Indonesia Landslide

Indonesian soldiers evacuate flood survivors in Ngawi, East Java, Indonesia, Saturday, Dec. 29, 2007. At least 87 people were killed or feared dead after torrential rain sent hillsides crashing in several districts on Java island Wednesday. Burst river banks forced tens of thousands more to flee their homes. (The Jakarta Post/INDRA HARSAPUTRA)

Read More......

Korban Banjir Mencoba Bertahan Hidup di Tengah Minimnya Alat Evakuasi



photo by Indra Harsaputra

Mbah Surip (81), korban banjir asal desa Mandaan Kecamatan Kota Kabupaten Ponorogo tampak tegar meskipun rumahnya hancur diterjang banjir setinggi 2 meter.

Indra Harsaputra
Ponorogo, Jatim

Korban bencana banjir dan tanah longsor yang melanda 24 Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan mencoba mempertahankan hidup di tengah alam yang sedang bergolak. Tidak sedikit dari mereka yang kehilangan pekerjaan, tempat tinggal dan keluarga mereka yang tewas akibat musibah tersebut.

Banjir dan tanah longsor itu terjadi dalam rentang waktu bersamaan antara 25 Desember sampai 26 Desember. Dari jumlah daerah yang terkena banjir dan tanah longsor itu, 12 diantaranya melanda kabupaten di Jawa Timur, seperti Ponorogo, Madiun, Ngawi dan lainnya.

Bencana itu telah menewaskan 4 orang di Kabupaten Ngawi Jatim dan 67 di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Selain korban tewas, ratusan rumah warga rusak di terjang banjir dan tanah longsor.

Pemerintah menyatakan penyebab bencana itu adalah curah hujan yang tinggi yang mengguyur beberapa wilayah di Jawa. Sedangkan Wahana Lingkungan Hidup menyatakan bencana itu terjadi karena berkurangnya lahan hijau atau kawasan hutan.

Mbah Surip (81), korban banjir asal desa Mandaan Kecamatan Kota Kabupaten Ponorogo tampak tegar dengan apa yang dialaminya. Di dalam rumahnya yang berdinding kayu itu, ia membersihkan lumpur setebal 10 centimeter akibat banjir setinggi 2 meter yang melanda Ponorogo 26 Desember lalu.

Semua itu dikerjakan sendiri tidak ada orang yang membantunya. Suaminya meninggal 20 tahun lalu, dan ia tinggal di rumah itu tanpa dikaruniai anak dan sanak keluarga. Sedangkan warga desa lainnya masih tampak sibuk mengevakuasi barang dan membersihkan lumpur yang masuk ke dalam rumah.

"Saya hanya bisa bersyukur karena selamat dari musibah itu, meskipun beberapa bagian rumah saya roboh terseret banjir, " katanya kepada The Jakarta Post, Jumat (28/12).

Sebelum banjir besar terjadi, Mbah Surip tidur di dalam rumahnya. Saat itu, malam hari hujan masih deras dan air hanya menggenangi desa setinggi lutut. Lama-kelamaan air mulai meninggi sampai ke ranjang tempat Mbah Surip tidur. Mbah Surip pun terbangun dan berteriak minta tolong.

Belum sempat menyalakan alat penerang (lilin) dan menyelamatkan barang berharga dalam rumah, air bertambah tinggi hingga lebih dari 1 meter. Mbah Surip pun berlari di tengah kegelapan dan hujan deras. Namun, ia akhirnya ia dibopong oleh salah satu warga untuk menuju rumah bertingkat agar aman dari banjir.

"Air semakin tinggi dan hampir menenggelamkan tubuh saya. Air mulai masuk ke dalam mulut dan hidung saya. Saya menutup mata dan tangan saya berpegangan erat memegang pundak warga yang menolong saya sambil berdoa,"

"Saya sempat berpikir akan meninggal hari itu. Saya mencoba melawannya, dan beruntunglah saya selamat, " katanya. Selain rumah rusak, lahan pekarangan seluas 5 m x 6 meter yang menjadi tumpuan perekonomian Mbah Surip terendam banjir. Tanaman buah srikaya dan sayur mayur yang siap panen juga ikut rusak.

Mbah Surip tidak mengira banjir besar melanda desanya karena selama hidupnya di desa itu belum pernah ada kejadian seperti apa yang baru dialaminya saat ini. Ia mengatakan bencana ini terbesar di sepanjang hidupnya.

Pemerintah Kabupaten Ponorogo pun tidak tampak siap dengan bencana ini. Sehingga evakuasi korban banjir terlambat karena ketiadaan perahu karet. Untuk mendapatkan perahu karet harus meminjam dari pihak swasta dan TNI yang berada di luar Ponorogo.

Akibat keterlambatan evakuasi dari pemerintah, desa tempat Mbah Surip tinggal itu seakan menjadi daerah yang terisolasi. Tim penyelamat enggan mengevakuasi penduduk di desa itu karena derasnya air yang mengalir ke desa itu.

Mbah Surip bersama dengan 200 penduduk di desa, baik itu anak-anak maupun lansia terpaksa tinggal di rumah warga yang letaknya lebih tinggi. Mereka bertahan hidup tanpa bantuan makan lebih dari 2 hari lamanya. Selain kesulitan bahan pangan, penduduk juga kedinginan karena pakaian mereka terhanyut dan pakaian yang dikenakan saat itu basah kuyup.

