Vacancy Camera Person TNA

PT Multi TNA (Television News Asia) is Jakarta-based news provider
for local and international networks. The management is urgently
seeking qualified employee for news cameraman with the following
requirements :

- Male/female, max. 30 years age
- University degree in journalism or mass communication
- Good communication in english
- Have at least 1 year experience as a news cameraman
- Computer literate
- Able to operate and familiar with Betacam SX camera or Panasonic
DVCPro Camera or similar
- Able to edit with Adobe Premiere Pro
- Familiar with streaming and feeding
- Must be prepared to travel at sometimes short notice to attend
Fast Breaking News
- Be able to travel alone to shoot and conduct interviews quickly
- Able to meet deadlines, sometimes under difficult circumstances
- Have own vehicle, motorcycle is an advantage
- Smart, proactive, strong interpersonal skills, team player and
ready to work full time (standby 24 hours)

Please send or email complete application in English, with CV and
most recent photograph within 14 days of this advertisement to :

Mr. Danny Sim
PT MULTI TNA
Television News Asia
Suite 1505 Deutsche Bank Building
Jalan Imam Bonjol No 80.
Jakarta 10310, Indonesia.

Read More......

TSK Teroris Pelembang Asal Bojonegoro ?

Benarkan tersangka teroris yang tertangkap di Palembang Orang Jatim ?






Read More......

Program Baru Pembiayaan Modal bagi UKM

By : Indra Harsaputra

Bank Mayapada International Tbk telah mengucurkan program pembiayaan tanpa agunan kepada para pelaku usaha kecil menengah, yang sampai saat ini banyak dari mereka mengalami masalah dalam mengembangkan usahanya lantaran terhambat aturan main permintaan perbankan. Dengan dikucurkannya kredit tanpa agunan kepada UKM tersebut diharapkan bisa menekan laju kemiskinan seperti yang ada di India melalui program yang sama oleh Greemen Bank.


Dalam pemaparan visi dan misi di depan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur , semua pasangan calon gubenur, antara lain; Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono (PPP), Achmadi-Suhartono (PKB), Soekarwo-Saifulah Yusuf (PAN), Soetjipto-Ridwan Hisjam (PDIP) dan Soenaryo-Ali Maschan Moesa (Golkar) sama-sama berjanji akan mengembangkan sektor usaha kecil menengah, khususnya dalam bidang pertanian dan perikanan yang menjadi andalan pemerintah Jawa Timur ke depan melalui program pembiayaan tanpa agunan. Mereka melihat adanya potensi yang besar bagi pengembangan usaha kecil dalam mendongkrak perekonomian di Jatim.

Selama ini, menurut masing-masing calon gubenur Jatim tersebut, banyak dari usaha kecil menengah tidak bisa berkembang karena terhambat karena ketidakmampuan dalam mengakses permodalan. Besarannya nilai agunan berupa aset yang dimiliki oleh usaha kecil menengah itu tidaklah cukup sebagai penjamin pinjaman modal sehingga akhirnya mereka kesulitan mendapatkan kredit usaha oleh perbankan.

Dengan keterbatasan modal yang ada beberapa pengusaha kecil tetaplah bertahan dengan sumber daya yang ada.


Tatik Winarti (38), misalnya, pengusaha handicraft yang mempekerjakan penyandang cacat di Surabaya yang juga peraih penghargaan The Global Microintrepreneur Award dalam pencanangan International Year Of Microcredit 2004 dari United Nation mengaku sulit mendapatkan pinjaman dari bank. Hingga saat ini, sejak ia merintis usahanya tahun 1997, ia belum berhasil mendapatkan pinjaman permodalan dari pihak bank untuk pengembangan usahanya. Hingga kini, baru bantuan modal dari BUMN (PLN) sebesar Rp 4 juta yang dia dapatkan.

Padahal Tatik namanya sudah melambung sebagai pengusaha yang diakui dunia dengan omset dari penjualan handicraft, baik itu di pasar lokal maupun ke beberapa pasar internasional lebih dari Rp 20 juta per bulan dan memiliki aset 70 orang tenaga kerja dan 60 mesin jahit.

Tatik membutuhkan suntikan modal untuk pengembangan usahanya, termasuk merekrut tenaga kerja yang berasal dari lulusan Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun panti-panti penyandang cacat. Apabila Tatik mendapatkan bantuan modal dari perbankan dan mampu mengembangkan usahanya, maka akan banyak kaum penyandang cacat yang saat ini kesulitan mendapatkan akses pekerjaan dapat tertampung di usaha handicraft milik Tatik yang terletak di JL. Sidosermo Indah II No.5, Surabaya.

