13 Marinir Penembak Warga Alas Tlogo Terancam 12 Tahun Penjara



Tiga belas marinir pelaku penembakan terhadap warga desa Alas Tlogo Pasuruan Jawa Timur hingga menyebabkan 4 warga desa meninggal dan 11 lainnya luka-luka terancam hukuman penjara selama 12 tahun. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tetap mengklaim telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam peristiwa penembakan tersebut meskipun dalam sidang pertama kasus tersebut di Pengadilan Militer III/12 Surabaya, Rabu (26/3), tim kuasa hukum marinir menyatakan kasus ini murni musibah.

Dalam sidang pertama yang dipimpin oleh Letkol (Chk) Yan Akhmad Mulyana dengan dibantu oleh dua hakim anggota diantaranya Letkol (Laut) Bambang Angkoso Wahyudi dan Mayor Joko Sasmito yang pernah menangani kasus Suud Rusli, ketiga orditur militer menyatakan ketiga belas marinir telah terbukti melakukan tindakan pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain saat bertugas berpatroli berkeliling kompleks latihan tempur. Terdakwa bisa dijerat hukum maksimal antara 6 tahun sampai 12 tahun penjara.

Ketiga orditur militer, yaitu Mayor Achmad Agung Iswanto, Kapten Sus Darwis Hutapea dan Kapten I Made Ardiana juga menyatakan ketiga belas marinir diantaranya Lettu Budi Santoso, Serda Wahyudi, Serda Abdul Rahman, Kopka Lihari, Koptu Muhammad Suratno, Koptu Totok Lukistantoto, Kopda Warsim, Kopda Helmi Widiantoro, Kopda Slamet Riyadi, Praka Agus Triyadi, Praka Mukhamad Yunus, Praka Sariman dan Praka Suyatno telah mengindahkan perintah dari Wakil Komandan Pusat Latihan Tempur Mayor Husni Sukarwo dan Perwira Seksi Operasi Pusat Latihan Tempur Mayor Umar Bakri untuk menghindari kontak fisik dengan warga sekitar.

Dalam surat dakwaannya yang dibacakan oleh Mayor Achmad Agung Iswanto menyatakan pada hari Rabu, 30 Mei 2007, tiga belas terdakwa mendapatkan tugas berpatroli berjalan kaki di sekitar kompleks Putlatpur dengan seragam loreng dan bersenjata, dan hanya satu orang yang berseragam preman. Senjata yang digunakan saat itu terdiri dari 10 pucuk senjata jenis SS-1 dan dua jenis pistol jenis FN-9mm.

"Ketika mereka berada di tempat traktor milik PT Kebun Grati Agung yang bekerja menguruk tanah, terdakwa didatangi oleh warga sekitar. Mereka sempat bernegoisasi, " katanya.

Hingga akhirnya, Komandan Peleton Lettu Budi Santoso mengeluarkan perkataan "Mana kepala desanya, kalau ketemu saya bunuh, "

Kemudian warga yang berkerumun menjawab " Pak kalau perang jangan disini, tapi di Timor-Timur, "

Bentrokan pun tidak terhindari setelah beberapa warga melempar benda keras, kemudian beberapa marinir mengeluarkan tembakan peringatan dengan peluru hampa. Tiga belas marinir pun akhirnya mengganti peluru hampa dengan peluru karet dan kemudian peluru tajam untuk ditembakkan ke tanah. Peluru yang ditembakkan ke tanah itu akhirnya memantul mengenai korban meninggal dan luka.

Namun, orditur lain menyatakan beberapa marinir tidak menembakkan peluru ke tanah melainkan langsung menghujam ke arah kerumunan massa yang berjarak kurang lebih 2 meter dari tempat marinir berdiri.

Diperkirakan jumlah peluru, baik itu peluru karet maupun tajam yang keluar dari moncong senjata lebih dari 50 butir peluru. Setelah menembakkan ke arah massa, terdakwa mengembalikan senjata berikut peluru ke gudang senjata. Menurut petugas gudang senjata, hampir sebagian besar peluru karet dari senjata SS-1 masing-masing marinir telah habis dipergunakan. Sedangkan peluru tajam yang dikembalikan hanya sisa 5 sampai 7 butir.

"Berdasarkan hasil otopsi, tiga dari keempat korban meninggal terdapat benda tumpul mirip peluru yang tepat bersarang di bagian kepala, sedangkan satu korban tewas di bagian dada. Sedangkan sebelas korban luka lainnya memang terkena serpihan benda tumpul mirip peluru, " kata Mayor Achmad.

Ketua Tim Kuasa Hukum Marinir Ruhut Sitompul mengatakan meskipun dalam dakwaannya orditur mengungkap hal yang berlebihan seperti soal kontraversi arah tembakan, pihaknya tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan dari orditur karena kejadian di Alas Tlogo itu bukanlah kasus pelanggaran HAM melainkan murni musibab.

"Kasus ini memang murni musibah saja karena penembakan ini tidak direncanakan jauh-jauh hari. Kejadian penembakan itu ya terjadi saat itu juga. Jadi tidak bisa dikatagorikan sebagai kejahatan HAM, " katanya.

"Kami meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh keluarga korban atas musibah yang tidak diinginkan ini. Mereka (terdakwa) merupakan prajurit tangguh dan mempunyai dedikasi tinggi," katanya.

Koordinator Devisi Tanah dan Lingkungan LBH Surabaya, Mochammad Faiq Assiddiqi mengatakan sebelum terjadi penembakan oleh marinir memang telah terjadi pelanggaran HAM di sana berkaitan dengan masalah tanah milik warga yang diklaim menjadi milik TNI AL sebagai tempat latihan tempur.

"Ketika kasus tanah disana masih dalam proses pengadilan, TNI AL dengan caranya telah melakukan upaya intimidasi terhadap warga sekitar dan tragedi penembakan itu hanyalah sebagai puncaknya saja. Oleh karena itu, kita harus melihat masalah ini dengan jeli, " katanya kepada The Jakarta Post di sela sidang pertama kasus Alas Tlogo di Pengadilan Militer III/12 Surabaya.

Hingga kini, Sidang kasus Alas Tlogo ini terus berlanjut dengan mendengar kesaksian dari warga sekitar dan beberapa saksi lainnya.

Beberapa perwakilan keluarga korban penembakan yang sempat menghadiri sidang pertama kasus tersebut meminta agar secepatnya kasus ini diputuskan. (INDRA HARSAPUTRA)

0 comments: