"Sang Terpilih" keturunan Guangdong



Indra Harsaputra
The Jakarta Post/Surabaya


Tam Chen Siong (36), warga keturunan Tionghoa yang juga dikenal bernama Kanjeng Raden Tumenggung Hartonodiningrat bukan saja berhasil melestarikan keris sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia milik bangsa Indonesia, tetapi juga berhasil menyakinkan keluarganya akan pentingnya pekerjaan yang digelutinya.

Tam Chen Siong dilahirkan di keluarga seorang pengusaha forwading di Surabaya. Tam Hwa Seng dan Phun Djoei Hing, ayah dan ibu Tam Chen Siong mengharapkan agar anak kedua dari dua bersaudara bisa meneruskan usaha ekspedisi forwarding (pengangkutan barang dan peti kemas) yang dirintis oleh keluarganya selama bertahun-tahun.

Paling tidak, jika keinginan yang satu itu meleset, kedua orang tuanya bercita-cita agar kelak Tam Chen Siong bisa menjadi seperti kekeknya yang arsitektur dan pernah mengerjakan sejumlah proyek di Surabaya, seperti jembatan, Taman Makam Pahlawan serta perabot di kantor Walikota.

Tanpa diduga oleh kedua orang tuanya yang berdarah asal Guangdong China Tam Chen Siong yang lulusan Tehnik Mesin Universitas Kristen Petra Surabaya tahun 1992 itu memilih berprofesi sebagai seorang empu keris.

Sedangkan kakaknya, perempuannya, Tam Li Li juga memilih bekerja sebagai apoteker ketimbang menjadi pengusaha seperti orang tuanya.

"Awalnya, keluarga sangat menentang profesi saya itu karena pekerjaan itu tidak bisa mendatangkan uang banyak. Mereka selalu berkata masa depan saya akan suram, " katanya kepada The Jakarta Post.

Tam Chen Siong memang dikenal terampil membuat senjata tajam. Sejak berumur 10 tahun, Tam Chen Siong yang lahir dan tumbuh besar di Surabaya telah akrab dengan senjata tajam. Di umur yang masih anak-anak itu, ia sudah pandai membuat pisau baja dengan peralatan bengkel, yang biasanya digunakan untuk memperbaiki atau men-service kendaraan roda empat milik usaha angkutan Tam Hwa Seng, ayahnya.

Keris, dikenal Tam Chen Siong dari sesepuh empu asal Surabaya, Kanjeng Raden Haryo Tumenggung Sukoyo Hadinagoro. Ia merupakan mantan pegawai Bank Indonesia yang minta pensiun dini untuk mendalami ilmu keris. Saat ini, ia telah mendidik puluhan murid hingga menjadi empu.

Melalui salah satu rekan ayah, Tam Chen Siong dikenalkan kepada Sukoyo. Sejak itulah ia langsung tertarik dengan keris. Namun, ketertarikannya bukan berarti ia diterima sebagai murid oleh Sukoyo. Sebab, menurut gurunya itu, pekerjaan seorang empu itu sulit dan lebih dikarenakan oleh panggilan alam, layaknya seorang biarawan gereja Katolik ataupun biksu.

"Setiap pulang kuliah, saya datang ke rumah Sukoyo untuk melihat cara membuat keris. Saya tidak pernah absen untuk menunggu Sukoyo menerpa keris. Saya sampai lupa makan dan minum," katanya.

Berkat kegigihannya yang kuat untuk mempelajari keris, akhirnya Sukoyo menerima Tam Chen Siong sebagai muridnya. Ia tidak hanya belajar membuat keris saja, tetapi juga ikut dalam ritual seperti lazimnya dilakukan oleh empu.

Keseriusan Tam Chen Siong belajar keris kembali diuji. Sebab ia harus menjalani sejumlah tantangan menjadi seorang empu yang berat. Ia harus diuji kesabaran dan ketelatenan dalam menempa keris agar mempunyai nilai seni. Berkali-kali ia gagal membuat keris seperti yang diajarkan oleh gurunya.

Namun, ia pantang menyerah.

Tantangan lainnya, ia harus menjalani puasa dan menjalani pantangan khusus bagi seorang empu, yaitu dilarang mengkonsumsi makanan yang tidak segar (tersimpan sehari).

"Waktu itu saya hampir putus asa. Saya tidak kuat menjalani semua itu, namun akhirnya atas dorongan kuat dari Sukoyo, saya pun berhasil menjalani semua tantangan itu, " katanya.

Tam Chen Siong pun telah bisa membuat keris, tidak hanya pandai membuat lekuk dan aksesori keris, tetapi ia pun menjiwai dalam membuat keris.

"Banyak orang yang salah menilai keris, namun bagi saya keris itu merupakan senjata unik. Ia bukanlah dibuat untuk membunuh orang, tetapi ia bisa membunuh, " katanya.

Tam Chen Siong pun berniat memperdalam ilmunya di Solo. Pada tahun 1998, ia memutuskan untuk berguru di beberapa empu senior seperti Empu Subandi, Empu Daliman, Empu Suyanto dan Empu Pausan. Di tahun yang sama pula ia bertemu dengan almarhum Sinuhun PB XII.