"Saya telah mengajukan kredit di perbankan dan selalu ditolak karena agunan rumah yang saya jaminkan ke perbankan belum menjadi hak milik saya. Namun sertifikat rumah dan tanah masih milik keluarga saya, " katanya kepada The Jakarta Post.


Hal serupa juga dirasakan oleh Sugeng Siswoyudono (46), penyandang cacat yang membuka usaha pembuatan kaki palsu asal Mojosari Kabupaten Mojokerto.

Saat ini, Sugeng mendapatkan sponsor dari Kuku Bima, salah satu produk minuman suplemen dan Kementrian Riset dan Teknologi (Ristek) untuk mengerjakan program "Gerakan 1.000 Kaki Palsu". Selain dana, Kementerian Ristek juga memberikan bantuan berupa menghibahkan mesin pengontrol untuk mengukur kenyamanan kaki palsu. Dalam membuat kaki palsu itu, Sugeng dibantu oleh 7-8 orang pekerja yang diambil dari masyarakat sekitar. Program 1000 Kaki Palsu itu bertujuan membantu para penyandang cacat yang kurang mampu untuk mendapatkan kaki palsu sehingga bisa beraktifitas normal. Program yang didukung oleh sejumlah perusahaan dan Yayasan berhasil mengumpulkan dana kurang lebih Rp 2 miliar.

"Sebelum mendapatkan bantuan dari kedua sponsor itu, saya mengerjakan pembuatan kaki palsu dengan cara manual (tanpa mesin) dengan jumlah tenaga kerja 2-3 orang karena sulitnya mendapatkan kredit usaha dari perbankan. Padahal saat itu, saya telah mengajukan syarat-syarat yang diminta oleh bank tetapi selalu gagal, " katanya.

Mengapa UKM ini sulit mendapatkan kredit pinjaman dari bank ?

Program bantuan permodalan kepada UKM melalui kredit bersubsidi (bisa berupa kredit lunak tanpa agunan) kepada pengusaha kecil sebenarnya telah diluncurkan oleh pemerintah secara nasional pada tahun 1973 . Dana kredit ini disediakan melalui Bank Indonesia yang bekerjasama dengan lima bank BUMN, diantaranya Bapindo, BPD dan 14 bank swasta sebagai pihak penyalur kredit tanpa agunan atau bersubsidi itu.

Akan tetapi, tahun 1980-an, program ini menuai masalah karena memunculkan kredit macet bermasalah yang mencapai 27 persen dari jumlah kredit yang disalurkan kepada pengusaha kecil, sehingga sejak tahun 1990 program ini dihentikan. Hingga saat ini, pihak perbankan sangat berhati-hati mengucurkan kredit kepada usaha kecil untuk mengurangi rasio kredit bermasalah. Apalagi di era tahun 1998, banyak kredit bermasalah yang ada di Indonesia, menyusul kemudian kredit bermasalah saat terjadi booming kartu kredit di tahun 2000-an.

Mengingat pentingnya peran usaha kecil menengah dalam mendongkrak perekonomian di Indonesia sekaligus mengurangi kemiskinan karena mampu menyerap tenaga kerja, Bank Mayapada Internasional Tbk, memberikan kredit tanpa agunan kepada pengusaha kecil. Hingga kuartal pertama tahun 2008, Bank Mayapada telah mengucurkan kredit sebesar Rp 600 miliar atau meningkat 18 persen dibandingkan dengan jumlah penyaluran kredit tahun 2007 lalu.


"Saya telah menemukan formulanya agar penyaluran kredit kepada UKM tidak sampai menimbulkan masalah dan buktinya Rasio kredit bermasalah (Non performing loan/ NPL) hanya 0,58 persen atau dalam katagori sehat, " kata Presiden Komisaris Bank Mayapada International Tbk, Tahir kepada The Jakarta Post saat dikukuhkan oleh Universitas 17 Agustus 1945 sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi beberapa pekan lalu.

Pengukuhan Tahir sebagai Doktor Honoris Causa Bidang Ilmu Ekonomi itu terkait dengan model baru pembiayaan kepada unit usaha kecil menengah yang dilakukan oleh Bank Mayapada yang dapat diadobsi oleh perbankan lainnya di Indonesia. Secara umum, penyaluran kredit Bank Mayapada kepada usaha kecil menengah itu, pertimbangan atas jaminan kredit bukanlah faktor utama dalam penilaian atas kelayakan kredit. Melainkan pada kepercayaan serta program binaan yang dilakukan oleh Bank Mayapada kepada nasabahnya.