"Untuk bertahan hidup, saya bersama dengan warga lain mencari sayuran yang terbawa arus banjir. Sayuran itu pun dimasak dan dibagikan merata, " katanya.

"Saya juga mencoba melawan dingin. Tubuh saya kaku dan bibir saya sulit digerakkan. Saya berdoa agar hujan reda dan banjir segera surut, " katanya.

Saat ini, banjir di Ponorogo telah surut. Akan tetapi, banjir masih tetap mengancam daerah lain, seperti di Bojonegoro Jatim akibat meluapnya sungai Bengawan Solo. Saat ini, ratusan warga telah mengungsi di pinggir jalan raya.

Pemerintah Jatim sendiri berusaha memikirkan cara mengatasi luapan sungai Bengawan Solo.

"Problem evakuasi saat ini terletak pada kurangnya koordinasi antara instansi pemerintahan dan kurang siapnya pemerintah daearah dalam mengantisipasi bencana, " kata salah satu staff kesehatan yang bertugas di Ponorogo dan Ngawi.

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maritim Perak Surabaya memprediksi hujan dengan curah hujan tinggi sampai akhir Desember 2007.

cape deh !

Read More......

East Java Floods

Photo By INDRA HARSAPUTRA













Read More......

Merry Chrismast : Share Peace in the World

photo by INDRA HARSAPUTRA (The Jakarta Post) and ENDRA SUSANA (AFP)








Read More......

Pertengahan 2008, Warga Kota Surabaya Wajib Memiliki E-mail

Indra Harsaputra
Surabaya

Pertengahan tahun 2008, 1,8 juta penduduk kota Surabaya yang berumur 17 tahun keatas wajib memiliki alamat e-mail sebagai syarat utama memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Syarat ini merupakan ambisi pemerintah Kota Surabaya menjadikan kota Pahlawan sebagai kota multimedia pertama di Indonesia.

Walikota Surabaya, Bambang Dwi Hartono mengatakan pencantuman e-mail di KTP itu bertujuan untuk mempermudah pendataan masyarakat mengingat dari total penduduk Surabaya yang wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk itu, 90 persen telah memiliki KTP dan sisanya belum mempunyai KTP.


"Penerapan kebijakan baru itu sudah ada di depan mata dan saat ini sedang dipersiapkan oleh Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi kota Surabaya dengan matang. Diharapkan nantinya akan mempermudah pendataan bagi penduduk, " katanya usai penandatanganan nota kesepahaman pengembangan Surabaya menjadi Multimedia City dengan Telkom Divre V di Balai Kota Surabaya Jalan Walikota Mustajab beberapa hari lalu.

Bambang mengatakan bila seluruh warga kota telah mencantumkan email maka juga akan mempermudah kinerja pemerintah untuk memberikan informasi kepada masyarakat, misalnya jika terjadi ancaman bencana alam ataupun persoalan banjir di kota.

"Selain itu, masyarakat juga bisa melakukan kritik dan saran kepada pemerintah dengan mengirim e-mail tersebut, " katanya.

Bahkan, lanjut Bambang, pemerintah juga sedang berencana membuat KTP yang dapat dipakai bertransaksi layaknya kartu ATM.

Bambang menambahkan dengan memanfaatkan internet, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menekan laju kemiskinan di kota Surabaya. Masyarakat miskin dapat diajarkan internet dan menggunakan internet sebagai sarana mengembangkan usahanya.

Kepala Badan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi kota Surabaya, Najib Usman mengatakan meskipun diwajibkan tetapi dalam pelaksanaannya nanti pada pertengahan tahun 2008, hanyalah penduduk Surabaya saja yang memiliki email saja yang dapat mengisinya di KTP, sedangkan yang belum bisa berinternet akan diajarkan cara berinternet sampai mampu membuat e-mail dan mengoperasikan internet.

"Kita harapkan semua warga kota Surabaya, baik itu yang miskin ataupun yang kaya melek internet. Pemerintah juga akan memberikan subsidi pembiayaan internet apabila kontrak uji coba hotspot gratis dari Telkom habis. Dengan subsidi itu warga kota tetap bisa memanfaatkan internet dengan biaya murah, " katanya.

Najib yakin program ini bisa berjalan dengan lancar. Seperti halnya dengan handphone, dimana saat ini segala jenis lapisan masyarakat telah memiliki. Berbeda dengan 5 tahun lalu dimana handphone merupakan barang mahal dan mewah.

Di Surabaya, bagi yang ingin berselancar di dunia maya di Surabaya, tidak usah kuatir, sebnab saat ini pemerintah Kota Surabaya telah memasang jaringan Wi-Fi (internet tanpa kabel) di beberapa sudut penjuru kota, diantaranya Taman Bungkul di Jalan Darmo Surabaya dan Taman Prestasi di daerah Ngagel Surabaya.

Di tempat yang telah terpasang Wi-Fi itu pengguna internet dapat memanfaatkan tanpa dipungut biaya, karena PT Telkom sebagai penyedia jasa layanan internet telah menggratiskannya selama masa uji coba sampai Maret tahun 2008 mendatang.

Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh yang juga mantan Rektor Institut Tehnologi 10 November Surabaya mengatakan saat ini sebanyak 33 areal hotspot atau jaringan Wi-Fi telah terpasang di setiap alun-alun kota di seluruh kota di Jatim.