Hingga akhirnya, tiga tahun kemudian, Tam Chen Siong pun diangkat resmi menjadi abdi dalem keraton Solo dengan gelar Raden Tumenggung. Saat pengangkatannya itu sempat terjadi kontraversi di kalangan keraton Solo, sebab saat diangkat usia belum mencapai 40 tahun.

"Jadi saat diangkat, saya merupakan satu-satunya empu termuda di Indonesia dari kerajaan keraton Solo. Saya sangat salut terhadap Sinuhun karena etnis keturunan Tionghoa bisa diterima dengan baik olehnya, " katanya.

Ini membuktikan bahwa keris bukan saja menjadi bagian masyarakat Jawa, melainkan juga dapat dipelajari dan dimiliki oleh siapa saja, termasuk etnis non pribumi.

"Bahkan, sebelum beliau mangkat, gelar saya dinaikkan menjadi Kanjeng Raden Tumenggung. Saat itu saya berjanji di dalam hati akan terus melestarikan keris sebagai budaya bangsa Indonesia, " katanya.

Kiprah Tam Chen Siong tidak hanya membuat keris dan mengenalkannya kepada generasi muda melalui pertukaran ketrampilan dengan mahasiswa di Universitas Petra Surabaya. Ia bersama dengan para empu lainnya pernah terlibat 'Perang' dengan Malaysia dan Singapura yang ingin mengklaim bahwa keris menjadi milik negara tersebut.

Begini ceritanya, sekitar tahun 2006, beberapa seniman asal Malaysia dan Singapura berlomba-lomba datang ke Indonesia untuk mengumpulkan data soal perkerisan.

"Saya tahu bahwa kedatangan mereka itu bukanlah bermaksud baik, mereka hendak mencuri data untuk memperkuat klaimmya bahwa keris bukanlah dari Indonesia melainkan dari khasanah budaya kedua negara, " katanya.

Ia bersama dengan beberapa empu lainnya pun marah dengan cara yang dilakukan oleh negara tetangga yang berusaha mencuri warisan budaya Indonesia. Saat itu, Tam Chen Siong bersama dengan seniman keris lainnya meminta agar pemerintah mempertahankan seni budaya keris Indonesia.

"Beruntunglah akhirnya Unesco memutuskan bahwa keris merupakan milik bangsa Indonesia. Saat itulah saya bersama dengan seniman lainnya mendeklarasikan Sekertariat Nasional Perkerisan Indonesia sebagai wadah para empu untuk berjuang melestarikan keris Indonesia, " katanya.

25 Desember 2006, keris masuk ke dalam satu dari tujuh keajaiban dunia. Maret 2007, di Yogyakarta Tam Chen Siong bersama dengan empu lainnya mendeklarasikan Sekertariat Nasional Perkerisan Indonesia, sebagai wadah organisasi empu dan pecinta keris di Indonesia.

Perjuangan Tam Chen Siong mempertahankan keris sebagai milik Indonesia itulah membuat kedua orang tuanya terenyuh. Mereka pun bangga dengan apa yang dikerjakan Tam Chen Siong.

"Kesempatan itulah membuat saya kembali menyakinkan kepada keluarga bahwa pekerjaan seorang empu bukanlah pekerjaan yang sia-sia, " katanya.

Keluarga pun akhirnya menerima alasan Tam Chen Siong, bahkan kini mereka pun mendukung pekerjaannya.

"Bagi saya pekerjaan ini sangat unik. Saya bangga bisa belajar banyak tradisi budaya Indonesia yang nyaris punah sekaligus mempelajari spiritual Jawa yang sangat menarik dan sarat filosofis, " katanya.

"Di sini saya telah menemukan kebahagiaan, ketentraman dan penghasilan yang cukup bagus, " katanya.

Keris buatan Tam Chen Siong dijual dengan harga Rp 2,5 juta sampai ratusan juta rupiah. Beberapa pejabat dan tokoh di Indonesia, antara lain mantan Wakil Presiden Hamzah Haz dan mantan Kapolda Bali I Made Mangku Pastika pernah membeli keris buatan Tam Chen Siong sebagai pemberi kewibawaan.

4 comments:

Anonymous said...

salut banget deh, sy yang jawa asli aja belum punya tuh keris jawa (yg beneran, bukan keris "asal"hehe..),jadi kepikiran bwt "ngopeni" keris, paling ndak keris dr keluarga deket yang terlantar.bwt referensi sy dah beli buku ttg keris dr Bpk Hudoyo Doyodipuro,bagus banget isinya (semangat banget!)

Anonymous said...

bwt generasi muda (sy juga msh muda hehe.).jgn tinggalin tuh budaya jawa yang luhur (pakerisan khususnya).soalnya keris tuh keren benerrr...!(ndak kalah sama budaya samurai jepang),coba deh amati, apalagi pamornya wuihh..,tapi keris yang bener, bukan yang dibuat dr seng, wah, itu sih keris bwt mentenan(acara nikahan):->

Anonymous said...

Keris, wah aku sih kurang begitu suka. Tapi bener juga sih, kalo emang keris harus dilestarikan, supaya ndak punah...
Btw yang punya blog ini, emang suka ta sama keris? setauku sih cuman potret2 aja.. :p
peace.. !!!

d'Gareng said...

Trims artikelnya, aku share ya. makasih bangetsss