"Kami telah memberikan pelatihan tentang bagaimana mereka mengelola uang dan usaha, termasuk membantu mengembangkan usaha yang mereka jalani agar usahanya tidak merugi dan mereka tidak bisa membayar pinjaman. Selain itu, kami juga mendidik karyawan Bank Mayapada untuk menjadi bussiness advisory bagi UKM, " katanya.

Seorang bussiness advisory, kata Tahir, inilah yang akan memantau penggunaan dana yang mereka pinjam dan memberikan bimbingan usaha dan manajemen kepada UKM. Bussiness advisory ini akan diberikan insentif untuk mendorong agar mereka bersungguh-sungguh dan bekerja keras agar usaha kecil yang menjadi binaannya berhasil.

Model yang diterapkan oleh Bank Mayapada ini hampir sama dengan penerapan keberhasilan Greemen Bank di Bangladesh yang membalikkan praktik konvensional bank dengan menghilangkan perlunya jaminan bank dengan menciptakan sistem perbankan berdasarkan saling percaya, akuntabilitas, partisipasi dan kreatifitas. Terobosan Greemen Bank melalui program Grameen Bank kredit tanpa syarat kepada 2 juta penduduk miskin dengan total pinjaman sebesar lebih dari US$ 2 milyar. tersebut membuat Muhammad Yunus, seorang ekonom lulusan Vanderbilt University dan dosen di Chittagong University Bangladesh meraih peraih Nobel Perdamaian tahun 2006. Sampai Maret 2008, Greemen Bank telah memiliki 7,46 juta debitur dan memberikan pelayanan di 81.574 desa di Bangladesh.


Denikian juga dengan Bank Mayapada yang berusaha memperluas jaringan bantuan kredit tanpa syarat dengan suku bunga yang berlaku di pasar kepada usaha kecil dengan mentargetkan mengembangkan 100 unit Mayapada Mitra Usaha (MMU) di tahun 2009 dan berusaha mencapai 200 unit MMU di tahun 2010. Jumlah MMU Mayapada saat ini adalah 45 unit dan di akhir tahun 2008 ditargetkan dapat dikembangkan sampai sekitar 72 unit. Untuk di Jawa Timur, Mayapada berencana untuk mengembangkan MMU di Gresik, Babad – Lamongan, Batu – Malang, Waru dan Rungkut Surabaya.

Read More......

Abraham Lincoln

Semua orang pasti mengenal Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat. Perjuangannya untuk menjadi Presiden Amerika Serikat tidaklah mudah, penuh dengan perjuangan dan kegagalan.



Berikut daftar kegagalannya sebelum menjadi Presiden Amerika Serikat.

Di umur 22 tahun ia gagal dalam bisnisnya,
setahun kemudian ia kalah dalam pemilihan calon legislatif
umur 25 tahun, ia mencoba kembali berbisnis tetapi gagal
Tidak lama kemudian kekasih pujaan hatinya meninggal dunia
Ia pun depresi mental di umur 27 tahun
Ia kembali bangkit di umur 34 dalam karier politik tetapi kalah lagi dalam pemilihan anggota kongres....
37 tahun kalah pemilihan anggota kongres, 39 tahun kalah pemilihan anggota kongres, 46 tahun kalah lagi dalam pemilihan senator...
Ia tidak berhenti bermimpi menjadi orang nomor satu di AS, meskipun diusia 47 tahun ia gagal menjadi Wakil Presiden Amerika. Hingga akhirnya, diusia 52 tahun ia berhasil menjadi Presiden USA........................

Jadi, jangan mudah putus asa, teruslah bermimpi, jangan dengarkan kata orang bahwa anda telah sakit jiwa, dan teruslah berjuang untuk menggapai mimpi itu. Jangan pernah berhenti, karena siapa tahu, ketika Anda berhenti, sebenarnya tinggal selangkah lagi Anda mencapai tujuan dan mimpi Anda.

Read More......

Membangun Kesadaran Berasuransi

Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia berasuransi masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan kondisi di negara lain. Penilaian itu terutama jika dilihat dari sudut pandang tingkat penetrasi industri untuk pasar nasional nasabah individual. Hanya sekitar lima juta orang dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia yang saat ini tercatat sebagai pemegang polis asuransi secara individual. Itu pun ada beberapa orang yang memiliki polis lebih dari satu.