Pemanfaatannya pun secara gratis sebagai bentuk dari program corporate social responbility (CSR) dari perusahaan. Pemasangan hotspot itu dilakukan sejak NOvember 2007 oleh PT Telkom.

"Diharapkan tahun 2008 nanti seluruh masyarakat Jatim akan melek internet dan diharapkan pula tahun 2008 Jatim akan menjadi kota multimedia e-province pertama di Indonesia, " kata Nuh.

Kepala Pusat Studi Bencana Institut Tehnologi 10 November Surabaya (ITS), Amien Widodo mengatakan penggunaan internet diharapkan bisa menjadi pengetahuan masyarakat di daerah rawan bencana alam, seperti tsunami dan gunung meletus.

"Saat ini kami sedang mengembangkan program yang dapat menyebarkan informasi tentang ancaman bencana alam kepada masyarakat. Program ini bisa disebarkan melalui e-mail ataupun melalui sms, " katanya.

Untuk memberdayakan masyarakat dalam menggunakan internet, saat ini terdapat multimedia training center, semacam ruang kelas yang memberikan pengajaran penggunaan internet secara gratis kepada masyarakat miskin.

Salah satunya di Bojonegoro yang didirikan oleh perusahaan penyedia hardware dan sofware Microsof. Di tempat itu, banyak masyarakat yang berhasil mengembangkan produk pertanian dan meningkat derajat hidupnya setelah mampu menggunakan internet sebagai salah satu media pencari informasi.

Sedangkan di Surabaya juga terdapat tempat serupa yang terletak di kawasan perumahan Rungkut Surabaya.

Meskipun demikian, realisasi program e-province tetap saja terkendala oleh tingkat pengetahuan maupun kesadaran masyarakat dalam mengakses internet, khususnya masyarakat miskin yang banyak menggunakan waktunya untuk mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi jika masa uji coba gratis usai, mereka harus mengeluarkan uang untuk mengakses internet.

Hambatan lain adalah faktor keamanan jika harus mengakses internet di taman kota.

"Saat ini saya belum berani mengakses internet gratis di taman kota pasalnya belum ada jaminan keamanan dengan komputer jinjing (laptop) milik saya. Bisa saja di taman itu, laptop saya dirampas pencuri, " kata Windy, salah satu staff IT Programmer di perusahaan IT yang bekerja sama dengan PLN.

Selain menyediakan perangkat lunak dan keras untuk mendukung program itu, kata Windy, pemerintah juga sebaiknya menyediakan perangkat hukum bagi pelaku kejahatan di dunia maya. Bukannya tidak mungkin dengan tehnologi internet akan memunculkan kejahatan baru di Indonesia.

"Tetapi langkah pemerintah mewujudkan kota Surabaya sebagai kota multimedia sangatlah tepat sebagai upaya mendorong masyarakat Indonesia menuju masyarakat informasi, " kata alumni Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Surabaya ini.


Read More......

Semangat Memperjuangkan Perdamaian di Timur Tengah

"Pada hakekatnya semua orang ingin perdamaian. Namun dikala muncul sebuah kepentingan yang bertujuan untuk menguasai seseorang atau kelompok lain maka muncullah sebuah gerakan ekstrimisme melawan perdamaian itu, "

by : Indra Harsaputra (Surabaya)

Abdul A'la, satu dari lima tokoh Muslim Indonesia yang bertemu dengan tokoh lintas agama di Israel, berkomitmen untuk tetap menggelorakan semangat perdamaian di Timur Tengah, meskipun di tanah kelahirannya Indonesia tidak sedikit kecaman yang diterimanya.

Saat bertandang ke Israel, 3 Desember sampai 8 Desember 2007 lalu media massa setempat, Jerusalem Post menyebutkan Abdul A'la bersama dengan keempat rekannya sebagai tokoh Muslim Indonesia moderat.

Saat ditemui di ruang kerjanya, gedung pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Abdul sedang melahap nasi bungkus sebagai hidangan makan siangnya. Menurut beberapa rekan sejawatnya, ia memang gemar makan nasi bungkus ketimbang makan di sebuah restoran mewah. Gaya hidupnya pun sederhana.


Di mata beberapa mahasiswanya, Abdul yang berspesialiasasi di bidang keilmuan sejarah perkembangan Pemikiran Islam itu, sangat anti menerima sogokan maupun uang imbalan ucapan terima kasih dari mahasiswanya atas kelulusan tamat belajar.
Tidaklah heran bila Abdul yang didapuk menjadi Asisten Direktur Bidang Akademik Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya mendapatkan penghargaan sebagai dosen teladan perguruan tinggi Islam se-Indonesia tahun 2007.

Di setiap ruang ilmiah, Abdul dikenal paling getol menekankan paham pluralisme dan perdamaian. Ia banyak bergaul dengan pemimpin agama non muslim dan tokoh Katolik di Indonesia.
Ia juga tidak segan mengucapkan hari raya bagi pemeluk agama lain, meskipun hal itu masih dipandang kontraversial oleh salah satu kelompok agama tertentu.

