Program Baru Pembiayaan Modal bagi UKM

By : Indra Harsaputra

Bank Mayapada International Tbk telah mengucurkan program pembiayaan tanpa agunan kepada para pelaku usaha kecil menengah, yang sampai saat ini banyak dari mereka mengalami masalah dalam mengembangkan usahanya lantaran terhambat aturan main permintaan perbankan. Dengan dikucurkannya kredit tanpa agunan kepada UKM tersebut diharapkan bisa menekan laju kemiskinan seperti yang ada di India melalui program yang sama oleh Greemen Bank.


Dalam pemaparan visi dan misi di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur , semua pasangan calon gubenur, antara lain; Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (PPP), Achmadi-Suhartono (PKB), Soekarwo-Saifulah Yusuf (PAN), Soetjipto-Ridwan Hisjam (PDIP) dan Soenaryo-Ali Maschan Moesa (Golkar) sama-sama berjanji akan mengembangkan sektor usaha kecil menengah, khususnya dalam bidang pertanian dan perikanan yang menjadi andalan pemerintah Jawa Timur ke depan melalui program pembiayaan tanpa agunan. Mereka melihat adanya potensi yang besar bagi pengembangan usaha kecil dalam mendongkrak perekonomian di Jatim.

Selama ini, menurut masing-masing calon gubenur Jatim tersebut, banyak dari usaha kecil menengah tidak bisa berkembang karena terhambat karena ketidakmampuan dalam mengakses permodalan. Besarannya nilai agunan berupa aset yang dimiliki oleh usaha kecil menengah itu tidaklah cukup sebagai penjamin pinjaman modal sehingga akhirnya mereka kesulitan mendapatkan kredit usaha oleh perbankan.

Dengan keterbatasan modal yang ada beberapa pengusaha kecil tetaplah bertahan dengan sumber daya yang ada.


Tatik Winarti (38), misalnya, pengusaha handicraft yang mempekerjakan penyandang cacat di Surabaya yang juga peraih penghargaan The Global Microintrepreneur Award dalam pencanangan International Year Of Microcredit 2004 dari United Nation mengaku sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Hingga saat ini, sejak ia merintis usahanya tahun 1997, ia belum berhasil mendapatkan pinjaman permodalan dari pihak bank untuk pengembangan usahanya. Hingga kini, baru bantuan modal dari BUMN (PLN) sebesar Rp 4 juta yang dia dapatkan.

Padahal Tatik namanya sudah melambung sebagai pengusaha yang diakui dunia dengan omset dari penjualan handicraft, baik itu di pasar lokal maupun ke beberapa pasar internasional lebih dari Rp 20 juta per bulan dan memiliki aset 70 orang tenaga kerja dan 60 mesin jahit.

Tatik membutuhkan suntikan modal untuk pengembangan usahanya, termasuk merekrut tenaga kerja yang berasal dari lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun panti-panti penyandang cacat. Apabila Tatik mendapatkan bantuan modal dari perbankan dan mampu mengembangkan usahanya, maka akan banyak kaum penyandang cacat yang saat ini kesulitan mendapatkan akses pekerjaan dapat tertampung di usaha handicraft milik Tatik yang terletak di JL. Sidosermo Indah II No.5, Surabaya.

"Saya telah mengajukan kredit di perbankan dan selalu ditolak karena agunan rumah yang saya jaminkan ke perbankan belum menjadi hak milik saya. Namun sertifikat rumah dan tanah masih milik keluarga saya, " katanya kepada The Jakarta Post.


Hal serupa juga dirasakan oleh Sugeng Siswoyudono (46), penyandang cacat yang membuka usaha pembuatan kaki palsu asal Mojosari Kabupaten Mojokerto.

Saat ini, Sugeng mendapatkan sponsor dari Kuku Bima, salah satu produk minuman suplemen dan Kementrian Riset dan Teknologi (Ristek) untuk mengerjakan program "Gerakan 1.000 Kaki Palsu". Selain dana, Kementerian Ristek juga memberikan bantuan berupa menghibahkan mesin pengontrol untuk mengukur kenyamanan kaki palsu. Dalam membuat kaki palsu itu, Sugeng dibantu oleh 7-8 orang pekerja yang diambil dari masyarakat sekitar. Program 1000 Kaki Palsu itu bertujuan membantu para penyandang cacat yang kurang mampu untuk mendapatkan kaki palsu sehingga bisa beraktifitas normal. Program yang didukung oleh sejumlah perusahaan dan Yayasan berhasil mengumpulkan dana kurang lebih Rp 2 miliar.

"Sebelum mendapatkan bantuan dari kedua sponsor itu, saya mengerjakan pembuatan kaki palsu dengan cara manual (tanpa mesin) dengan jumlah tenaga kerja 2-3 orang karena sulitnya mendapatkan kredit usaha dari perbankan. Padahal saat itu, saya telah mengajukan syarat-syarat yang diminta oleh bank tetapi selalu gagal, " katanya.

Mengapa UKM ini sulit mendapatkan kredit pinjaman dari bank ?