Banyak faktor penyebab terjadinya kondisi demikian. Tingkat kesejahteraan masyarakat, diukur dengan pendapatan per kapita yang masih rendah, mungkin bisa dikatakan penyebab utama. Ditambah lagi kapasitas dunia usaha asuransi yang masih tergolong rendah sehingga upaya melakukan edukasi kepada publik masih terbatas. Padahal, edukasi itulah yang sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, paling tidak pemahaman masyarakat akan pentingnya berasuransi.

Hal lain yang tak kalah penting untuk memajukan industri asuransi ialah serangkaian regulasi yang kuat dari pemerintah. Faktor satu ini harus diakui memang masih lemah, terutama dalam hal perlindungan bagi nasabah. Mengapa perlindungan bagi pemegang polis alias nasabah harus kuat karena merekalah pemilik dana yang dikelola penyelenggara asuransi. Mereka pula yang akan mengambil manfaat di kemudian hari.

Regulasi memang harus bermata dua. Di sisi lain, regulasi juga harus bisa mendorong tumbuh suburnya industri asuransi, memiliki daya ungkit untuk berkembangnya asuransi menjadi lembaga keuangan yang tangguh, sebagai pilar ketahanan sistem finansial nasional. Dengan demikian, daya saing asuransi dapat meningkat untuk ikut bermain di pasar global, setidaknya menjadi tuan di rumah sendiri.

Sudah ada langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memperkuat industri asuransi, sebagai bagian memperkuat sistem keuangan nasional. Namun, dinamika industri global menuntut lebih banyak lagi.

Asuransi bisa dikatakan sebagai salah satu pilar ekonomi suatu bangsa, selain perbankan dan pasar modal. Asuransi, dengan segala dinamikanya, kini juga sudah mengambil peran yang cukup besar sebagai penyedia lapangan kerja, sumber penghasilan bagi masyarakat.

Mulai dari mahasiswa sampai ibu-ibu rumah tangga kini dengan mudah kita jumpai sebagai agen penjual atau pemasar asuransi. Asuransi sudah mulai dilirik kaum terdidik sebagai salah satu profesi yang tidak kalah gengsinya (termasuk pendapatan) dibandingkan profesi lain.

Memang masyarakat yang tercatat sebagai penabung, deposan, dan giran di perbankan nasional sudah cukup memadai. Meskipun itu belum dapat dijadikan ukuran tingkat keterjangkauan bank terhadap masyarakat, sebab ada saja nasabah bank yang memiliki lebih dari satu bahkan 10 rekening.

Secara kasatmata dapat dilihat penetrasi pasar perbankan yang semakin meluas, hingga menjangkau masyarakat pelosok desa. Kantor-kantor cabang perbankan sudah masuk sampai wilayah kecamatan.

Sedangkan asuransi, baru mulai semarak di ibu kota provinsi. Kalaupun ada yang telah menembus pasar di tingkat ibu kota kabupaten, itu pun masih bisa dihitung jari. Artinya, infrastruktur perasuransian memang jauh tertinggal, kalah dibandingkan perbankan. Padahal, dengan bekerja sama perbankan, asuransi pun bisa cepat meluaskan jangkauannya di tengah-tengah masyarakat, sampai pelosok desa sekalipun.

Kebutuhan

Di tengah kondisi masyarakat yang tingkat pendapatannya masih rendah, baru sekitar 1.500 dollar AS, boleh jadi berasuransi belum merupakan sebuah kebutuhan, apalagi dianggap sebagai gaya hidup (life style). Masih banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak ketimbang menyisihkan sebagian penghasilan untuk keperluan proteksi diri dan harta bendanya. Apalagi, kalau mengharapkan masyarakat memandang asuransi sebagai instrumen investasi, mungkin masih terlalu jauh.

Padahal, dalam sejarah sistem keuangan, kehadiran asuransi jauh lebih dulu ketimbang instrumen modern lainnya, seperti reksa dana yang sempat melesat dengan cepat tetapi ambruk karena tidak adanya exit policy yang andal, suatu kebijakan yang juga perlu dipersiapkan sejak dini sembari membenahi industri asuransi dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berasuransi.