Selain aktif menulis di kolom Opini Harian Kompas dan beberapa media lainnya, Abdul juga telah mempublikasikan beberapa karya tulisnya berjudul dari Neomodernisme ke Islam Liberal terbitan Paramadina 2003, Pembaharuan Pesantren terbitan LKis Yogyakarta 2007, Praksis Pembelajaran Pesantren terbitan LKis tahun 2007 dan beberapa buku lainnya.
"Pada hakekatnya semua orang ingin perdamaian. Namun dikala muncul sebuah kepentingan yang bertujuan untuk menguasai seseorang atau kelompok lain maka muncullah sebuah gerakan ekstrimisme melawan perdamaian itu, " katanya.
Tidaklah heran apabila gerakan ekstrimisme inilah yang menggunakan simbol agama untuk kepentingan politik.

"Kelompok ekstrim ini bercokol di Indonesia maupun Israel bahkan di negara manapun juga. Kelompok ini juga mempunyai jaringan lokal maupun internasional, " katanya.
Di Indonesia, kata Abdul, kelompok ekstrimis ini jumlahnya minoritas namun ia lebih vokal, agresif tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain.

Kekuatan kelompok ekstrimis inilah yang membuat keempat rekan Abdul yang berangkat ke Israel menjalankan misi perdamaian enggan membuka diri. Mereka, kata Abdul, memang berusaha menyembunyikan identitas diri soal keberangkatan itu.
Abdul memberikan contoh, satu tokoh asal Jatim yang berangkat ke Israel misalnya, sebelum berangkat sudah mendapatkan penolakan dari organisasi. Tetapi ia bertekad untuk berangkat dengan catatan identitasnya dirahasiakan begitu kembali di Indonesia karena kuatir akan kecaman kelompok ekstimis itu.
"Demikian pula dengan yang lainnya yang berangkat. Mereka enggan membuka diri telah berkunjung ke Israel karena takut dikecam oleh kelompok ekstrimis Indonesia sebagai agen zionis, " katanya.
Dari kelima tokoh yang empat diantaranya berasal dari akademisi dan satu dari kalangan salah satu Departemen. Kelima tokoh berasal dari dua asal Jatim, 1 dari Yogyakarta, 1 dari Jakarta dan satu lagi dari Makassar.
"Sebenarnya ada enam orang, tetapi satu tokoh dari Jawa Timur menyatakan menolak ikut karena belum siap. Saya menafsirkan ketidaksiapan itu karena takut dengan stigma negative bagi umat Muslim yang berkunjung ke negara Israel, " katanya.
Israel, I am Going....
Tidaklah mudah bagi Abdul A'la dan keempat rekannya untuk berkunjung ke Israel. Pasalnya, saat ini Indonesia belum membuka jalur diplomatik dengan negara itu. Itupun belum termasuk kecaman dari kelompok masyarakat yang menilai kunjungan ke Israel sama saja mendukung usaha Israel melakukan tindakan imperialis ke wilayah Arab.
"Saya tidak akan berbicara detail soal akses masuk ke Israel, " katanya.
Alasan Abdul tidak membuka rahasia jalan akses masuk ke Israel mengingat peristiwa tahun 1994 saat mantan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid berkunjung ke Israel.
Saat itu terjadi gelombang protes besar-besaran dari berbagai ormas keagamaan dan kecaman dari segala pihak. Saat itu, Departemen Luar Negeri, yang saat itu dipimpin oleh Ali Alatas mengatakan kepergian itu tidak berizin dan Deplu kecolongan. Deplu tidak akan memberikan ijin bila mereka sebelumnya terlebih dahulu memberitahukan soal keberangkatan itu.
"Kunjungan saya ke Israel bukanlah membawa persoalan politik disana. Kami hanya ingin perdamaian tercipta di negeri itu, " kata suami dari Nihayatus Sa'dah dan bapak empat orang anak ini.
Abdul menunjukkan salah satu tulisan di salah satu website terbitan media massa yang menyebutkan bahwa kunjungan dirinya bersama dengan keempat reknnya ke Israel itu membawa aspirasi zionis.

Pada caption foto tulisan itu bertuliskan bahwa Abdul bersama dengan salah satu tokoh Muslim asal Jawa Timur sedang menghadiri upacara keagaamaan Yahudi.
"Berita itu ngawur karena dibuat tanpa konfirmasi. Meskipun saya dihujat tetapi saya tetap akan berupaya terus agar perdamaian tercipta disana. Kami sedang mengatur strategi khusus dan pencapaian perdamaian bukanlah sesuatu yang mustahil disana, " katanya.
Dalam kunjungannya di Israel, kelima tokoh Muslim di Indonesia telah bertemu dengan tokoh-tokoh agama di Israel, diantaranya Tokoh Muslim Palestina Mohammed Sulaiman Dajani, Tokoh Yahudi Rabbi Tzfaniah Drori, dan tokoh dari the Evanj Lutheran Church in Jordan and Holy Land Bishop Munib A. Younan.
"Kami berdialog secara mendalam dan dalam suasana hangat. Pada intinya mereka rindu perdamaian. Tetapi sayang ada kekuatan politik yang mengganjal mereka. Tetapi setelah kunjungan kami, mereka sepakat akan menggelar perundingan damai secara bersama, " katanya.
Kelima tokoh Muslim Indonesia juga berbincang soal upaya perdamaian dari kelompok yang bertikai kepada Presiden Israel Shimon Peres selama 1 jam di Istana Kepresidenan di Jerusalem.
Ia mengatakan dalam waktu dekat ini, kelima tokoh tersebut bersama dengan LibForAll akan mengeluarkan rekomendasi kepada negara Indonesia dan dunia akan upaya perdamaian di Timur Tengah, termasuk langkah-langkah yang perlu dilakukan Indonesia dalam menjalankan misi perdamaian di Timur Tengah.
"Saya akan terus berupaya mewujudkan perdamaian di sana, " katanya.