Program bantuan permodalan kepada UKM melalui kredit bersubsidi (bisa berupa kredit lunak tanpa agunan) kepada pengusaha kecil sebenarnya telah diluncurkan oleh pemerintah secara nasional pada tahun 1973 . Dana kredit ini disediakan melalui Bank Indonesia yang bekerjasama dengan lima bank BUMN, diantaranya Bapindo, BPD dan 14 bank swasta sebagai pihak penyalur kredit tanpa agunan atau bersubsidi itu.

Akan tetapi, tahun 1980-an, program ini menuai masalah karena memunculkan kredit macet bermasalah yang mencapai 27 persen dari jumlah kredit yang disalurkan kepada pengusaha kecil, sehingga sejak tahun 1990 program ini dihentikan. Hingga saat ini, pihak perbankan sangat berhati-hati mengucurkan kredit kepada usaha kecil untuk mengurangi rasio kredit bermasalah. Apalagi di era tahun 1998, banyak kredit bermasalah yang ada di Indonesia, menyusul kemudian kredit bermasalah saat terjadi booming kartu kredit di tahun 2000-an.

Mengingat pentingnya peran usaha kecil menengah dalam mendongkrak perekonomian di Indonesia sekaligus mengurangi kemiskinan karena mampu menyerap tenaga kerja, Bank Mayapada Internasional Tbk, memberikan kredit tanpa agunan kepada pengusaha kecil. Hingga kuartal pertama tahun 2008, Bank Mayapada telah mengucurkan kredit sebesar Rp 600 miliar atau meningkat 18 persen dibandingkan dengan jumlah penyaluran kredit tahun 2007 lalu.


"Saya telah menemukan formulanya agar penyaluran kredit kepada UKM tidak sampai menimbulkan masalah dan buktinya Rasio kredit bermasalah (Non performing loan/ NPL) hanya 0,58 persen atau dalam katagori sehat, " kata Presiden Komisaris Bank Mayapada International Tbk, Tahir kepada The Jakarta Post saat dikukuhkan oleh Universitas 17 Agustus 1945 sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi beberapa pekan lalu.

Pengukuhan Tahir sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi itu terkait dengan model baru pembiayaan kepada unit usaha kecil menengah yang dilakukan oleh Bank Mayapada yang dapat diadobsi oleh perbankan lainnya di Indonesia. Secara umum, penyaluran kredit Bank Mayapada kepada usaha kecil menengah itu, pertimbangan atas jaminan kredit bukanlah faktor utama dalam penilaian atas kelayakan kredit. Melainkan pada kepercayaan serta program binaan yang dilakukan oleh Bank Mayapada kepada nasabahnya.


"Kami telah memberikan pelatihan tentang bagaimana mereka mengelola uang dan usaha, termasuk membantu mengembangkan usaha yang mereka jalani agar usahanya tidak merugi dan mereka tidak bisa membayar pinjaman. Selain itu, kami juga mendidik karyawan Bank Mayapada untuk menjadi bussiness advisory bagi UKM, " katanya.

Seorang bussiness advisory, kata Tahir, inilah yang akan memantau penggunaan dana yang mereka pinjam dan memberikan bimbingan usaha dan manajemen kepada UKM. Bussiness advisory ini akan diberikan insentif untuk mendorong agar mereka bersungguh-sungguh dan bekerja keras agar usaha kecil yang menjadi binaannya berhasil.

Model yang diterapkan oleh Bank Mayapada ini hampir sama dengan penerapan keberhasilan Greemen Bank di Bangladesh yang membalikkan praktik konvensional bank dengan menghilangkan perlunya jaminan bank dengan menciptakan sistem perbankan berdasarkan saling percaya, akuntabilitas, partisipasi dan kreatifitas. Terobosan Greemen Bank melalui program Grameen Bank kredit tanpa syarat kepada 2 juta penduduk miskin dengan total pinjaman sebesar lebih dari US$ 2 milyar. tersebut membuat Muhammad Yunus, seorang ekonom lulusan Vanderbilt University dan dosen di Chittagong University Bangladesh meraih peraih Nobel Perdamaian tahun 2006. Sampai Maret 2008, Greemen Bank telah memiliki 7,46 juta debitur dan memberikan pelayanan di 81.574 desa di Bangladesh.


Denikian juga dengan Bank Mayapada yang berusaha memperluas jaringan bantuan kredit tanpa syarat dengan suku bunga yang berlaku di pasar kepada usaha kecil dengan mentargetkan mengembangkan 100 unit Mayapada Mitra Usaha (MMU) di tahun 2009 dan berusaha mencapai 200 unit MMU di tahun 2010. Jumlah MMU Mayapada saat ini adalah 45 unit dan di akhir tahun 2008 ditargetkan dapat dikembangkan sampai sekitar 72 unit. Untuk di Jawa Timur, Mayapada berencana untuk mengembangkan MMU di Gresik, Babad – Lamongan, Batu – Malang, Waru dan Rungkut Surabaya.

0 comments: