

Tanpa ia sadari, banyak kerabat dan tetangga sekitar rumahnya mengagumi hasil karyanya dari barang sisa tersebut. Ia pun berinisiatif membuka usaha kerajinan tangan di rumahnya.



Suaminya tidak terlalu berharap banyak atas usahanya yang dijalankan oleh Tatik yang belum banyak "makan garam" berbisnis kerajinan tangan. Apalagi sulit bagi Tatik untuk mendapatkan modal dari pihak perbankan karena ia tidak mempunyai aset yang dapat dijaminkan kepada pihak bank.

"Saya harus mencoba optimis karena ada cara lain untuk menambah penghasilan keluarga dan membuat keluarga bahagia kalau tidak dengan berbuat hal-hal yang kecil yang bisa dikerjakan terlebih dahulu, " katanya.

Selang dua tahun kemudian, usahanya pun menuai hasil. Pembeli bahkan pemesan produknya pun melimpah. Dengan modal yang kecil, ia mendapatkan hasil yang maksimal. Tahun 1997, ia mendapatkan omset Rp 5 juta per bulan dari hasil penjualan kerajinan tangannya.

Untuk mensiasati seretnya pinjaman dari bank, omset yang didapatkannya itu dibelanjakan untuk membeli beberapa mesin jahit. Ia pun mulai merekrut tenaga kerja bukan penyandang cacat dengan sistem borongan. Karyawan hanya diberikan upah sesuai dengan jumlah barang yang diselesaikan.

Akan tetapi jalan menuju kesuksesan yang harus dilaluinya tidak selalu mulus.

Ketika Indonesia didera krisis moneter tahun 1998 yang membuat harga bahan pokok pun melambung tinggi, daya beli masyarakat menurun drastis, dan banyak usaha yang kolaps justru tidak mempengaruhi usaha Tatik. Ia pun lalu menampung korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk bekerja di rumah produksinya.

Namun pertengahan tahun 1999, ia didera masalah. Sebagian besar karyawannya hengkang dari rumah produksnya karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain dengan harapan mendapatkan pendapatan yang lebih baik ketimbang bertahan sebagai pengrajin kain perca.

Insyiah salah satu penyandang cacat di Surabaya bersama dengan beberapa penyandang cacat lainnya datang bertemu Tatik untuk memberikan semangat untuk meneruskan usaha handicraft. Mereka yang minta agar Tatik menurunkan ilmunya kepada penyandang cacat pun mulai bekerja bersama dengan Tatik meneruskan usahanya.

Hingga akhirnya, sampai saat ini, usaha Tatik tetap eksis dengan omset 20-25 juta per bulannya. 30 persen omsetnya itu didapatkannya dari kontribusi penjualan produknya di Malaysia, Singapura, negara-negara Arab, Brasil hingga Eropa.

"Mereka (penyandang cacat) itulah yang memberikan saya semangat untuk keluar dari krisis, " katanya.

Saat ini, Tatik memiliki 45 karyawan yang seluruhnya penyandang caat. Tatik pun juga memiliki 60 mesin jahit, 10 diantaranya merupakan sumbangan individu maupun organisasi atau perusahaan. Jumlah seluruh aset yang ia miliki bernilai Rp 150 juta, termasuk mobil pick-up dan peralatan industri lainnya.

Kehidupan Tatik pun jauh lebih baik dibandingkan lima belas tahun lalu. Ia kini telah memiliki tabungan keluarga dan jaminan asuransi kesehatan dan jiwa. Untuk mengembangkan usahanya, Tatik berniat mengurus sertifikat kepemilikan rumah yang saat ini berstatus milik keluarga ke milik pribadi dengan cara pengalihan kredit rumah. Jika proses alih kredit itu berhasil, rumah tersebut akan ia jaminkan sebagai kredit usaha.

Read More......

Dua Tahun Lumpur Panas



Lapindo Penipu ? (Rp 50.000,-)



Segarnya bisa mandi di pengungsian (Rp 250.000,-)



Merenung dalam kegelapan (Rp 1.500.000,-) --terjual by Robin McDoweell from Associated Press (AP)




Biar mak dan bapakku stress, tetapi aku tetap belajar (Rp 200.000,-)



Nasibku Gak Sebaik Lapindo (Rp 100.000,-)

Read More......