Read More......

Tokoh Muslim Indonesia Berhasil Membawa Perdamaian di Timur Tengah

Indra Harsaputra
The Jakarta Post/Surabaya

Lima tokoh Muslim di Indonesia telah berhasil membawa kelompok yang bertikai di Timur Tengah untuk sepakat berdamai. Mereka sepakat akan menggelar pertemuan antar kelompok yang bertikai itu dalam satu meja perundingan damai.
Rencana perdamaian kelompok yang bertikai itu terjadi setelah lima tokoh Muslim di Indonesia yang ditunjuk langsung oleh Holland Taylor, Direktur Yayasan LibForAll, berangkat menjalankan misi perdamaian selama 6 hari di Israel, mulai tanggal 3 November sampai 8 November 2007.

Yayasan LibForAll merupakan sebuah Yayasan Nirlaba untuk perdamaian di dunia yang salah satu penggagasnya adalah mantan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid.
Abdul A'la, staff pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya yang juga satu dari lima tokoh Muslim yang berangkat mengatakan keberangkatan kelima tokoh itu atas nama pribadi, dan bukan atas nama organisasi keagaamaan. Dari kelima tokoh yang empat diantaranya berasal dari akademisi dan satu dari kalangan salah satu Departemen.


Kelima tokoh berasal dari dua asal Jatim, 1 dari Yogyakarta, 1 dari Jakarta dan satu lagi dari Makassar.
"Sebenarnya ada enam orang, tetapi satu tokoh dari Jawa Timur menyatakan menolak ikut karena belum siap. Saya menafsirkan ketidaksiapan itu karena takut dengan stigma negative bagi umat Muslim yang berkunjung ke negara Israel, " katanya kepada The Jakarta Post, Senin (10/12).
"Demikian pula dengan empat lainnya yang berangkat. Mereka enggan membuka diri telah berkunjung ke Israel karena takut dikecam oleh kelompok ekstrimis Indonesia sebagai agen zionis, " katanya.
"Tetapi saya berani karena misinya adalah suci demi perdamaian dunia dan manusia dan lepas dari kepentingan politik manapun, " lanjutnya.
Abdul memberikan contoh, satu tokoh yang berangkat ke Israel misalnya, sebelum berangkat sudah mendapatkan penolakan dari organisasi. Tetapi ia bertekad untuk berangkat dengan catatan identitasnya dirahasiakan begitu kembali di Indonesia karena kuatir akan kecaman kelompok ekstimis itu.
"Kelompok ekstrimis yang gemar men-justifikasi inilah yang menjadi problem kita. Padahal seharusnya Indonesia mempunyai peranan besar untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah, " kata Abdul.
"Ini mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Muslim, " katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menekankan perlunya peningkatan keterlibatan umat Islam dan negara-negara berpenduduk muslim dalam menyelesaikan masalah konflik di Timur Tengah. Statment Presiden itu disampaikan saat menerima kunjungan Ketua Parlemen Republik Islam Iran, Gholam Ali Haddad Adel di Kantor Kepresiden Jakarta, (16/2).

Kelompok ekstrimis ini, kata Abdul, jumlahnya memang sangat sedikit. Namun, kekuatannya sangat nyata dibandingkan kelompok perdamaian. Abdul enggan menyebut siapa saja yang termasuk dalam kelompok ekstrimis ini.
Dalam kunjungannya di Israel, kelima tokoh Muslim di Indonesia telah bertemu dengan tokoh-tokoh agama di Israel, diantaranya Tokoh Muslim Palestina Mohammed Sulaiman Dajani, Tokoh Yahudi Rabbi Tzfaniah Drori, dan tokoh dari the Evanj Lutheran Church in Jordan and Holy Land Bishop Munib A. Younan.
"Kami berdialog secara mendalam dan dalam suasana hangat. Pada intinya mereka rindu perdamaian. Tetapi sayang ada kekuatan politik yang mengganjal mereka. Tetapi setelah kunjungan kami, mereka sepakat akan menggelar perundingan damai secara bersama, " katanya.

Kelima tokoh Muslim Indonesia juga berbincang soal upaya perdamaian dari kelompok yang bertikai kepada Presiden Israel Shimon Peres selama 1 jam di Istana Kepresidenan di Jerusalem.
"Kami juga mengklarifikasi kepada media massa di Jerusalem soal statment Gus Dur kepada Hamas. Kami sampaikan bahwa Gus Dur tidak pernah mengecam Hamas, melainkan ia mengecam kelompok ekstrimis di Timur Tengah yang menghambat proses perdamaian, " kata Abdul.

Ia mengatakan dalam waktu dekat ini, kelima tokoh tersebut bersama dengan LibForAll akan mengeluarkan rekomendasi kepada negara Indonesia dan dunia akan upaya perdamaian di Timur Tengah, termasuk langkah-langkah yang perlu dilakukan Indonesia dalam menjalankan misi perdamaian di Timur Tengah.

Read More......