Asuransi kini bukan lagi sebagai alat perlindungan diri atau perlindungan harta benda semata. Jangan lupa, asuransi telah berkembang sedemikian jauh, menjadi suatu instrumen investasi yang diharapkan dapat menjamin tersedianya dana untuk kebutuhan masa depan bagi diri peserta dan keluarganya, manakala seseorang sudah tidak produktif lagi menghasilkan uang.

Di tengah masyarakat, mungkin tidak jarang kita mendengar ucapan bahwa jangankan berasuransi, menabung sebagian kecil saja penghasilan untuk kebutuhan mendadak masih sulit bagi sebagian besar masyarakat.

Tidak salah-salah amat persepsi semacam itu. Inflasi, nilai tukar, kondisi moneter yang liar tidak terkendali, yang merupakan wilayah tanggung jawab profesional dan moral pemerintah untuk menjaganya, merupakan momok yang senantiasa menelan nilai aset masyarakat.

Pelaku dan regulator industri perasuransian bertanggung jawab meluruskan persepsi masyarakat yang keliru. Bukankah justru karena minimnya penghasilan sehingga menuntut seseorang harus disiplin menabung agar tidak gelagapan jika menghadapi kebutuhan mendadak, semisal untuk berobat kalau sakit. Menabung secara konvensional itu sendiri sebenarnya bentuk lain dari "perlindungan" yang dilakukan secara sadar atau tidak oleh masyarakat. Berasuransi hanyalah memindahkan pengelolaan risiko kepada pihak lain, yakni perusahaan asuransi.

Demikian pula dalam hal perlindungan harta benda, kesadaran masyarakat untuk melindungi harta bendanya dengan asuransi masih dianggap sebagai tindakan buang-buang uang. Membayar premi setiap tahun secara teratur, sedangkan manfaat yang diperoleh sering dirasakan tidak sebanding.

Citra kurang sedap yang melekat pada asuransi masih terasa kental. Saat calon nasabah dibujuk "membeli" polis asuransi untuk menyediakan payung risiko, yang bisa setiap saat datang menimpa atau memusnahkan diri dan aset kita, janji manfaat sepertinya setinggi langit.

Namun, manakala giliran nasabah mengajukan klaim, repotnya minta ampun. Prosedurnya berbelit, bahkan ada yang tidak jelas karena tidak transparannya proses pemasaran asuransi sejak awal. Begitulah citra asuransi yang masih melekat pada benak sebagian warga masyarakat sehingga popularitas asuransi masih memprihatinkan.

Lihat saja misalnya di berbagai media, bertaburan kekecewaan masyarakat pemegang polis diungkapkan. Komplain nasabah terhadap asuransilah yang lebih menonjol. Padahal, mereka yang merasakan manfaat berasuransi juga tak kalah banyaknya. Kalau tidak, tentu sudah lama asuransi lenyap dalam percaturan bisnis. Inilah pekerjaan rumah seluruh komponen industri asuransi. Mulai dari regulator, pelaku, dan lembaga-lemabaga penunjangnya, sampai agen independen.

Agen yang berada di garda paling depan industri asuransi juga tak kalah penting dan mendesak pembenahannya. Mulai dari sistem perekrutan, pendidikan dan latihan, serta kepiawaian menyampaikan informasi asuransi, dan menjelaskan produk-produknya kepada masyarakat secara jelas, jujur dan transparan.

Hanya dengan begitu, reputasi industri asuransi dapat dibangun sehingga citra asuransi pun dapat terangkat. Sayangnya, banyak pelaku industri asuransi yang justru mendahulukan penanaman citra, tetapi lupa membangun fondasi industri asuransi, yakni reputasi.

Membangun kesadaran masyarakat berasuransi untuk menyiapkan masa depannya yang lebih baik, menyediakan perlindungan diri dan aset-asetnya di tengah ketidakmampuan pemerintah menyediakan jaminan sosial memadai, memang menuntut kebersamaan seluruh komponen industri asuransi dan regulator. Tanpa semua itu, hanyalah sebuah kesia-siaan. (KCM)

Read More......

Asuransi, Belajarlah dari Ambisi China

Asuransi adalah salah satu industri paling cepat perkembangannya di China. Pejabat Komisi Pengawas Industri Asuransi China menyatakan, sampai tahun 2010, pendapatan industri asuransi China diperkirakan akan meningkat 200 persen dibandingkan dengan tahun 2005 dengan melampaui 1 triliun yuan atau sekitar 125 miliar dollar AS.

