Meskipun telah beberapa kali menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja, Yadi Hermayadi (35), penyandang cacat tunanetra tidak pernah berputus asa untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Saat ini, Yadi warga Kampung Taraju Kabupaten Tasikmalaya bekerja di Surabaya sebagai penjual aksesori perlengkapan wanita keliling. Ia tinggal di kontrakan rumah petak di kawasan Pasar Turi Surabaya bersama beberapa rekannya, kedua anak dan istrinya yang tidak bekerja ditinggalkannya di kampung halaman.
"Sudah dua bulan saya tidak bertemu dengan keluarga saya. Penjualan lagi sepi sehingga saya belum punya biaya untuk pulang ke kampung halaman, " katanya kepada The Jakarta Post.
Hari itu, 'dewi fortuna' belumlah memihak Yadi. Dari pagi hingga siang hari belum satupun dagangan itu laku terjual. Padahal ia telah berjalan kurang lebih 20 kilometer sambil membawa beban dagangannya sekitar 10 kilogrammenyusuri kota Surabaya yang tengah disengat panasnya terik mentari.
Namun, ia masih saja bersyukur karena siang itu ia bisa membeli nasi bungkus setelah tiga hari lamanya ia tidak makan. Penghasilannya memang telah dikirimkan ke keluarganya melalui jasa pos dan giro.
"Sudah tiga hari saya hanya makan buah nangka yang belum matang yang saya petik dari pekarangan rumah milik salah satu warga di daerah Surabaya, " katanya sambil melahap nasi bungkus di pinggir jalan depan Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur di Jl Ahmad Yadi Surabaya.
Sekitar tahun 1995-an, Yadi pernah bekerja di salah satu perusahaan sepatu nasional di Tangerang sebagai cleaning service dengan upah sebesar Rp 500 ribu per bulan. Namun ia di PHK lantaran krisis keuangan di perusahaan itu. Tahun 1998, ia diterima di industri sepatu di Cibaduyut Bandung Jawa Barat. Di perusahaan ini ia mengalami nasib serupa.
Setelah tidak mempunyai pekerjaan tetap, ia mencoba menjadi pemulung barang bekas sambil mencoba melamar pekerjaan di perusahaan lain. Mata sebelah kanan yang buta akibat kesalahan medis waktu kecil menjadi kendala utama mencari pekerjaan.
"Saya sempat beberapa kali ditolak bekerja di beberapa perusahaan karena kondisi tubuh dan tidak mempunyai ijasah sekolah dasar. Saya pernah berpikir menjadi tenaga kerja Indonesia di negara asing, tetapi saya tidak punya modal, " katanya.
Yadi memang tidak pernah sampai lulus Sekolah Dasar. Kondisi perekonomian keluarga dan juga kondisi fisik tubuhnya menjadi alasan utamanya.
Sampai akhirnya, sekitar tahun 2000-an, ia pun diajak oleh salah satu rekan untuk menjual perlengkapan aksesori wanita seperti jepit rambut, ikat rambut dan lain-lain di Surabaya.
Dalam sebulan, Yadi biasanya mendapatkan penghasilan sebesar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu per bulan. Uang ini didapatkannya dari komisi dari total penjualan yang diberikan oleh makelar pemilik modal usaha beserta dengan peralatan penjualan.
"Tetapi khusus bulan ini penghasilan saya hanya Rp 200 ribu karena memang penjualannya sepi, " katanya.
Untuk menambah penghasilan, Yadi pun menjadi pemulung barang bekas. Pekerjaan ini dilakukannya sambil berjualan. Pendapatannya sebagai pemulung rata-rata hanya Rp 100 ribu per bulannya.
Setelah menghabiskan makanan bungkus, ia pun bergegas pergi sambil membawa dagangannya.
"Maaf, saya harus bekerja lagi demi anak dan istri saya. Doakan saja nasib ini berubah, " katanya. (INDRA HARSAPUTRA)
Semangat Kerja Tunanetra Mengais Rejeki
Wednesday, April 30, 2008 | Posted by David Indra Harsaputra at 11:30 PM
Labels: Indonesian Version
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
Sampe terharu aku baca postingan ini. Hebat, salut buat bapak itu.. perjuangan dalam menjalani hidup tinggi sekali dengan kondisi yang seperti itu. apalagi dia bilang kalo dia kerja demi anak dan istri, hiks.. hiks.. mengena banget bok..
Mudah2an banyak rejeki ya pak, amien...
Post a Comment