Indonesian health risks climb with temperatures

The Jakarta Post, Jakarta

The World Wide Fund for Nature (WWF) warned Wednesday that Indonesia could expect more frequent and severe outbreaks of dengue fever and diarrhea as a result of global warming.

"A recent rise in dengue fever cases during the rainy season in Indonesia may be caused by extreme changes in precipitation patterns and warming temperatures," WWF-Indonesia's program director for climate and energy, Fitrian Ardiansyah told a media gathering Wednesday.
"Bogor in West Java, for instance, recently recorded a significant increase in the number of dengue fever patients, which was previously not the case."

In addition to the impact of global warming on human health in Indonesia, WWF's report, titled Change in Indonesia -Implications for Humans and Nature, shows that climate change has also affected the country's overall water availability, sea levels, biodiversity and ecosystem.

A study conducted by WWF-Indonesia on Lombok Island, for instance, revealed that there was a disturbance to the island's ecosystem and functions, including a significant reduction in the amount of available spring water.


According to WWF-Indonesia's executive director and CEO, Mubariq Ahmad, because climate change's impacts are already noticeable in Indonesia, the country should lead the way in the fight against global warming.

"Indonesia is the fourth most populous nation in the world and home to a staggering amount of biodiversity on this planet. The government must take its role seriously and lead the way," he said.

He said Indonesia had ratified the UN Framework on Climate Change in 1994 and the Kyoto Protocol a decade later.

Indonesia is considered to be one of the countries that are most vulnerable to the impacts of climate change due to high population density, high levels of biodiversity and its 80,000 kilometers of coastline and 17,500 islands.

Meanwhile, the Environment Ministry released earlier on Wednesday the results of this year's monitoring and evaluation of automobile gasoline and diesel fuel quality in 30 Indonesian cities, including Ambon, Manado and Jayapura.

The evaluation reported, among other things, a slight decrease in the overall lead content in fuel, from 0.038 grams per liter last year to 0.00385 grams per liter this year.

Further, the average research octane number (RON) rating was reported at 88.74 and 90.76 at the maximum, which fulfills the RON rating of 88 set by the Energy and Mineral Resources Ministry.

The octane number assigned to a motor fuel is a measure of its ability to burn in the combustion chamber. The lower the octane number, the more easily the gasoline ignites.

The report also revealed a general increase of sulfur in diesel fuel, with some cities scoring over the 3,500-ppm level

Read More......

Campaign educates students on bird flu

Indra Harsaputra, The Jakarta Post, Mojokerto

The National Committee for Avian Influenza and Pandemic Preparedness (Komnas FBPI) and the United Nations Children's Education Fund are conducting a national campaign aimed at educating students on bird flu and ways to prevent it.

The anti-bird flu drive was launched Tuesday at Kebonagung state elementary school in Puri district, Mojokerto, East Java. It is the first school in the country to include introductory exercises and information on the spread of the disease in its curriculum.

The campaign organizers showed students a 7-minute animated public promotion film called "Bajuri's Family Prepare for Bird Flu", which is to be broadcast nation-wide in the near future.

The film's characters are based on the cast of the popular TV's series "Bajaj Bajuri."

Ahmad Kholik, a teacher from the school, quizzed the students after the film's screening.
"How many of you have poultry at home?" Ahmad asked the students.


Of the 30 students in the classroom, eight raised their hands, saying they had between three to 11 caged birds or chickens in their backyards.

"What can you do to avoid bird flu infection?"

"Wash our hands with soap so the germs will die," answered one student.

Alif Nurahlina, 11, said teachers gave bird flu awareness lessons during science class once a week. The teachers often asked the students to complete assignments, which included collecting information on bird flu from newspapers and the Internet.

"There are no poultry at my house, however, my neighbors raise chickens which should be caged, but they roam freely around the house. I want to remind them but I'm afraid they will scold me instead," Alif told The Jakarta Post.

Ayu Novisia, 12, said she was aware of the bird flu virus. She was confident she would attain a high grade when she sat her school test on bird flu.

"My friends in other schools do not know much about bird flu because their schools have not yet provided them with bird flu lessons.

"Another obstacle is the high cost of Internet access to obtain bird flu information. Our parents give us Rp 500 (5 U.S. cents) to Rp 1,000 for pocket money, which is not enough to buy newspapers or surf the Internet. We have to save money first," Ayu said.

A number of studies show that most rural communities only obtain information from the radio and television because they cannot afford to buy newspapers, let alone Internet access.

Chairman of Komnas FBPI, Bayu Krisnamurthi, said his team would carry out the anti-bird flu program in 47,500 schools across the country, providing them with bird flu lesson packages known as the Bird Flu Awareness students' kits.

"Children play a crucial role in disseminating information about bird flu to their family members, thus we hope people would become more aware of bird flu.

"Around 40 percent of bird flu victims are children. With this campaign, we hope children can protect themselves (from the disease)," Bayu said.

Mojokerto Education Office head Akmad Jazuli said his office had urged every school in the regency to include bird flu material in the school curriculum.

"We will continue to train teachers so they can provide clear information on the bird flu virus to their students," Akmad said.

Bird flu has claimed the lives of 91 of the 113 patients infected with the H5N1 virus in the country.

Read More......

Blitar, A Range of Attractions in East Java

Story by Indra Harsaputra

There are many tourist attractions in Blitar, a city located right at the foot of Mount Kelud, and 167 kilometers from the East Java capital of Surabaya city, so it would be a pity if you miss it.