Dan sejalan dengan percepatan kemajuan industri tersebut, bidang-bidang industri asuransi yang terbuka terhadap dunia luar juga semakin luas.

Wakil Ketua Komisi Pengawas Industri Asuransi China Li Kemu mengemukakan, pendapatan perusahaan asuransi China dari premi selama lima tahun terakhir ini mencatat kenaikan rata-rata lebih dari 17 persen setiap tahun.

Sistem pasar semakin sempurna. Jumlah lembaga asuransi di China dewasa ini mencapai 100. Diperkirakan sampai tahun 2010, China pada pokoknya akan membangun industri asuransi modern yang skala bisnisnya relatif besar, sistem pasarnya sempurna, bidang layanannya luas, operasinya dapat dipercaya dan baku, daya pelunasannya cukup dan daya saing terpadunya relatif kuat.

"Diperkirakan sampai tahun 2010, pendapatan industri asuransi China akan meningkat 200 persen dibanding tahun 2005 dengan menembus 1 triliun yuan, dan aset total yang dikelola industri asuransi akan mencapai 5 triliun yuan lebih atau sekitar 6.250 miliar dollar AS," ungkapnya.

Bisnis yang dilakukan industri asuransi Tiongkok sekarang ini mencakup berbagai bidang pembangunan ekonomi dan sosial. Industri asuransi sementara mengembangkan dirinya, juga aktif "mengabdi" kepada pembangunan ekonomi dan sosial serta peningkatan kehidupan rakyat melalui bisnisnya. Misalnya, menghadapi kesenjangan di bidang perkembangan asuransi antara kota dan desa di China, lembaga industri asuransi di China sedang bekerja sama dengan departemen pertanian mengembangkan asuransi pertanian.

Li Kemu mengutarakan, "Komisi Pengawas Industri Asuransi akan aktif mengembangkan asuransi pertanian dan melakukan percobaan asuransi tersebut dalam berbagai bentuk berdasarkan keadaan nyata di berbagai tempat. Sementara itu, industri asuransi akan aktif ambil bagian dalam percobaan pengobatan gotong royong pedesaan, mengadakan asuransi hari tua bagi petani yang tanahnya direkuisisi, dan menyediakan layanan asuransi bagi petani yang bekerja di kota."

China adalah negara besar pertanian, juga sebuah negara yang pertaniannya sering dilanda bencana alam serius. Menurut statistik, luas tanaman pertanian yang mengalami bencana alam tahun lalu di seluruh negeri mencapai 60 juta hektar.

Komisi Pengawas Industri Asuransi akan mendorong perusahaan-perusahaan asuransi yang kini sudah melakukan asuransi pertanian untuk menambah investasi. Komisi tersebut telah mengesahkan pula tiga perusahaan asuransi pertanian yang baru untuk menjamin asuransi tersebut dapat berjalan secara profesional. Sementara itu, perusahaan asuransi China aktif ambil bagian pula dalam asuransi sejumlah peristiwa dan kegiatan penting.

Pengelolaan ventura

Membeli asuransi adalah suatu cara pokok untuk melakukan pengelolaan ventura bagi penyelenggaraan Olimpiade Beijing tahun 2008, dan juga suatu cara yang lazim diterapkan dunia internasional. Pihak pengawas asuransi China kini telah membentuk lembaga terkait dengan Komite Olimpiade Internasional untuk menyediakan konsep asuransi bagi Olimpiade.

Sejalan dengan percepatan kemajuan bisnis asuransi di China, keterbukaan industri asuransi China terhadap dunia luar juga semakin luas, dan jumlah perusahaan asuransi modal asing yang beroperasi di China juga terus bertambah.

Kini, sudah tidak ada pembatasan lain bagi perusahaan asuransi modal asing di China, kecuali dilarang melakukan bisnis asuransi yang diwajibkan berdasarkan hukum, serta ketentuan tentang keharusan untuk berpatungan dalam mendirikan perusahaan asuransi jiwa.

Sementara itu, kerja sama China dengan luar negeri dalam bidang pengawasan industri asuransi juga mencapai kemajuan positif. Kini, China telah menandatangani nota kesepakatan kerja sama pengawasan industri asuransi dengan Amerika Serikat, Jerman, Korea Selatan, Singapura, dan negara-negara lain.

Ke depan, China akan menandatangani persetujuan dengan lebih banyak negara dan daerah, serta mengambil tindakan untuk mengawasi lembaga-lembaga yang didirikan perusahaan asuransi China di luar daratan China.(KCM)

Read More......