Apart from the grave of Indonesia’s first President Soekarno, visitors can see a tourism village that sells jimbe drums, a product of Blitar’s home industries that are successfully breaking into export markets. It is better if you cancel any planned tour to Mount Kelud, located on the border between Kediri and Blitar regencies. This is because the volcano’s status is on high alert; the famous green lake in the caldera, a major attraction, has been closed to tourists.

As of Wednesday, the Geology Disaster Mitigation and Volcanic Center, which is located in Bandung, had kept the status of Mount Kelud at level four alert, meaning great care must be taken.

But do not worry because visitors have the choice of many attractions in Blitar city, including religious centers, historical sites and also a place to shop for handicrafts, particularly the special products of the Blitar community.


In Blitar city there is the grave of Bung (brother) Karno, as the first president was widely known. This grave is seldom short of visitors. Many take a tour wanting to know more of this carver of the nation’s history; others who believe in the supernatural perform rituals in the area surrounding Bung Karno’s Grave.

After visiting president Soekarno’s grave you can enter the Bung Karno library. This library was built on 1.5 hectares in the political administrative district of Bendogerit, in the subdistrict of Sananwetan. The place is around 500 meters from Bung Karno’s grave.

In the library you can read books from the collection, including Bung Karno the People’s Voice by Cindy Adams, Bung Karno Menangis dan Mendesak (Bung Karno Weeping and Urging) by Agus Pakpahan, Riwayat dan Perjuangan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 (A Narrative on the Struggle to Proclaim the Independence of Indonesia 17 August 1945) by Adam Malik and others.

You can also see a three-meter-high statue of Bung Karno. It is located in the middle of the first floor of the A building. A wall relief sculpture depicts the life journey of Bung Karno, from his youth through to the struggle for independence and old age.

If you are interested in the architecture of the Majapahit era, the famous Hindu Kingdom which had enormous influence because it dominated a big part of the Indonesian archipelago through to the Malay peninsula, examples can be seen in the Penataran Temple. This is situated approximately 13 kilometers from the Bung Karno library.

Some people believe that the temple, which is located on the south-west slope of Mount Kelud in Penataran village, Nglegok subdistrict, protects Blitar when Mount Kelud erupts. The location is around 15 kilometers from Mount Kelud.

“In the past this temple was often used by the Hindu community in Blitar and Kediri for praying. But later the temple became a tourist attraction and we can no longer pray in the temple complex,” said Suyoto, the head of Palisade Hindu Dharma Indonesia, Arum subdistrict, Blitar.

But, said Suyoto, more than 1,000 Hindus did not object because they can pray in Pura, which is in Blitar.

“I believe that in Blitar there are hundreds of other Hindu temples that have yet to be found. Not far from the Penataran Temple complex is a village called Sewu Temple. According to my ancestors, that area has many Hindu temples which were buried by ash following the eruptions of Mount Kelud,” he said.

The Penataran Temple was built in the era of Kertajaya, the king of the Majapahit Kingdom in 1197, as an offering to Sira Paduka Bhatara Palah. The Panataran Temple was discovered in 1815 by Englishman Sir Thomas Stamford Raffles (1781-1826), the lieutenant governor general who administered the then Dutch East Indies between 1811 and 1816.

Raffles together with Dr Horsfield, a scientist, visited the Penataran Temple. The result of their visit was reported in The History of Java, which was published in two volumes.

Raffles’ steps were later followed by other researchers namely J. Crawfurd, then Van Meeteren Brouwer (1828), Junghun (1884), Jonathan Rigg (1848) and N.W.Hoepermans, who in 1886 made an inventory of the Penataran Temple complex.

Before you leave Blitar city don’t forget to buy souvenirs, like jimbe drums the product of Blitar’s home industries. You can buy drums in the tourist village of Tanggungsantren in Blitar regency, with prices starting from Rp 5,000 (about US 50 cents) up to Rp 500,000 (US$54).

“Our products are of international quality because they are mostly exported to countries in Africa like Tunisia, to Europe, Australia and the United States,” said the Romdhani, the head of the Timber Manufacturers’ Group.

“We started making jimbe drums just five years ago. Before that we made many traditional toys using mahogany, such as yo-yos and catapults. But because buyers lost interest in the traditional toys we finally started producing drums,” he said.

Ramdhani said that the jimbe name was taken because many overseas visitors called the drum a jimbe after the skin-covered hand drums from West Africa known as djembe. Finally manufacturers used the name jimbe drum to mark it as a Blitar specialty.

Now there are 30 home industries making jimbe drums.

“We try to substitute mahogany with nangka (jackfruit tree) timber because supplies of mahogany are getting scarce in the forest. Many mahogany trees are small and not ready for felling,” said Romdhani.

“We keep increasing the quality by decorating parts of the drum, including using motifs of Australian Aboriginal tribes. We want to satisfy customers so buyers will continue to patronize Blitar’s home industry handicrafts,” he said.

What a pity that after offering jimbe drums, Blitar doesn’t provide any special local culinary delight, like Kediri does with its tofu or Yogyakarta with its bakpia, (a dry cake made from flour). However the food in Blitar is cheaper when compared to Surabaya.

Read More......

Indonesians Refuse to Leave Volcano


By INDRA HARSAPUTRA Associated Press Writer
MOUNT KELUD, Indonesia Nov 3, 2007 (AP)
photo by AP Photo/Tresnadi


More than 25,000 villagers were refusing to leave their homes on the slopes of a killer Indonesian volcano on Sunday despite warnings by scientists the peak was poised for a powerful eruption, officials said.

"They believe it will not erupt," said Sigit Raharjo, a spokesman for the local government close to Mount Kelud in the heart of the country's densely populated Java island. "They are being very foolish. All we can do is ask them to leave."

Kelud one of more than 100 active volcanos in Indonesia has been on the highest alert level for more than two weeks, but on Saturday recorded a spike in activity that led scientists to wrongly declare an eruption had begun.

Scores of people, including women hauling babies in slings, descended from the mountain in police trucks and on bicycles and motorcycles. Some were in tears.


"I am afraid because the authorities say this eruption will be worse than the ones that have come before," said Marsini, resident of a village three miles from the crater. "They say there may be poisonous gas. I am leaving now."

Despite the exodus, Raharjo said only some 12,000 out of about 38,000 people living within six miles of the peak had moved into tent camps or government buildings a safe distance from the volcano.

In 1990, Mt. Kelud killed more than 30 people and injured hundreds. In 1919, a powerful explosion that could be heard hundreds of miles away destroyed dozens of villages and killed at least 5,160.

Scientists fear a buildup of magma under Kelud's crater lake could trigger a violent blast, sending a torrent of mud, ash and rock careering down the side of the 5,679-foot mountain.

But they also note any eruption could be small or may not happen at all.

On Saturday, the peak recorded nonstop volcanic tremors and a surge in temperature at its lake. Monitors fled their observation posts convinced an eruption had begun, but were unable to visually confirm it because the peak was shrouded in fog.

They later said it had not erupted. It was not clear Sunday whether they had returned to their posts.

For weeks, authorities have pleaded with villagers to move to tent camps or government buildings, but have faced resistance. Many people have insisted on staying behind to tend to crops or look after their houses

Some apparently believe a local myth, which claims that if residents turn off all the lights and speak softly, then the mountain won't erupt.

Indonesia is spread across 17,500 islands and is prone to volcanic eruptions and earthquakes because of its location within the so-called "Ring of Fire" a series of fault lines stretching from the Western Hemisphere through Japan and Southeast Asia.

At least three volcanoes are currently erupting elsewhere in the country, including Mount Anak Krakatau, which lies off the northern tip of Java island. The mountain was formed after the famous Krakatau volcano erupted in 1883, killing thousands, but it is not seen as at risk of a major blast. (Copyright 2007 The Associated Press).

Read More......

Mt. Kelud lava dome seen as warning sign


Indra Harsaputra, The Jakarta Post, Surabaya

Geologists from 10th November Institute of Technology (ITS) in Surabaya on Thursday say the lava dome that has formed on Mount Kelud's lake crater is not a new phenomenon, and could indicate an eruption is imminent.

They said a similar lava dome was reported before the 1919 eruption that claimed more than 5,000 lives.

They also warned the lava dome could amplify the intensity of an eruption and the damage to surrounding areas.

Geologist and head of the School for Disaster Studies at ITS, Amien Widodo, said documents from the Dutch colonial administration described the formation of a lava dome on Kelud.

"The said the lava dome, comprised of andesite lava, disintegrated and was thrown up during the eruption in the form of large rocks and pebbles, followed by a sand shower," he told The Jakarta Post on Thursday.


He added that the depth of the lake crater increased due to the magmatic pressure from the lava pocket. However, the documents did not specify the depth of the lake in detail.

The current depth of the lake crater is 38 meters, holding about 2.5 million cubic meters of water.

"The eruption in 1919 is recorded as the most fatal in the volcano's history, taking a toll of 5,160 lives," said Amien.

He said the presence of the lava dome, along with tremors and discharges of ash up to 120 meters high, must be taken as a serious warning sign.

"In theory Mount Kelud is ready to erupt. The higher the dome grows, the greater the possibility of an eruption," said Amien.

He said it was difficult to gauge the mountain's current Volcanic Explosive Index (VEI), but data from previous eruptions showed Kelud's VEI ranged from three to five.

A magnitude five VEI eruption took place in 1856. The force of that explosion was similar to explosions by the Philippines' Mount Pinatubo in 1991 and Mount St. Helens in the U.S. in 1980.

By comparison, the legendary eruption of Mount Krakatau in 1883 was a magnitude six VEI. The eruption killed more than 36,000 people.

"It's difficult to predict when Mount Kelud will erupt, but a number of theories imply that a full moon could have an influence on volcanic activity," said Amien.

Head of the Volcanology and Geological Disaster Mitigation Center's Volcano Observation Division, Agus Budianto, said there was every possibility Mount Kelud would erupt.

The lava dome is expanding daily and now covers 90 percent of the lake crater, reaching 300 meters in diameter and a height of 120 meters.

"We will constantly monitor Mount Kelud," Amien told the Post.

Sugihwaras village administrative chief in Ngancar district, Kediri regency, Susiadi, said residents were still going about their daily activities, but there had been growing concerning since Kelud was placed on top alert status on Oct. 16.

"Residents have held a traditional jaranan ritual to appease the mountain. They were told that Mount Kelud would erupt before the end of the year," said Susiadi.


Read More......